YLKI Tolak Penghapusan Tiket Harian di 10 Stasiun KRL Jabodetabek

KCI akan mewajibkan tiket KMT (Kartu Multi Trip) KRL di 10 stasiun di Jabodetabek per 25 Maret 2021.

oleh Andina Librianty diperbarui 22 Mar 2021, 10:00 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2021, 10:00 WIB
Sering Kecelakaan, Perlintasan Kereta Tanpa Palang di Tanah Kusir Dibangun Pembatas
Sebuah KRL saat melintasi perlintasan tanpa palang pintu di kawasan TPU Tanah Kusir, Jakarta, Kamis (17/9/2020). Pemasangan pembatas jalan tersebut dilakukan untuk mencegah kecelakaan kendaraan yang sering terjadi di kawasan tersebut. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - PT Commuter Line Indonesia (KCI), sebagai pengelola KRL di Jabodetabek, akan mewajibkan tiket KMT (Kartu Multi Trip) di 10 stasiun di Jabodetabek per 25 Maret 2021. Stasiun-stasiun tersebut diantaranya Bojonggede, Citayam, Depok Baru, Depok, Kranji, Bekasi, Jakarta Kota, Tanang Abang, Angke dan Parung Panjang.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, dengan pemberlakuan ini, artinya tiket harian tidak berlaku lagi di stasiun tersebut. Dalam perspektif hak-hak konsumen sebagai pengguna KRL kebijkan ini tidak adil, karena memberatkan konsumen.

"Sebab dengan mewajibkan KMT, maka konsumen dengan tiket harian harus mengeluarkan uang minimal Rp 30.000 untuk beli KMT. Sementara masih banyak pengguna lepas KRL, yang tidak membutuhkan KMT, karena hanya sekali-kali saja menggunkan KRL," ungkap dia dalam keteranga tertulis di Jakarta, Senin (22/3/2021).

Oleh karena itu YLKI dan komunitas KRL Mania menolak kebijakan tersebut. YLKI pun meminta agar managemen KCI tetap memberlakukan tiket yang berlaku jangka pendek atau tiket harian.

"Oleh karena itu, harus ada effort dari operator untuk menyediakan uang kembalian sebagai antisipasi pengguna yang menarik sisa dana," kata Tulus.

Menurut Tulus, tidak hanya konsumen sebagai pengguna yang harus adaptif tetapi KCI selaku operator KRL pun mesti solutif dan adaptif.

"Bukan hanya melihat dari sisi kemudahan operator tapi mengabaikan sisi konsumen sebagai pengguna," ungkap dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sistem di Negara Maju

Tekan COVID-19, Jam Operasional KRL Dibatasi
Penumpang berada di dalam kereta Commuterline di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Senin (11/1/2021). KAI Commuter Line masih memberlakukan aturan tambahan pada masa pandemi covid-19 ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tulus menyatakan, di negara-negara yang sistemnya sudah lebih baik pun, tiket eceran tetap ada. Misalnya di Singapura, untuk tiket MRT konsumen bisa memilih tiket jangka pendek yang berlaku beberapa hari saja. Kemudian, tiket kertas, bisa diisi ulang, dan dana bisa direfund.

"Harga kartu KMT Rp 30 ribu, harga jaminan THB 10 ribu, ini mahal sekali. Dibandingkan dengan harga kartu di Singapura yang hanya beberapa sen saja. Padahal harga asli kartu KMT dan THB tidak semahal itu.

"Hal ini patut diduga KCI sengaja mendapatkan penghasilan dari jualan kartu, padahal core business nya adalah menjual jasa transportasi. Tidak etis jika menangguk pendapatan dari dengan bisnis kartu," tutur dia,

"Pada akhirnya, penggunaan ticket Harian tetap harus diberi akses, khususnya bagi pengguna KRL yang bukan pengguna rutin. Dan harus dipertimbangkan soal daya beli konsumen, yang hanya mampu beli tiket Harian," tutup Tulus.

Infografis Polemik Operasional KRL Jabodetabek saat Pandemi Corona

Infografis Polemik Operasional KRL Jabodetabek saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Polemik Operasional KRL Jabodetabek saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya