Pilpres Trump vs Biden akan Jadi yang Termahal Sepanjang Sejarah AS

Para pendukung Presiden Donald Trump dan mantan Wakil Presiden Joe Biden diperkirakan akan menghabiskan lebih dari USD 5,1 miliar untuk memperjuangkan kekuasaan di Gedung Putih dalam 4 tahun kedepan.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Okt 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2020, 08:00 WIB
Debat capres antara Donald Trump dan Joe Biden pada Selasa 29 September 2020 yang berlangsung dengan kacau.
Presiden Donald Trump dan Joe Biden.

Liputan6.com, Jakarta Para kandidat, kelompok maupun partai politik pendukungnya sudah mengeluarkan anggaran yang begitu besar pada Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat di 2020 ini, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Prediksinya, Miliaran Dolar AS akan kembali dihabiskan hanya dalam tiga minggu ke depan.

Data Komisi Pemilihan Federal mencatat pengeluaran biaya kampanye daerah dan iklan promosi kandidat di berbagai stasiun televisi di estimasi oleh FEC (Federal Election Commision) bahkan sudah melebihi USD 7 miliar. Angka ini melampaui pengeluaran kampanye pilpres AS pada 2016. 

Pada akhir tahun, total yang dihabiskan untuk pemilihan federal saja kemungkinan mendekati USD 11 miliar, menurut perkiraan dari Center for Responsive Politics (organisasi non-profit pengawas anggaran politik), seperti melansir The Hill, Sabtu (17/10/2020).

Bila melihat laporan total pengeluaran anggaran Pilpres AS 2020 hanya baru sampai pada akhir September, maka kemungkinan besar anggaran yang akan digunakan akan jauh lebih banyak lagi.

Para pendukung Presiden Donald Trump dan mantan Wakil Presiden Joe Biden diperkirakan akan menghabiskan lebih dari USD 5,1 miliar untuk memperjuangkan kekuasaan di Gedung Putih dalam 4 tahun kedepan.

Menurut the Center, pengeluaran tersebut menghabiskan anggaran dua kali lebih banyak dari  biaya kampanye pilpres 2016.

Pilpres AS tahun ini juga mengeluarkan anggaran USD 2,1 miliar lebih banyak dari periode pilpres termahal dalam sejarah Amerika di 2008.

"Penggalangan dana untuk pemilu 2018 pada periode tengah semester mencapai rekor tertinggi, dan biaya kampanye 2020 akan jauh melampauinya," ujar Sheila Krumholz yang merupakan ketua dari the Center.

"Ini sudah menjadi pemilihan presiden termahal dalam sejarah dan masih ada berbulan-bulan pengeluaran untuk pemilu yang harus diperhitungkan," lanjut dia.

Khusus kampanye Donald Trump, saat ini sudah mengumpulkan lebih dari setengah miliar dolar AS terhitung sampai akhir Agustus. Ditambah penggalangan dana dari Komite Nasional Republikan (RNC) yang juga berhasil menambah miliaran dolar AS.

Sedangkan untuk DNC (Komite Nasional Demokrat) dan Joe Biden, berhasil mengumpulkan sebanyak USD 383 juta pada September dan USD 364 juta di periode Agustus.

Menurut FEC, untuk tahun ini, banyak pendonor besar yang juga ikut berkontribusi mendukung partai dan calon presiden pilihannya. Misalnya seperti Michael Bloomberg, yang mendonasikan sebanyak USD 100 juta untuk bisa digunakan anggaran dana kampanye Joe Biden dan partai Demokrat.

Mantan Fund Manager Tom Steyer juga menambahkan setidaknya USD 56 juta dana kepada partai Demokrat.

Dari Republik, miliarder Richard, Elizabeth Uihlen, Sheldon dan Miriam Adelson sudah menghabiskan setidaknya USD 50 juta lebih diberikan kepada Tim Kampanye Trump.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Tonton Video Ini


Rapper hingga Aktor, 3 dari Total 1.216 Capres AS yang Jarang Diketahui

Antusiasme Warga Virginia Ikut Pemungutan Suara Awal
Para pemilih mengantre memberikan suara dalam pemungutan suara awal secara langsung untuk pilpres AS di Fairfax, Virginia, AS (18/9/2020). Warga dapat memilih untuk memberikan suara secara langsung atau melalui pos sebelum Hari Pemilu yang jatuh pada 3 November mendatang. (Xinhua/Liu Jie)

Amerika Serikat telah memiliki presiden selama lebih dari 230 tahun, tetapi hanya yang pertama --George Washington-- yang pernah terpilih sebagai kandidat independen.

Dua partai politik dominan AS, Partai Republik dan Demokrat, mendominasi liputan media dan donasi kampanye sepenuhnya. Sehingga, peluang bagi pihak luar non-partai --alias independen-- untuk menang dalam Pilpres AS hampir nihil.

Orang macam apa yang melihat peluang yang hampir tidak dapat diatasi itu dan berpikir --toh saya tetap mencalonkan diri?

Ternyata cukup beragam: Pada 9 Oktober, sekitar 1.216 kandidat (dari berbagai tingkat keseriusan) telah mengajukan ke Komisi Pemilihan Federal untuk mencalonkan diri sebagai presiden dalam Pilpres AS 2020.

Dikutip dari BBC, Minggu (11/10/2020), tiga di antaranya adalah; mantan ratu kecantikan, teknisi IT Penduduk Asli Amerika, dan eks-aktor-kini-miliarder-crypto. Kepada media Inggris itu, mereka bertiga bercerita tentang apa yang mereka perjuangkan, dan mengapa mereka layak mendapatkan suara orang Amerika dalam Pilpres AS 2020:

 

Jade Simmons adalah wanita dengan banyak tanda hubung. Seorang mantan ratu kecantikan, pianis konser profesional, pembicara motivasi, rapper, ibu, dan pendeta yang ditahbiskan.

Seperti yang dia katakan, dia adalah kandidat yang tidak biasa, "tapi ini adalah waktu yang tidak biasa".

"Bagi saya ini adalah saat ketika kami tidak mampu melakukan bisnis seperti biasa," katanya. "Saya putri seorang aktivis hak-hak sipil, dan cara ayah saya membesarkan saya adalah jika Anda melihat kekosongan, jika Anda melihat ketidakadilan, Anda perlu bertanya pada diri sendiri apakah itu mungkin Anda yang perlu dicondongkan."

Dia mengatakan tujuannya adalah untuk menciptakan akses yang sama ke kesempatan, melalui reformasi ekonomi, pendidikan dan peradilan pidana. Dan dengan semangat itu, dia bertujuan untuk menjalankan "kampanye paling murah dalam sejarah bangsa kita".

"Kami pikir sangat menjijikkan bahwa sekarang menghabiskan hampir satu miliar dolar untuk mencalonkan diri sebagai presiden ketika kualifikasinya adalah Anda berusia 35 tahun, seorang penduduk kelahiran AS, dan telah tinggal di sini selama 14 tahun," kata Simmons. "Kami lebih suka menghabiskan uang itu untuk membantu orang."

Nama Simmons akan muncul di surat suara di Oklahoma dan Louisiana, tetapi di 31 negara bagian lain dia terdaftar sebagai kandidat tertulis - artinya jika pemilih secara fisik menuliskan namanya, suara mereka akan dihitung. Dia mengakui bahwa fakta situasi benar-benar melawannya, tetapi masih percaya dia bisa sampai ke Oval Office --dan jika tidak tahun ini, maka di tahun-tahun kemudian.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya