Pelan tapi Pasti, Campuran Bahan Bakar Nabati di Avtur Terus Ditambah

Implementasi pencampuran bioavtur belum berjalan karena berbagai kendala.

oleh Tira Santia diperbarui 06 Okt 2021, 11:09 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2021, 10:29 WIB
Bioavtur J2.4
Penggunaan Bioavtur J2.4 yang diimplementasikan pada pesawat CN235-220 di Bandung

Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menargetkan persentase bahan bakar nabati dalam bahan bakar jenis avtur naik menjadi 5 persen pada 2025, dari sebelumnya 3 persen pada 2020.

Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Kementerian ESDM nomor 12 tahun 2015 telah mengatur kewajiban pencampuran bahan bakar nabati dalam bahan bakar jenis avtur dengan persentase sebesar 3 persen pada 2020.

"Dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 5 persen,” kata Menteri ESDM dalam seremonial keberhasilan uji terbang menggunakan bahan bakar J2.4, Rabu (6/10/2021).

Namun, untuk implementasinya pencampuran bioavtur belum berjalan karena berbagai kendala antaranya terkait dengan ketersediaan produk bioavtur, proses teknologi dan juga keekonomiannya.

Kendati demikian, Kementerian ESDM bersama Komisi Teknis 27-04 Bioenergi telah menyusun SNI Bioavtur Murni/Biojet dan telah terbit pada tahun 2018 dengan nomor 8674:2018.

Serta dalam perjalananya, kini PT Pertamina (Persero) dan ITB telah melakukan uji coba co-processing kerosene dengan minyak nabati untuk menghasilkan prototype produk bioavtur.

Serangkaian uji karakteristik material bahan bakar telah dilakukan meliputi titik nyala densitas, titik beku, kestabilan termal JFTOT, aromatik, titik kabut, LHV, viskositas dan specific gravity.

 

Proses Pengembangan Bioavtur

Pertamina uji coba penggunaan Bioavtur J2.4 pada pesawat CN235. (Dok Pertamina)
Pertamina uji coba penggunaan Bioavtur J2.4 pada pesawat CN235. (Dok Pertamina)

Adapun pelaksanaan pengembangan bioavtur dilakukan di Unit Treated Distillate Hydro Treating (TDHT) Refinergy Unit (RU) IV Cilacap PT Pertamina (Persero) yang menghasilkan J2.0 pada tahun 2020 dan J2.4 pada awal tahun 2021.

Selanjutnya, bahan bakar campuran bioavtur dihasilkan dari bahan baku 2 persen dan 2,4 persen refined bleached degummed palm kernel oil (RBDPKO) dengan menggunakan katalis merah putih.

“Perjalanan panjang sudah dilalui sampai saat ini dengan melibatkan banyak pihak, Co-Processing bioavtur skala laboratorium dimulai di pusat rekayasa katalis ITB dengan menggunakan bahan Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) dengan katalis Merah Putih yang diciptakan oleh tim ITB,” ujarnya.

Demikian, keberhasilan uji terbang memakai bahan bakar Bioavtur J2.4 atau avtur sawit akan menjadi tahap awal dalam peningkatan kontribusi bioavtur di sektor transportasi udara, dalam rangka meningkatkan ketahanan dan keamanan energi nasional.

“Tentunya kita tidak akan berhenti dan berpuas diri di tahapan ini penelitian dan pengembangan harus dilakukan untuk nantinya dapat dihasilkan produk J100 dan penggunaan bio avtur dapat diterapkan pada seluruh maskapai di Indonesia dan juga penerbangan mancanegara,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya