Harga Emas Tergelincir 1 Persen karena Penguatan Pasar Saham

Harga emas di pasar spot turun 0,3 persen menjadi USD 1.738,93 per ounce.

oleh Andina Librianty diperbarui 23 Mar 2021, 07:30 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2021, 07:30 WIB
20151109-Ilustrasi-Logam-Mulia
Harga emas di pasar spot turun 0,3 persen menjadi USD 1.738,93 per ounce. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas turun 1 persen pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Pelemahan harga emas ini tetetap terjadi meskipun nilai tukar dolar AS melemah dan imbal hasil obligasi AS juga sedikit monggar.

Mengutip CNBC, Selasa (23/3/2021), harga emas di pasar spot turun 0,3 persen menjadi USD 1.738,93 per ounce. Sedangkan harga emas berjangka AS turun 0,2 persen ke level USD 1.738,1 per ounce.

"Harga emas seharusnya bergeral lebih tinggi, tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Ini berbeda korelasinya," jelas analis CMC Markets Inggris, David Madden.

Ia menambahkan, dalam kondisi saat ini, harga emas bisa tergelincir jauh lebih dalam jika nilai tukar dolar AS menguat dan imbal hasil obligasi AS naik.

Harga emas turun 1 persen dalam sesi perdagangan Senin karena investor berbondong-bondong ke dolar AS dan obligasi pemerintah. Hal ini karena dihantui oleh keputusan Turki untuk mengganti kepala bank sentral karena kritik terhadap suku bunga tinggi.

“Jika warga Turki khawatir bahwa lira lemah maka mereka akan membeli dolar AS atau emas, tetapi di sinilah ketakutan datang bahwa kontrol modal akan menghentikan uang masuk ke negara itu. Bisa jadi rumit bagi orang-orang untuk mendapatkan dolar AS, dan sebagai gantinya emas, dalam beberapa minggu ke depan, ” tambah Madden.

Penguatan Wall Street juga menjadi pendorong pelemahan harga emas. "Pelaku pasar ingin melihat harga emas di atas USD 1.750 dan bertahan di sana," kata analis senior RJO Futures, Bob Haberkorn.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ada Tanda Perbaikan, Harga Emas Mulai Bangkit di Pekan Ini?

Harga Emas Hari Ini Stabil
Replika emas logam mulia di Butik Emas LM ANTAM, Jakarta,Senin (19/10).Harga emas batangan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau emas Antam pada perdagangan Senin, 19 Oktober 2020, stabil sejak dua hari lalu. "Harga emas batangan satu gram Rp 1.008.000. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Harga emas dilaporkan mulai berada di radar investor karena harganya terlihat akan mengakhiri pekan lalu dengan catatan teknis yang kuat. Hal ini diprediksi terjadi meskipun ada lonjakan dalam imbal hasil obligasi.

Dikutip dari Kitco pada Senin (22/3/2021), setelah diperdagangkan mendekati level tertinggi tiga pekan setelah pernyataan dovish the Fed, harga emas berhasil mengabaikan imbal hasil Treasury AS 10-tahun yang naik ke level tertinggi selama 14 bulan sebesar 1,75 persen pada Jumat (19/3/2021).

Harga emas berjangka April Comex pada Jumat pekan lalu sempat diperdagangkan pada USD 1.742,60, naik lebih dari 1 persen.

Bank sentral AS merevisi naik PDB 2021 dan ekspektasi inflasi masing-masing menjadi 6,5 persen dan 2,4 persen. Namun menekan bahwa suku bunga akan tetap mendekati nol hingga 2023. Pimpinan The Fed, Jerome Powell, terus menyebut setiap lonjakan harga sebagai sementara mengabaikan kenaikan imbal hasil.

The Fed pada Jumat kembali melancarkan serangan balik ke pasar dengan menolak memperpanjang pengecualian aturan leverage bank sementara, yang akan berakhir pada bulan ini. Aturan tersebut mengecualikan Departemen Keuangan AS dan deposito bank sentral dari supplementary leverage ratio (SLR) atau rasio likuiditas wajib setelah 31 Maret 2021.

Terkait dengan hal tersebut, harga emas memiliki kinerja yang layak bertahan di atas USD 1.730 per ounce. Sementara ekuitas dan minyak turun. Hal tersebut diungkapkan Kepala Strategi Pasar Blue Line Futures, Phillip Streible, kepada Kitco News.

"Emas sebagai kelas aset telah naik ke daftar investor. Logam mulia tidak relevan dalam beberapa pekan lalu; ada lebih banyak aksi di pasar. Tapi sekarang, naik kembali. Emas adalah pemain di lapangan lagi setelah diam beberapa saat," kata Streible.

Beberapa investor mulai melihat emas di tengah volatilitas pasar. Menurut ahli pasar senior LaSalle Futures Group, Charlie Nedoss, emas telah diperdagangkan dengan baik terhadap komoditas lain, termasuk perak dan tembaga.

"Rata-rata pergerakan 10 hari mulai naik, dan saya mengantisipasi penutupan di atas 20 hari untuk pertama kalinya sejak 7 Januari," tutur Nedoss. Ia menambahkan hal tersebut adalah tanda-tanda bagus untuk emas.

Streible menambahkan, emas masih berisiko untuk pergi ke salah satu arah. "Bisa turun melalui USD 1.700 dengan mudah jika imbal hasil terus naik. Tapi dorongan melalui USD 1.750 mungkin kembali," tuturnya.

Menurut Nedoss, fakta bahwa harga emas tidak hilang di level USD 1.700 pada pekan ini sangat bagus. "Sisi negatifnya, saya tidak ingin melihat penutupan di atas posisi terendah kemarin di bawah USD 1.720. Jika kita bisa menutup di atas USD 1.750 per ounce, itu kan menjadi hal yang bagus untuk emas," katanya.

Faktor Geopolitik

Selain itu, geopolitik kembali menjadi perhatian dalam perdagangan emas. Pejabat tinggi AS dan Tiongkok bentrok selama pertemuan tingkat tinggi pertama dengan pemerintahan Joe Biden.

"Kami akan membahas keprihatinan mendalam kami dengan tindakan Tiongkok termasuk Xinjiang, Hong Kong, Taiwan, serangan siber pada AS, pemaksaan ekonomi sekutu kami," kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, dalam pertemuan yang berlangsung di Anchorage, Alaska.

Sebagai tanggapan, diplomat top Tiongkok Yang Jiechi mengatakan, "AS menggunakan kekuatan militer dan hegemoni keuangannya untuk menjalankan yurisdiksi jangka panjang dan menekan negara lain. Itu menyalahgunakan apa yang disebut pengertian keamanan nasional untuk menghalangi pertukaran perdagangan normal dan menghasut beberapa negara menyerang Tiongkok."

Nedoss mengatakan, terkait masalah kesepakatan perdagangan, pembicaraan AS dan Tiongkok tidak dimulai dengan baik.

Ketidakpastian geopolitik telah memengaruhi emas. "Geopolitik berada di depan dan tengah saat ini, begitu pula dengan imbal hasil dan volatilitas pasar. Jika volatilitas turun, imbal hasil mungkin akan terus naik. Jika ada gejolak lain dalam geopolitik, mungkin ada beberapa pembelian aman," jelas Streible.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya