Liputan6.com, Jakarta - Nasib para nasabah PT Asuransi Jiwasraya hingga saat ini masih juga belum menemui kepastian mengenai klaim polis asuransinya. Pemerintah tengah mengupayakan restrukturisasi demi mengatasi permasalahan di Jiwasraya.
Pengamat Asuransi Irfan Raharjo berpendapat, restrukturisasi Jiwasraya untuk saat ini dinilai langkah yang paling tepat. Sebab, hal ini menjadi upaya yang paling realistis di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga
"Restrukturisasi ini menjadi yang paling tepat. Hanya saja pemegang polis harus segera bisa menerima pencairan," kata Irfan kepada wartawan.
Advertisement
Memang, ada cara lain Jiwasraya untuk mendapatkan dana, yaitu melalui penerbitan surat utang (bond). Hanya saja dengan kondisi likuiditas di pasar yang masih ketat, upaya ini menjadi tidak realistis. Selain itu, masih ada cara penjualan aset. Namun, upaya ini harus menunggu proses hukum kasus Jiwasaraya rampung.
Rencananya, pemerintah akan memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) melalui PT Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia (BPUI). Disamping itu, Jiwasraya melakukan restrukturisasi kepada pemegang polis semua produknya dengan agenda utama menurunkan bunga yang sebelumnya dijanjikan sebesar 13-14 persen menjadi 6-7 persen. Nasabah yang setuju akan dipindahkan ke perusahaan cangkang, PT Nusantara Life yang berada di bawah BPUI.
Namun demikian, PMN Rp 20 triliun tersebut dinilai belum cukup untuk menutup ekuitas Jiwasraya yang sudah negatif hingga Rp 36 triliun.
"Ya tidak cukup, mereka tetap harus melakukan aksi korporasi lain, seperti jual aset, dan sebagainya," tegas Irfan.
Secara jangka panjang, dipastikan Irfan, pemberian PMN sebesar Rp 20 triliun ini tetap akan kembali ke negara dalam bentuk pajak serta deviden yang dibayarkan perusahaan.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Sidang Jiwasraya, Kuasa Hukum Singgung Perubahan Pedoman Investasi pada Ahli
Sidang kasus PT Jiwasraya Tbk sudah digelar pada Rabu, 12 Agustus 2020 di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Sidang kasus Jiwasraya tersebut menghadirkan saksi Ahli Perasuransian Irvan Raharjo serta saksi Ahli Keuangan dan Perbankan Muhammad Kodrat Muis.
Dalam sidang, Tim Kuasa Hukum Direksi Jiwasraya periode 2008-2018 Dion Pongkor sempat menanyakan kepada Ahli Asuransi Irvan Raharjo terkait kewenangan sebuah perusahaan asuransi.
"Direksi sebuah perusahaan asuransi memiliki kewenangan melakukan perubahan pedoman investasi, termasuk perubahan kebijakan strategi investasi," ujar Ahli Asuransi Irvan Raharjo dalam sidang lanjutan Jiwasraya dalam kasus Perkara Pidana Nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, melalui keterangan tertulis, Jumat (14/8/2020).
Irvan menjelaskan, sebuah perusahaan asuransi memiliki hak diskresi. Saat itu, Dion Pongkor meminta pendapat Irvan ketika ditanya apakah direksi sebuah perusahaan asuransi bisa merubah pedoman investasi tatkala sebuah perusahaan asuransi mengalami kerugian Rp 6,7 T serta posisi Risk Based Capital (RBC) minus 580.
Pertanyaan ini disampaikannya karena dalam surat dakwaan JPU, perubahan pedoman investasi dianggap menyalahi aturan.
"Bapak punya hak (mengubah pedoman investasi disesuaikan dengan keadaan perusahaan)," jawab Irvan kemudian.
Dalam persidangan tersebut, Irvan juga menjelaskan Rencana Kerja Perusahaan (RKAP) memang terikat.
Namun, kata dia, Direksi memiliki kekuasaan melakukan perubahan pedoman dan strategi investasi. Langkah ini dapat dilakukan guna menyelamatkan perusahaan agar tidak semakin terpuruk.
"Iya (itu namanya Bussiness Judgment Rule)," kata Irvan.
Menurut Irvan, Direksi juga bisa melakukan kontrol terhadap semua investasi. Pasalnya, Direksi mempunyai Bussiness Judgment Rule dan protokol investasi.
"Bisa, karena tadi bapak punya bussiness judgement rule dan sama bapak punya protokol investasi," tegas Irvan.
Sementara itu, kepada Ahli Keuangan dan Perbankan Muhammad Kodrat Muis, Dion Pongkor sempat mempertanyakan pengertian unrealized loss dan unrealized gain dalam laporan keuangan.
Kodrat menjelaskan, istilah unrealized loss, terdapat dalam laporan laba-rugi. Ini artinya, kata dia, pendapatan minus karena pendapatannya di luar ekspektasi namun pendapatan ini belum diterima.
"Potensi kerugian yang belum direalisasikan," ucap Kodrat.
Kodrat kemudian menjelaskan unrealized gain, yakni potensi mendapatkan keuntungan yang belum terealiasikan.
"Kalau belum teralisasi maka dalam laporan keuangan, belum bisa dicatat sebagai keuntungan ataupun kerugian," terang Kodrat.
Advertisement