Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Produsen Alat Kesehatan (Aspaki) menegaskan produksi ventilator di dalam negeri masih menghadapi tantangan berat. Mengingat terbatasnya bahan baku komponen utama pembuatan alat bantu tersebut.
"Kita harus bicara dari mulai bahan baku. Industri yang mengolah setengah jadi, kemudian kita bicara industri yang jadinya. Dan sektor hilir nya, sampai sektor penggunanya," kata Direktur Eksekutif Aspaki, Ahyahuddin Sodri dalam diskusi virtual di kanal YouTube The Habibie Center, Selasa (19/5/2020).
Menurutnya pada sebuah ventilator terdiri dari tiga bahan baku utama, Antara lain Pneumatic atau Valve System, Electronic Control System sampai Patients Tubing System. Sementara sampai saat ini bahan baku yang tersedia di pasar dalam negeri masih terbatas di Electronic Control System.
Advertisement
Jika terus berlanjut, kondisi ini tentu berbahaya mengingat pentingnya peran alat bantu pernafasan bagi pasien positif covid-19 di Tanah Air. Terlebih lagi sejumlah negara produsen ventilator lebih memilih untuk memasok kebutuhan di dalam negerinya ketimbang melakukan ekspor.
Sedangkan, saat ini jumlah ventilator di dalam negeri hanya tersedia sekitar 8.000 unit. Sementara itu, fasilitas kesehatan terus membutuhkan alat bantu pernafasan ini lebih dari 1.000 unit seiring meningkatnya jumlah pasien yang terpapar virus mematikan asal kota Wuhan China.
Â
3 Upaya Pemerintah
Menyikapi kondisi itu, pemerintah perlu melakukan tiga hal untuk mendukung pengembangan ventilator di dalam negeri. Pertama, Komprehensif. Ini diperlukan dalam rangka pengembangan industri alat kesehatan dari hulu sampai hilir.
Kedua, Terstruktur. Hal ini penting mengingat banyak stakeholder yang terlibat sehingga diperlukan skema pembagian kerja yang jelas. Antara lain, dari sektor pemerintah tidak hanya mengandalkan Kementerian Kesehatan namun juga perlu melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, hingga instansi pemerintah terkait lainnya
Dan langkah terakhir, Berkelanjutan. Hal ini berkaca pada sejumlah negara maju yang berkomitmen mengembangkan industri alat kesehatannya untuk jangka waktu yang cukup panjang. Sebaliknya di Indonesia aspek keberlanjutan usaha masih belum jelas arahnya karena terganjal kepentingan politik.
"Pengembangan industri alat kesehatan masih dalam satu periode pemerintahan saja, kemudian nanti di periode berikutnya berubah arahnya. Maka saya tidak yakin, kita bisa merubah komposisi penggunaan alat kesehatan lokal yang lebih dari 10 persen bisa terwujud," pungkasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement