PMN Rp 20 Triliun Tak Cukup Selamatkan Jiwasraya

Pemerintah akan mengalokasikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 20 Triliun kepada PT Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia (BPUI)

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Sep 2020, 20:00 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2020, 20:00 WIB
Ilustrasi Jiwasraya
Ilustrasi Jiwasraya (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan mengalokasikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 20 Triliun kepada PT Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia (BPUI). Nantinya, PMN ini akan dialokasikan untuk mengatasi penundaan pembayaran klaim para nasabah Jiwasraya melalui Nusantara Life, yang merupakan anak usaha BPUI.

Ekonom UI sekaligus Chief Economist Danareksa Sekuritas Telisa Aulia Falianty memandang, PMN tersebut dinilai belum cukup untuk menangani semua masalah yang dialami Jiwasraya.

"Kalau bicara cukup atau tidak cukup, ya tidak cukup. Karena ekuitas Jiwasraya sendiri kan minus Rp 36 triliun, jadi masih ada gap di situ," ujar Telisa.

Meski demikian, dirinya mengaku optimis kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator, bahwa sudah ada prosepek bisnis yang bagus dari Jiwasraya.

"Secara prosepek keungan pasti sudah diperhitungkan. Mungkin ke depan ada prospek bisnis sehingga itu dipertahankan. Meski dikasih modal Rp 20 triliun," tambahnya.

Telisa mengaku, memang saat ini upaya restrukturisasi yang akan dilakukan pemerintah sudah menjadi langkah yang paling tepat. Jiwasraya melakukan restrukturisasi kepada pemegang polis semua produknya dengan agenda utama menurunkan bunga yang sebelumnya dijanjikan sebesar 13-14 persen menjadi 6-7 persen. Nasabah yang setuju akan dipindahkan ke perusahaan cangkang, PT Nusantara Life yang berada di bawah BPUI.

Hanya saja, Telisa menggaris bawahi, restrukturisasi ini juga harus disertai reward and punishment. Bagi siapa saja yang menjadi sumber masalah perusahaan harus dihukum dan dilakukan evaluasi secara menyeluruh di manajemen BUMN.

"Masalah Jiwasraya ini sudah ada sebelum pandemi, jadi memang sudah ada moral hazard di sektor keuangan. Untuk itu harus ada pembenahan secara menyeluruh," lanjut Telisa.

Telisa mengaku, untuk mendapatkan suntikan dana, Jiwasraya sudah tidak memungkinkan dengan menerbitkan surat utang (bond). Hal ini lantaran likuiditas industri keuangan tengah ketat. "Risikinya yieldnya mahal, kan sama saja," pungkas dia.

Restrukturisasi Jiwasraya Jadi Cara Paling Efisien

Ilustrasi Jiwasraya
Ilustrasi Jiwasraya (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Nasib para nasabah PT Asuransi Jiwasraya hingga saat ini masih juga belum menemui kepastian mengenai klaim polis asuransinya. Pemerintah tengah mengupayakan restrukturisasi demi mengatasi permasalahan di Jiwasraya.

Pengamat Asuransi Irfan Raharjo berpendapat, restrukturisasi Jiwasraya untuk saat ini dinilai langkah yang paling tepat. Sebab, hal ini menjadi upaya yang paling realistis di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

"Restrukturisasi ini menjadi yang paling tepat. Hanya saja pemegang polis harus segera bisa menerima pencairan," kata Irfan kepada wartawan.

Memang, ada cara lain Jiwasraya untuk mendapatkan dana, yaitu melalui penerbitan surat utang (bond). Hanya saja dengan kondisi likuiditas di pasar yang masih ketat, upaya ini menjadi tidak realistis. Selain itu, masih ada cara penjualan aset. Namun, upaya ini harus menunggu proses hukum kasus Jiwasaraya rampung.

Rencananya, pemerintah akan memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) melalui PT Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia (BPUI). Disamping itu, Jiwasraya melakukan restrukturisasi kepada pemegang polis semua produknya dengan agenda utama menurunkan bunga yang sebelumnya dijanjikan sebesar 13-14 persen menjadi 6-7 persen. Nasabah yang setuju akan dipindahkan ke perusahaan cangkang, PT Nusantara Life yang berada di bawah BPUI.

Namun demikian, PMN Rp 20 triliun tersebut dinilai belum cukup untuk menutup ekuitas Jiwasraya yang sudah negatif hingga Rp 36 triliun.

"Ya tidak cukup, mereka tetap harus melakukan aksi korporasi lain, seperti jual aset, dan sebagainya," tegas Irfan.

Secara jangka panjang, dipastikan Irfan, pemberian PMN sebesar Rp 20 triliun ini tetap akan kembali ke negara dalam bentuk pajak serta deviden yang dibayarkan perusahaan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya