Sri Mulyani Ingin Perluas Pasar Asuransi ke Kawasan ASEAN

Sri Mulyani menyampaikan melalui ratifikasi AFAS protokol ketujuh, pemerintah akan memperjelas komitmen non-life insurance (asuransi umum).

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Okt 2020, 13:10 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2020, 13:10 WIB
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Jakarta. Adapun rapat kali ini untuk meratifikasi protokol ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) ketujuh tentang jasa asuransi.

AFAS merupakan landasan dasar untuk menuju integrasi sektor jasa keuangan di ASEAN. Di mana sektor ini menyumbang konstrubusi sekitar 52 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) ASEAN di 2019.

Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani menyampaikan melalui ratifikasi protokol ketujuh ini pemerintah akan memperjelas komitmen non-life insurance (asuransi umum) menjadi konvensional dan tafakul/syariah. Meski demikian, dia memastikan hal ini tidak akan mengubah peraturan terkait asuransi yang ada di Indonesia.

“Ini tidak membutuhkan perubahan apapun dalam peraturan Indonesia yang sudah ada," kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (5/10).

Melalui komitmen protokol ketujuh, Indonesia menegaskan pemberian izin bagi investor ASEAN untuk membuka jasa asuransi umum, baik konvensional maupun syariah dengan batas kepemilikan asing sesuai peraturan yang berlaku yaitu 80 persen.

Hal ini tertuang dalam UU Nomor 40 tahun 2014 tentang Peransuransian dan PP Nomor 3 Tahun 2020 tentag Kepemilikan Asing pada Perusahaan Peransuransian

Sri Mulyani menilai, Indonesia perlu meratifikasi protokol ketujuh jasa keuangan AFAS tersebut agar pertumbuhan industri asuransi syariah di Tanah Air berpeluang untuk berkembang, melalui peningkatan investasi dan persaingan. Selain itu, pertumbuhan industri asuransi umum di Indonesia juga akan memperluas proteksi dan mendorong pendalaman pasar keuangan.

“Melalui ratifikasi protokol ketujuh AFAS, Indonesia juga dapat memanfaatkan perluasan akses pasar yang dikomitmenkan negara mitra ASEAN,” tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sri Mulyani Sebut Pemulihan Ekonomi Dunia Bergantung pada Vaksinisasi

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Realisasi defisit APBN pada Januari lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu mencapai Rp37,7 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lembaga-lembaga keuangan dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini akan terkoreksi cukup dalam. Bank Dunia sendiri memproyeksi ekonomi dunia minus 5,2 persen dan tahun depan akan terjadi pemulihan di 4,2 persen. Kemudian IMF meramal ekonomi tahun ini minus 4,9 persen dan pemulihan mencapai 5,4 persen di 2021.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tahap pemulihan ekonomi dunia sangat tergantung kepada eskalasi dari pada penyebaran Covid-19 itu sendiri. Apakah terjadi gelombang kedua dan harapan adanya vaksin.

"Apakah tersedia vaksin dan bisa dilakukan vaksinasi dan juga hubungan negara negara terutama kelompok negara besar serta efektivitas dari stimulus yang diberikan oleh berbagai negara di dunia," kata dia dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (5/10).

Sri Mulyani mengatakan jika melihat stimulus fiskal yang di lakukan oleh banyak negara di dunia termasuk Indonesia dan dikaitkan dengan seberapa parah Covid-19 telah menyebabkan kontraksi ekonomi, maka salah satu upayanya adalah memperlebar defisit. Pemerintah sendiri sepakat memperbesar defisit APBN tahun ini mencapai 6,3 persen.

"Dan kita sudah melakukan stimulus fiskal pada tahun ini diperkirakan akan defisit 6,3 persen dari GDP bandingkan dengan negara lain yang pertumbuhan ekonominya kontraksinya sangat dalam negara tetangga kita Malaysia Philipina, Singapura, dan Thailand," kata dia.

Bendahara Negara mengatakan bahwa seluruh dunia sedamg mengalami krisis yang luar biasa dari Covid-19. Negara-negara dunia dan Indonesia mau tidak mau menggunakan fiskalnya sehingga menyebabkan kenaikan defisit yang cukup besar

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya