Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, draft Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja kini telah memasuki tahap final. Dia memaparkan, aturan baru ini terdiri dari 15 bab, 11 klaster, 812 halaman, 186 pasal, dan akumulasi dari 76 undang-undang lain yang dicomot.
"Mungkin besok DPR akan menyerahkan itu kepada eksekutif. Insya Allah draft itu sudah final mereka," kata Bahlil dalam sesi webinar, Selasa (13/10/2020).
Baca Juga
Bahlil mengatakan, beberapa pihak sebenarnya telah menerima draft final UU Cipta Kerja. Namun, ia meminta kepada mereka untuk tidak disebarluaskan dulu sebelum resmi diserahkan pada esok hari.
Advertisement
Dia menyebutkan, salah satu fokus UU Cipta Kerja yakni untuk mewadahi jumlah tenaga kerja dalam negeri yang terus bertambah. Menurut catatannya, Indonesia saat ini punya tenaga kerja eksisting berjumlah 7 juta orang.
Adapun angkatan kerja per tahun tamatan SMA dan perguruan tinggi mencapai 2,9 juta orang. Sedangkan sebanyak 3,5 juta tenaga kerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan kini terkena aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat Covid-19.
"Tetapi menurut data dari Kadin dan HIPMI, itu kurang lebih sekitar 5-6 juta. Kalau dihitung total, itu sekarang ada sekitar 15 juta (tenaga kerja). Inilah yang harus kita menyiapkan lapangan pekerjaan," ungkap Bahlil.
Secara aturan undang-undang, pemerintah disebutnya wajib memfasilitasi lapangan kerja bagi 15 juta orang tersebut. Tapi, ia menambahkan, tidak mungkin seluruhnya bisa diterima sebagai PNS, karyawan BUMN, atau TNI/Polri.
"Maka harus dilakukan terobosan. Terobosannya ini tidak lain dan tidak bukan bagaimana kita bisa mendatangkan investasi untuk menanamkan modal," sambung dia.
"Penanaman modal ini jangan diartikan hanya yang untuk besar-besar saja. Sekarang kami diperintahkan oleh bapak Presiden termasuk UMKM juga diurus. Tidak hanya asing, tapi juga dalam negeri," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Cegah Polemik, Pemerintah Diminta Segera Keluarkan Draft Final UU Cipta Kerja
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, mengaku bingung atas pernyataan pemerintah terkait maraknya hoaks atas Undang-Undang (UU)Â Cipta Kerja. Menyusul pemerintah masih enggan menyampaikan draf final UU anyar kepada publik.
"Kalau hoax, mana draf finalnya. Tolong sesegera mungkin disampaikan secara resmi, mana draf final yang resmi disampaikan oleh DPR," ujar Enny dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (10/10/2020).
Untuk itu, dia menilai seharusnya saat ini pemerintah dapat segera menyampaikan draf Undang-Undang Cipta Kerja kepada masyarakat luas. Imbasnya dapat menciptakan keterbukaan informasi publik sekaligus memperkuat pernyataan pemerintah terkait adanya hoaks.
"Ini harus dibuka. Supaya yang kita perdebatkan sesuatu yg konstruktif. Bukan hanya masyarakat menganggap itu pencitraan atau masyarakat yang dianggap anarki dan ada agenda politik," terangnya.
Lebih jauh, dia juga mengkritisi transparansi oleh DPR RI ataupun pemerintah selama proses penyusunan, pembahasan, sampai pengesahan UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu. Lalu, klaim atas pelibatan semua pihak terkait juga dianggap hanya untuk pencitraan semata.
"Jadi, paradoks adalah kalau tujuannya semulia itu, mengapa pembahasannya seolah sembunyi-sembunyi. Kesannya kayak gerabak-gerubuk," tandasnya.
Advertisement
Ciptakan Lapangan Kerja
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan UU Cipta Kerja dibentuk untuk membantu tugas para pencari kerja dan menciptakan lapangan kerja, perlindungan buruh, hingga pemberantasan korupsi dan pungli. Dia menilai saat ini isi UU Cipta Kerja banyak yang tidak benar salahnya satunya terkait pesangon.
"UU Cipta Kerja dibentuk justru untuk membantu tugas untuk menciptakan lapangan pekerjaan, perlindungan buruh, penyederhanaan birokrasi serta memberantas korupsi dan pungli," kata kata Mahfud, Kamis (8/10).
Dia meluruskan dalam UU tersebut terdapat beberapa peraturan yang dinilai kabar bohong. Mulai dari pesangon, cuti kerja hingga PHK.
"Sekarang ramai karena banyak hoaks. Di UU tidak ada pesangon itu tidak benar, pesangon ada. Dibilang tidak ada cuti, hoaks di sini ada. Dibilang mempermudah PHK, itu tidak benar. Justru sekarang PHK harus dibayar sebelum putus pengadilan," ungkap Mahfud.Â