Dampak Kenaikan Tarif Cukai, Tenaga Kerja Bisa Kena Getah

Kenaikan tarif cukai rokok dikhawatirkan menimbulkan dampak ganda terhadap menurunnya produksi tembakau hingga pengurangan tenaga kerja.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Nov 2021, 17:30 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2021, 17:30 WIB
20160119-Buruh-Tembakau-AFP
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau memproduksi rokok kretek di Malang Jawa Timur, (24/6/2010). (AFP/AMAN RAHMAN)

Liputan6.com, Jakarta Rencana Pemerintah menaikkan tarif cukai rokok yang akan diumumkan di akhir tahun ini mendapat sorotan dari banyak kalangan, termasuk Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi. Dalam pernyataannya, Fathan mengharapkan agar Pemerintah berhati-hati dalam penerapan cukai rokok.

“Rencana Pemerintah menaikkan target penerimaan cukai khususnya Cukai Hasil Tembakau (CHT), memang menjadi perhatian kita bersama. Pemerintah harus menimbang secara arif agar kebijakan yang diambil tidak memperburuk situasi perekonomian yang saat ini belum benar-benar pulih akibat dampak dari pandemi COVID-19”, ujar Fathan dikutip, Sabtu (20/11/2021).

Menurut Fathan, DPR mewakili masyarakat telah mendengarkan banyak aspirasi, dan terbuka menerima masukan. Kebijakan kenaikan tarif CHT dikhawatirkan menimbulkan dampak ganda terhadap menurunnya produksi tembakau hingga pengurangan tenaga kerja.

“Kita semua paham IHT merupakan industri padat karya yang jadi salah satu penggerak perekonomian Indonesia. Sehingga apabila keputusan mengenai cukai tidak tepat, praktis ekonomi terganggu dan berpotensi mengganggu upaya pemerintah yang tengah berupaya memulihkan perekonomian pasca Pandemi COVID-19”, sambung Fathan.

Wakil Ketua Komisi XI ini berharap, demi pemulihan ekonomi nasional, pemerintah sebisa mungkin tidak membuat kebijakan yang justru memperkeruh keadaan. Pemerintah semestinya memberikan perlindungan kepada industri padat karya seperti Sigaret Kretek Tangan (SKT) untuk tetap bisa bertahan demi perlindungan tenaga kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan cara tidak menaikkan tarif cukai SKT pada 2022.

“Yang kita harapkan, pembuatan kebijakan atau rencana kenaikan cukai di tahun 2022, pemerintah jangan hanya memikirkan aspek kesehatan namun juga aspek penerimaan negara, ketenagakerjaan hingga peredaran rokok ilegal. Sebaiknya kebijakan cukai rokok juga perlu memperhitungkan dampak terhadap perekonomian rakyat kecil”, tutup Fathan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Perburuk Nasib Buruh

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kekhawatiran juga diutarakan oleh Badaruddin, Sekjen Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) Kudus, Jawa Tengah. Ia menegaskan bila kenaikan cukai terjadi, pabrikan akan melakukan sejumlah penyesuaian sehingga dapat memperburuk nasib buruh.

“Pabrikan akan mengencangkan ikat pinggang. Mulai dari pengurangan bahan baku dan yang pasti pengurangan tenaga kerja. Pabrikan akan mengkalkukasi pengeluaran, dan jelas pengeluaran dari sisi karyawan salah satunya,” ujar Badaruddin.

Segmen SKT sebagai penyerap utama tenaga kerja di IHT dinilai akan merasakan dampak paling signifikan jika terjadi kenaikan cukai. Buruh SKT yang membuat rokok secara manual dan diberikan upah sesuai dengan hasil produksi rokok yang dihasilkan akan mengalami penurunan pendapatan signifikan jika permintaan produksi rokok SKT berkurang.

Di Kudus sendiri, lanjut Badaruddin, terdapat sekitar 78 ribu buruh industri rokok. Sekitar 85 persen dari total buruh tersebut adalah kaum perempuan yang bekerja sebagai buruh linting di SKT. Mereka adalah kaum perempuan yang berusaha mandiri, bahkan tak sedikit yang menjadi tulang punggung keluarga. “Kalau industrinya tertekan, pabriknya menyerah, bangkrut, mau pindah kerja ke mana lagi? Industri ini yang mau dan mampu menyerap tenaga kerja perempuan, yang mayoritas tamatan SD dan SMP,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya