Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah, memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal IV masih tergolong rendah. Bahkan ekonomi Indonesia dinilai masi berada di bayang-bayang tumbuh minus.
"Menurut perkiraan saya membutuhkan waktu minimal 6 bulan untuk ekonomi pulih. Jadi pada kuartal IV nanti, saya yakini masih akan rendah. Bahkan masih negatif," ujar dia saat dihubungi Merdeka.com, Senin (5/10/2020).
Baca Juga
Menurut Piter, waktu ideal bagi proses pemulihan pertumbuhan ekonomi nasional minimum 6 bulan. Namun, tak menutup kemungkinan bisa bertambah lebih lama durasi pemulihannya.
Advertisement
Antara lain, disebabkan oleh kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang kompak dilaksanakan di berbagai daerah untuk memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19. Kemudian, diperparah dengan diterapkannya kembali PSBB Jilid II di ibu kota Jakarta dan sekitarnya pada beberapa waktu lalu.
"Sehingga berdampak buruk pada kinerja ekonomi Indonesia. Setelah berhentinya seluruh aktivitas ekonomi pada saat PSBB diterapkan," sambungnya.
Pun, kehadiran obat jenis remdisivir yang diklaim sebagai penawar virus mematikan asal China itu dinilai tidak berdampak besar bagi perbaikan ekonomi nasional. "Sebab, obat anti corona Itu belum terbukti efektifitasnya mengobati penderita COVID-19," paparnya.
Kendati demikian, dia tak memungkiri jika remdisivir dapat bekerja baik untuk menyembuhkan pasien COVID-19 vid-19 maka akan turut mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.
"Kalau bisa mengobati, maka yang terjadi pertama adalah menurunnya kasus COVID-19. Sehingga pemerintah bisa mencabut PSBB. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan berangsur normal" ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Belanja Pemerintah jadi Penentu Pertumbuhan Ekonomi di Akhir 2020
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 minus 1,1 persen. Sementara untuk skenario terbaik, ekonomi nasional hanya tumbuh sebesar 0,2 persen.
"Prediksi kita untuk akhir tahun 2020 ekonomi -1,1 persen sampai 0,2 persen. Tadinya jadi -1,7 persen sampai -0,6 persen," ujar dia dalam acara Dialogue Kita, Jumat (2/10).
Menurut Febrio, prediksi atas pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini dipengaruhi oleh jebloknya pertumbuhan ekonomi sejak kuartal I 2020. Kemudian, di kuartal II terkontraksi cukup dalam sebesar 5,32 persen.
"Karena kita berangkat dari lowbase di 2020, satu, jadi pasti ada dampaknya ke pertumbuhan kita," terang Bos BKF itu.
Lebih lanjut, dia menyebut satu-satunya sektor yang bisa tumbuh positif dan mampu menjadi bantalan ekonomi nasional hingga akhir tahun ialah pengeluaran pemerintah sendiri. Untuk itu, belanja pemerintah harus digenjot pada sisa dua kuartal tahun ini dan tahun selanjutnya.
"Jadi, memang pemerintah tetap melanjutkan kebijakan countercyclical pada 2021. Tetap juga akan dilakukan belanja pemerintah," tambahnya.
Kemudian, pemerintah juga terus melakukan evaluasi terhadap berbagi program ekonomi nasional (PEN) yang tidak berjalan. Khususnya program yang dianggap sulit untuk diimplementasikan segera.
" Seperti, KUR banyak tidak digunakan untuk pagu 2020. Harapannya dari waktu ke waktu kita terus evaluasi, apakah policy yang disiapkan ini inline dengan kebutuhan usaha dan ekonomi keseluruhan," tandasnya
Advertisement