Buruh Bakal Gugat Menaker Jika Izinkan Pengusaha Cicil dan Potong THR

Mencicil dan memotong THR dianggap bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mar 2021, 15:10 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2021, 15:10 WIB
Hari Buruh-Mayday 2017-Reog-Jakarta- Helmi Afandi-20170501
Sejumlah wanita membawa bendera saat aksi Hari Buruh di Jakarta, Senin (1/5). Dalam aksinya para buruh meminta sistem kerja kontrak dan upah rendah dihapus. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggugat Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika bersikeras untuk menerapkan Surat Edaran (SE) Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2020 di perusahaan dalam masa pandemi Covid-19, terkait pemberian THR yang bersifat meringankan pengusaha di tengah wabah Covid-19.

Sebab, hal itu dianggap bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Kami akan mem-PTUN-kan surat edaran atau apa pun bentuk suratnya terhadap surat yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan tersebut bilamana bertentangan dengan peraturan THR, sebagaimana diatur dalam PP 78 Tahun 2015," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3).

Bos KSPI ini bilang, penolakan keras atas SE tahun 2020 lalu tersebut sangat wajar. Mengingat besar kemungkinan bagi perusahaan untuk kembali menerapkan skema pembayaran THR tahun ini bakal dicicil ataupun di potong.

"Tentu KSPI dan buruh Indonesia menolak keras bilamana Menaker mengeluarkan surat edaran atau yang bentuknya apa pun surat yang kalau mengatur THR itu bisa dibayar dicicil dan nilai THR boleh dibayarkan oleh pengusaha di bawah 100 persen," bebernya.

Pun, hingga saat ini hingga saat ini PP 78/2015 tentang Pengupahan masih berlaku. Untuk itu, dia meminta skema pembayaran THR tidak boleh dicicil dan nilai yang diberikan harus 100 persen penuh.

"Walaupun sudah keluar 4 peraturan pemerintah turunan dari Omnibus Law UU Cipta Kerja, tapi PP 78 Tahun 2015 tidak dicabut. Dasar pemberian THR itu adalah PP 78 Tahun 2015 yang belum dicabut sampai hari ini. Dengan demikian dia masih berlaku," ucap dia menekankan.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ancaman Buruh ke Menaker Ida Fauziyah Jika Pembayaran THR Dicicil

FOTO: Minta UU Cipta Kerja Dicabut, Buruh Unjuk Rasa Bawa Pembalut Wanita
Massa Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (16/11/2020). GSBI meminta pemerintah mencabut UU Cipta Kerja serta menaikkan upah buruh 2021 sesuai kebutuhan rill buruh dan keluarga. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengancam bakal melayangkan surat protes kepada Presiden Jokowi apabila Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah bersikeras untuk kembali menerapkan skema pembayaran tunjangan hari raya (THR) tahun ini bisa dicicil ataupun di potong. Sebagaimana yang terjadi pada tahun 2020 lalu.

"Kami akan mengirimkan dalam hal ini KSPI, surat protes keras kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Jokowi untuk menegur, mengingatkan, dan melarang Menteri Ketenagakerjaan membayar THR melalui surat edaran yang membolehkan pengusaha membayar THR di bawah ketentuan PP 78 (2015) yaitu (harus) 100 persen dan tidak boleh dicicil," terangnya dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021).

Bos KSPI ini menyebut, seharusnya surat edaran tentang THR yang dikeluarkan oleh Menaker tersebut tetap mengacu pada PP 78/2015. Sehingga perusahaan yang tidak terdampak pandemi Covid-19 tetap mempunyai kewajiban untuk membayarkan THR secara penuh dan tidak dicicil.

"Karena dengan dikeluarkan surat edaran yang membolehkan THR dicicil dibayarnya dan juga tidak sebesar nilai 100 persen bagi yang masa kerja 1 tahun ke atas, maka semua perusahaan banyak yang melakukan itu. Walaupun sesungguhnya mampu perusahaan tersebut," bebernya.

Kendati demikian, KSPI mentolerir skema pembayaran THR di luar ketentuan oleh perusahaan yang tengah mengalami kesulitan akibat terdampak pandemi Covid-19. Tentunya dengan disertakan bukti-bukti pendukung yang kuat dan telah melakukan pembicaraan dengan pihak buruh terkait.

"Itu prinsip. Baru lah dibuat pengecualian terhadap perusahaan yang tidak mampu, seperti mengajukan izin, mengajukan data-data, misal dua tahun berturut-turut karena pandemi Corona perusahaannya merugi. Itu kita setuju," ucapnya.

Oleh karena itu, dia meminta kepada Menaker Ida untuk tidak lagi menerapkan Surat Edaran (SE) Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2020 di perusahaan dalam masa pandemi Covid-19, terkait pemberian THR yang bersifat meringankan pengusaha di tengah wabah Covid-19. Mengingat SE itu dinilai sangat merugikan kaum buruh.

"Sehingga Menaker jangan hanya perhatikan kepentingan pengusaha, berulang kami sampaikan," keras dia mengakhiri. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya