Liputan6.com, Jakarta - Direktur Deregulasi Penanaman Modal Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Yuliot menyebut perlunya melakukan pemetaan untuk mengukur daya saing potensi investasi.
Dalam hal ini, Indonesia dipetakan bersama negara kompetitor utama, seperti Thailand, Filipina, Malaysia dan Vietnam. Pemetaan ini didasarkan pada kondisi objektif, meliputi harga tanah, tarif air, tarif gas, rerata upah minimum, rerata kenaikan upah per tahun, dan tarif listrik.
Baca Juga
Di beberapa hal, harga-harga di Indonesia masih relatif tinggi. Seperti harga tanah mencapai USD 225 per meter kubik. Bahkan, tertinggi dari negara lainnya. Hal ini, kata Yuliot, turut mempengaruhi keputusan investor.
Advertisement
“Bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan relokasi untuk harga tanah, terutama bagi industri-industri yang memerlukan tanah luas, ini merupakan isu yang sensitif dalam mempertimbangkan untuk merealisasikan investasi,” ujarnya dalam Kajian Tengah Tahun INDEF, Selasa (21/7/2020).
Sebagai perbandingan, harga tanah di Thailand, yakni USD 215 per meter kubik, Filipina USD 127 per meter kubik, Malaysia USD 100 per meter kubik, dan terendah Vietnam USD 90 per meter kubik.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kawasan Industri
Untuk itu, pemerintah melihat perlunya membuat kawasan industri dengan harga tanah yang kompetitif. Sehingga bisa kembali menjadi bahan pertimbangan bagi investor.
“Pemerntah melihat bagaimana membuat satu kawasan dengan harga yang lebih kompetitif. Itu makanya saat ini masih diinisiasi adanya kawasan industri Batang,” jelas dia.
Yuliot menjelaskan, lahan ini nantinya adalah milik BUMN. Kemudian ada sinergi BUMN dalam penyediaan infrastruktur. Adapun mekanismenya, bagi industri yang ingin masuk kawasan industri Batang, dapat menyewa dalam jangka waktu tertentu, atau membelinya dengan harga yang kompetitif.
“Insudtri yang berminat untuk masuk dalam kawasan industri Batang, mereka menyewa untuk jangka waktu yang cukup panjang, kemudian bisa juga mereka miliki tentu dengan harga yang lebih kompetitif,” kata Yuliot.
Advertisement
Harga Tanah di Ibu Kota Baru Diprediksi Melambung
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan, pemerintah akan sulit membendung kenaikan harga tanah di Kalimantan Timur yang baru-baru ini ditunjuk menjadi ibu kota baru Indonesia.
Hal ini karena, wilayah tersebut pasti akan banyak didatangi oleh pelaku bisnis yang sudah melirik potensi pasar di sana.
"Masalahnya, yang akan pindah bukan hanya PNS kalangan bisnis juga akan pindah. Hotel kan tidak mungkin tidak ada di wilayah itu. Warung-warung makan, segala macam. Itu kan pasti pindah, mereka butuh lahan. Tanah-tanah dilokasi diluar yang sudah ditetapkan pemerintah," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Kenaikan harga tanah juga nanti tidak hanya terjadi di kawasan ibu kota baru tetapi juga wilayah di sekitarnya seperti Samarinda dan Balikpapan. Dua wilayah ini memiliki infrastruktur jauh lebih maju serta fasilitas publik yang memadai.
"Nah misalnya, lokasinya kan di tengah antara Balikpapan dan Samarinda. Jadi orang akan tinggal di Balikpapan dan Samarinda karena fasilitas pendidikan dan sebagainya itu sudah lengkap. Jadi pasti akan banyak yang memilih satu dari keduanya ini. Mereka juga akan pintar, beli tanah di sini," jelasnya.