Liputan6.com, Jakarta - Tren gaya hidup saat ini mendorong perubahan perilaku manusia melakukan beragam aktivitas dengan memanfaatkan teknologi. Seperti halnya transaksi jual beli, penggunaan dompet digital menjadi pilihan yang diambil masyarakat karena dinilai lebih praktis dan mudah digunakan untuk saat ini.
Disamping itu, ditengah kondisi pandemi COVID-19, transaksi digital dinilai mampumengurangi terjadinya penularan virus yang dapat menyebar melalui benda-beda yang disentuholeh banyak orang termasuk uang tunai, baik kertas ataupun logam maupun struk bukti pembayaran.
Unit Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Regional Sulawesi, Laode Syarifuddin Mursali mengatakan sebagai upaya untuk meminimalisir penularan virus COVID-19, Pertamina mengajak masyarakat untuk bertransaksi secara cashless menggunakan aplikasi MyPertamina.
Advertisement
“Kami terus mendorong masyarakat untuk melakukan pembayaran secara non-tunai di SPBU. Berdasarkan data internal perusahaan selama tahun 2020, tercatat tren transaksi menggunakan aplikasi My Pertamina di Sulawesi sempat mencapai 55.000 transaksi per bulan. Animo masyarakat ini akan terus kami dorong dengan memberikan beberapa kemudahanbertransaksi digital dibandingkan tunai,” tambahnya.
Pertamina memberikan banyak keuntungan bagi pelanggan apabila bertransaksi secara non-tunai menggunakan aplikasi MyPertamina.
“Kepada pelanggan setia Pertamina khususnya pengguna aplikasi My Pertamina bisa menikmati pembelian BBM lebih hemat Rp 100,- per liter untuk pembelian Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamina Dex dan Dexlite dari tanggal 1 Februari hingga 31 Maret 2021 di SPBU yang sudah terhubung dengan aplikasi My Pertamina,“ jelasnya.
Masyarakat dapat mengunduh aplikasi MyPertamina dan mendapatkan informasi programpromosi serta daftar SPBU yang sudah terhubung dengan aplikasi My Pertamina denganmengakses www.mypertamina.id atau menghubungi Pertamina Call Center 135.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Permintaan Minyak Dunia Terus Turun, Pertamina Siap Kembangkan Energi Hijau
PT Pertamina (Persero) memastikan kesiapannya dalam menghadapi transisi energi global dengan menjalankan inisiatif strategis untuk pengembangan green energy sekaligus mendukung target pemerintah dalam pengembangan energi baru terbarukan.
Mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Pertamina dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) menetapkan program green transition pada 2035.
Saat ini, penurunan permintaan minyak dunia telah mencapai 35 persen, dan diperkirakan pada tahun 2035 akan menjadi 24 persen. Sebaliknya, kebutuhan energi bergeser ke renewable energy yang meningkat hingga 30 persen.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan langkah dan inisiatif strategis yangdilakukan Pertamina saat ini sejalan dengan agenda perusahaan minyak dan gas dunia.
Seluruh perusahaan energi global bergerak untuk mengantisipasi tren penurunan permintaan minyak yang cukup tajam dan akan terjadi di masa depan. Permintaan dan konsumsi minyak duniadiperkirakan akan turun dari 110 juta barel per hari menjadi sekitar 65 - 73 juta barel per hari.
"Dengan dasar ini, Pertamina melakukan transisi dengan perubahan global. Kami melihat bagaimana international oil company lain juga merespons ini. Intinya agenda untuk menurunkan gas rumah kaca, carbon emission, ini menjadi agenda dari seluruh oil company di seluruh dunia," kata Nicke.
Agenda strategi yang pertama mengembangkan energi listrik dengan monetisasi aset panas bumi melalui Independent Power Producer (IPP) untuk mengembangkan 1,3 GW proyek panas bumi serta IPP berbasis surya di area dengan iradiasi matahari tinggi dan menjalin kemitraan strategisuntuk pembuatan sel surya.
Namun, dalam jangka pendek akan fokus dalam penerapan Solar PVdi lingkungan Pertamina Group melalui sinergi antara subholding dan captive market di BUMN.
Kedua, lanjut Nicke adalah mengoptimalkan penggunaan energi ramah lingkungan untuk mobilitas di sektor transportasi dengan mendukung pemerintah melaksanakan biodisel 30 persen (B30), Green Refiniery, dan Co Processing CPO.
Advertisement
Produksi Baterai
Pertamina juga menyiapkan produksi baterai melalui kemitraan dengan penyedia teknologi baterai dan BUMN serta menyediakan infrastruktur pengisian daya untuk mobil listrik (E2W dan E4W).
“Inisiatif kita melakukan transisi dari fossil fuel ke bio energy ini dapat menurunkan gas rumahkaca. Dari hasil studi, ini bisa menurunkan gas karbon monoksida maupun emisi dari gashidrokarbon antara 20 hingga 50 persen emisi,” tambah Nicke.
Sedangkan agenda ketiga, mengupayakan bahan bakar dengan optimalisasi sumber energi lainyang tersedia di dalam negeri, salah satunya dengan melakukan gasifikasi batubara kadar rendah menjadi Dimethyl Ether (DME) untuk substitusi LPG dalam rangka mengurangi impor dan menghasilkan energi yang lebih bersih.Dalam masa transisi, Pertamina mengembangkan sejumlah proyek gas sebagai energi transisi antara fuel dan new renewable energy.
Untuk gas, menurut Nicke, Pertamina mengembangkan gas untuk transportasi, household dimana target yang ditetapkan pemerintah membangun 30 jutajaringan gas (city gas) di 2050.
Porsi terbesar yang diharapkan tumbuh adalah gas untukindustri. Oleh karena itu, tambah Nicke, syarat penting untuk meningkatkan pemanfaatan gas yakni mengembangkan teknologi-teknologi hilirisasi gas. Diperkirakan kebutuhan gas akan mencapai 10,5 BSCFD di tahun 2050, yang porsinya adalah 92 persen dari konsumsi gas nasional.
“Pemanfaatan gas mempunyai posisi yang penting saat ini, karena gas merupakan sumber energitransisi yang menjadi jembatan antara conventional energy dan renewable energy,” tandasnya.