Simak Aturan Lengkap Keringanan Iuran BPJS Ketenagakerjaan

Pemerintah melakukan penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 08 Sep 2020, 20:40 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2020, 20:40 WIB
BPJAMSOSTEK Jamin Pekerja Work From Home Imbas Pandemik COVID-19
BPJS Ketenagakerjaan, yang akrab disapa BPJAMSOSTEK, fokus pada keselamatan para pekerja di berbagai penjuru Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Seiring dengan perkembangan kasus covid-19 di Indonesia, Pemerintah melakukan penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi Pemberi Kerja, Peserta Penerima Upah, dan Peserta Bukan Penerima Upah tertentu, selama bencana non alam penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19).

Penyesuaian Iuran ini termaktub dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2O2O tentang Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Selama Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 September 2020.

Penyesuaian Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. Kelonggaran batas waktu pembayaran Iuran JKK, Iuran JKM, Iuran JHT, dan Iuran JP setiap bulan;

b. Keringanan Iuran JKK dan Iuran JKM; dan

c. Penundaan pembayaran sebagian Iuran JP.

1. Kelonggaran Batas Waktu Pembayaran Iuran

Sebelumnya, batas waktu pembayaran Iuran JKK, Iuran JKM., Iuran JHT, dan Iuran JP setiap bulan, yaitu paling lambat tanggal 15 bulan.

Melalui PP 49/2020 ini, batas Waktu Pembayaran Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan paling lambat tanggal 30 bulan berikutnya dari bulan Iuran yang bersangkutan. Selanjutnya, apabila tanggal 30 jatuh pada hari libur, maka Iuran dibayarkan pada hari kerja sebelum tanggal 30.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


2. Keringanan Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Iuran Jaminan Kematian

Tak Memberikan BPJS Ketenagakerjaan, Perusahaan Denda Rp1 Miliar
Perusahaan yang tidak menyediakan BPJS Ketenagakerjaan untuk para karyawannya siap-siap kena denda Rp1 miliar. (Ilustrasi: Liputan6/M.Iqbal)

Merujuk pada pasal 5, “Keringanan Iuran JKK diberikan sebesar 99 persen. Sehingga Iuran JKK menjadi 1 persen dari Iuran JKK sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2OL9 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian,”

Dengan begitu, pada pasal 6 dijelaskan mengenai Iuran JKK bagi Peserta Penerima Upah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. tingkat risiko sangat rendah, yaitu sebesar l persen dikali 0,24 persen dari Upah sebulan. Sehingga menjadi 0,0024 persen dari Upah sebulan;

b. tingkat risiko rendah, yaitu sebesar 1 persen dikali 0,54 persen dari Upah sebulan. Sehingga menjadi 0,0054 persen dari Upah sebulan;

c. tingkat risiko sedang, yaitu sebesar 1 persen dikali 0,89 persen dari upah sebulan. Sehingga menjadi 0.0089 persen dari Upah sebulan;

d. tingkat risiko tinggi, yaitu sebesar 1 persen dikali 1,27 persen dari Upah sebulan. Sehingga menjadi 0,0127 dari Upah sebulan; dan

e. tingkat risiko sangat tinggi, yaitu sebesar 1 persen dikali l,74 persen dari Upah sebulan. Sehingga menjadi 0,174 persen dari Upah sebulan.

Sementra, Iuran JKK bagi Peserta Bukan Penerima Upah yaitu sebesar l persen) dari Iuran nominal Peserta. “Dalam hal Iuran didasarkan atas Upah Pekerja, komponen Upah tercantum dan diketahui, maka besarnya Iuran JKK bagi Pekerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu yang bekerja pada Pemberi Kerja sektor usaha jasa konstruksi, Iuran ditetapkan sebesar 1 persen dikali 1,74 persen dari Upah sebulan sehingga menjadi 0,0174 persen dari Upah sebulan,” bunyi Pasal 8 (1).

Selanjutnya, jika komponen Upah Pekerja tidak diketahui atau tidak tercantum, maka besarnya Iuran JKK dihitung berdasarkan nilai kontrak kerja konstruksi dengan ketentuan sebagai berikut:

a Pekerjaan konstruksi sampai dengan nilai kontrak Rp 100 juta, Iuran JKK sebesar 1 persen dikali 0,21 persen dari nilai kontrak. Sehingga menjadi 0,0021 persen dari nilai kontrak kerja konstruksi sampai dengan Rp 100 juta;

b Pekerjaan konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta, Iuran JKK sebesar 1 persen dikali O,21 persen dari nilai kontrak (dari poin a), ditambah 1 persen dikali O,l7 persen. Sehingga menjadi 0,0021 persen ditambah 0,001l7 persen dari selisih nilai, yakni dari nilai kontrak kerja konstruksi setelah dikurangi Rp 100 juta;

c. Pekerjaan konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 500 juta rupiah sampai dengan Rp 1 miliar, Iuran JKK sebesar 1 persen dikali 0,21 persen dari nilai kontrak (dari poin b) ditambah 1 persen, dikali O,13 persen. Sehingga menjadi sebesar 0,17 persen ditambah 0,0013 persen dari selisih nilai, yakni dari nilai kontrak kerja konstruksi setelah dikurangi Rp 500 juta;

d Pekerjaan konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 1 miliar sampai dengan Rp 5 miliar, Iuran JKK sebesar 1 persen, dikali O,13 persen (dari poin c), ditambah l persen dikali O,ll persen. Sehingga menjadi 0,0013 persen ditambah 0,0011 persen dari selisih nilai, yakni dari nilai kontrak kerja konstruksi setelah dikurangi Rp 1 miliar; dan

e. Pekerjaan konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 5 miliar, Iuran JKK sebesar l persen dikali O,ll persen (dari poin d) ditambah l persen) dikali O,O9 persen. Sehingga menjadi 0,0011 persen ditambah 0,0009 persen dari selisih nilai, yakni dari nilai kontrak kerja konstruksi setelah dikurangi Rp 5 miliar.

 


Keringanan Iuran JKM

20160504- BPJS Ketenagakerjaan-Jakarta- Fery Pradolo
Direktur Perencanaan Strategis dan TI BPJS Ketenagakerjaan, Sumarjono, meninjau pelayanan di Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Salemba, Jakarta, Rabu (4/5). Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka memperingati hari buruh.(Liputan6.com/Fery Pradolo)

Adapun keringanan Iuran JKM diberikan sebesar 99 persen, sehingga Iuran JKM menjadi l persen dari Iuran JKM. Iuran JKM bagi Peserta Penerima Upah yaitu sebesar 1 persen) dikali 0,30 persen dari Upah sebulan. Sehingga menjadi 0,0030 persen) dari Upah sebulan.

Bagi Peserta Bukan Penerima Upah yaitu sebesar 1 persen (satu persen dikali Rp 6.800. Sehingga menjadi Rp 68 setiap bulan. Untuk Iuran yang didasarkan atas Upah Pekerja, komponen Upah tercantum dan diketahui, maka besarnya Iuran JKM bagi Pekerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu yang bekerja pada Pemberi Kerja sektor usaha jasa konstruksi, Iuran ditetapkan sebesar l persen) dikali O,3O persen dari Upah sebulan. Ssehingga menjadi 0,0030 persen dari Upah sebulan.

Sementara untuk komponen Upah Pekerja yang tidak diketahui atau tidak tercantum, maka besarnya Iuran JKM dihitung berdasarkan nilai kontrak kerja konstruksi dengan ketentuan yang secara rinci dijelaskan pada pasal 12 (2).

Persyaratan Keringanan Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Iuran Jaminan Kematian. Merujuk pada pasal 13 (1), Pemberi Kerja, Peserta Penerima Upah, dan Peserta Bukan Penerima Upah yang mendaftar sebelum bulan Agustus 2O2O diberikan keringanan Iuran JKK dan Iuran JKM sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini setelah melunasi Iuran JKK dan Iuran JKM sampai dengan bulan Juli 2O2O.

Adapun Mekanisme pemberian keringanan Iuran JKK dan Iuran JKM diberikan secara langsung oleh BPJS Ketenagakerjaan tanpa permohonan. Pemberian keringanan ini dilaksanakan melalui sistem kepesertaan yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.

“Dalam hal Pemberi Kerja, Peserta Penerima Upah, dan Peserta Bukan Penerima Upah telah melunasi Iuran JKK dan Iuran JKM bulan Agustus 2O2O atau bulan berikutnya dan terdapat kelebihan maka kelebihan Iuran JKK dan Iuran JKM tersebut diperhitungkan untuk pembayaran Iuran JKK dan Iuran JKM berikutnya,” bunyi pasal 16.

 

 


3. Penundaan Pembayaran Sebagian Iuran Jaminan Pensiun

BP Jamsostek Targetkan 23,5 Juta Tenaga Kerja Baru Masuk Daftar Kepesertaan
Pekerja berjalan kaki saat jam pulang di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (7/2/2020). BPJS Ketenagakerjaan yang kini bernama BP Jamsostek menargetkan sekitar 23,5 juta tenaga kerja baru masuk dalam daftar kepesertaan pada 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Merujuk pada pasal 17 (1), Pemberi Kerja wajib memungut Iuran JP dari Pekerja. Yaitu sebesar l persen dari Upah Pekerja dan membayarkan serta menyetorkan Iuran JP yang menjadi kewajiban Pemberi Kerja, yaitu sebesar 2 persen dari Upah Pekerja dan Iuran JP kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Sementara, penundaan pembayaran sebagian Iuran diberikan kepada Pemberi Kerja dan Pekerja skala usaha menengah dan besar yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a. kegiatan produksi, distribusi, atau kegiatan utama usahanya terganggu akibat bencana non alam penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Sehingga berdampak pada penurunan omset penjualan/ pendapatan bulanan sebesar lebih dari 30 persen, yang data penurunannya disampaikan per bulan sejak bulan Februari 2O2O dengan surat pernyataan dari pimpinan tertinggi Pemberi Kerja secara itikad baik; dan

b. Pemberi Kerja dengan ketentuan:

1. telah mendaftarkan Pekerjanya sebagai Peserta sebelum bulan Agustus 2O2O harus melunasi Iuran JP sampai dengan bulan Juli 2O2O; atau

2. baru mendaftarkan Pekerjanya sebagai Peserta setelah bulan Juli 2020 harus membayar sebagian Iuran.

Kemudian, Penundaan untuk usaha Mikro dan Kecil diberikan kepada Pemberi Kerja dan Pekerja skala usaha mikro dan kecil yang telah mendaftarkan Pekerjanya sebagai Peserta sebelum bulan Agustus 2O2O harus melunasi Iuran JP sampai dengan bulan Juli 2O2O. Atau baru mendaftarkan Pekerjanya sebagai Peserta setelah bulan Juli 2O2O harus membayar sebagian Iuran.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya