Konsumsi Rumah Tangga Bisa Selamatkan Indonesia dari Resesi

Sejumlah negara mengalami resesi sebagai dampak dari pandemi Covid-19

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Agu 2020, 13:34 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2020, 13:30 WIB
ilustrasi kacamata berembun saat menggunakan masker di era new normal/pexels
ilustrasi kacamata berembun saat menggunakan masker di era new normal/pexels

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah negara mengalami resesi sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Mulai dari Amerika, Jerman, Korea Selatan, Jepang, Singapura, hingga Australia. Ancaman resesi itu tentunya juga menghantui Indonesia.

Namun Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi memprediksi ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan negara-negara yang mengalami resesi. Karena, negara yang mengalami resesi pertumbuhan ekonomi ditopang sebagian besar oleh perdagangan internasional.

Berbeda dengan Indonesia yang keterkaitan dengan perdagangan internasional tidak sebesar negara lain. Hal ini malah menjadi keuntungan di tengah pandemi.

"Di saat-saat seperti ini justru menjadi blessing in disguise. Keterkaitan kita dengan global value chain (perdagangan Internasional) tadi tidak sebesar yang lain, bahkan cukup tertinggal," ujar Fithra dalam diskusi daring, Sabtu (1/8/2020).

Dalam kondisi normal, kata Fithra, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencemaskan karena sulit bersaing dengan negara dalam satu regional seperti Vietnam, Singapura, Thailand, dan Filipina.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Keuntungan Indonesia

Penerapan New Normal, Stasiun MRT Bundaran HI Dijaga TNI
Personil TNI berjaga di Stasiun MRT Bundaraan HI, Jakarta, Selasa (26/5/2020). Pengerahan aparat TNI dan Polri ini akan dilakukan di objek keramaian seperti di tempat lalu lintas masyarakat, mal, pasar tradisional, tempat pariwisata, dan lain-lain. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Karena pandemi, Indonesia justru bersyukur karena diuntungkan produk domestik bruto (PDB) yang sebagian besar ditopang konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 58,14 persen pada PDB kuartal I 2020.

"Kalau begitu berarti resesi di pihak yang lain, belum tentu kita juga resesi. Karena kontributor ekonomi terbesar kita bukan di situ (perdagangan internasional)," jelas Fithra.

Menurut dia, agar Indonesia tidak jatuh ke jurang resesi dengan cara mendorong konsumsi domestik.

"Sehingga yang harus benar-benar kita perhatikan adalah di sektor konsumsi. Faktor-faktor domestik yang jauh lebih berperan," ucapnya.

 

Beda Kasus dengan 1998

Kesiapan Mal di Jakarta Jelang Penerapan New Normal
Petugas bermasker dan berpelindung wajah membersihkan lantai di Mal Central Park, Jakarta, Rabu (3/6/2020). Selain menerapkan protokol kesehatan, pusat perbelanjaan juga menyediakan fasilitas pendukung physical distancing sebagai persiapan operasional di era normal baru. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menurut Fithra, kondisi pandemi ini berbeda dengan krisis ekonomi pada tahun 1998. Dia mengatakan, pada saat itu pondasi keuangan tidak kuat.

"Pondasi konglomerat yang memiliki perbankan pada akhirnya tidak prudent mengolah perbankannya, ada currency mismatch, yang membuat Indonesia pada akhirnya lebih parah dari negara-negara sejawat," ucapnya.

"Jadi berbeda pangkal masalahnya. Kalau sekarang itu menghantam dari sisi supply dari sisi value chain dari sisi production network, yang mana kita tidak berada di lokus dari global production network tersebut," jelas Fithra.

Reporter: Ahda Bayhaqi 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya