Liputan6.com, Jakarta Sidang Paripurna DPR-RI Ke-10 mengesahkan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang yang Pemerintah ini memuat 12 bab dan 193 pasal dengan masa pembahasan selama 6 bulan. Sebelum disahkan, Wakil Ketua DPR-RI Sufmi Dasco Ahmad bertanya kepada para peserta sidang yang hadir secara fisik dan secara daring.
Baca Juga
"Apakah Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ini dapat disetujui untuk disahkan sebagai Undang-Undang?," tanya kepada peserta sidang dalam Sidang Paripurna Ke-10 di Komplek Gedung DPR-RI, Jakarta, Selasa (7/12).
Advertisement
"Setuju," jawab para peserta serempak sidang.
Didalam UU yang baru saja disahkan tersebut berisi 12 bab yang mengatur hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Adapun 12 isi bab tersebut antara lain berisi tentang ketentuan umum, pajak daerah dan retribusi daerah, pengelolaan belanja daerah, pembiayaan utang daerah, pembentukan dana abadi. Lalu sinergi pendanaan, sinergi kebijakan fiskal nasional, ketentuan pidana, ketentuan lain-lain, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Wakil Ketua Komisi XI, Fathan mengatakan dari 9 fraksi yang ada di komisi XI, hanya fraksi PKS yang menyatakan menolak RUU HKPD disahkan menjadi Undang-Undang.
Salah satu alasannya karena regulasi tersebut memperkuat re-sentralisasi pemerintahan. Selain itu, adanya bab tentang pembiayaan utang daerah berpotensi meningkatkan utang negara melalui pembiayaan daerah.
"PKS menolak dan menyerahkan keputusannya dalam pengambilan keputusan ke tingkat II," kata Fathan.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bagian dari Reformasi Kebijakan
Menteri Keuangan Sri Mulyani yang hadir dalam Sidang Paripurna tersebut menjelaskan UU HKPD ini dibuat tidak hanya untuk kepentingan kebijakan fiskal, melainkan bagian dari reformasi kebijakan secara menyeluruh.
Undang-Undang dibuat bukan untuk mengambil alih hasil pemungutan pajak di daerah, tetapi memperkuat belanja daerah agar lebih efisien dan bersinergi dengan pemerintah pusat.
"Ini semata untuk mewujudkan pelayanan publik dan kesejahteraan yang lebih baik, bukan re-sentralisasi," kata dia.
Sehingga kata dia, UU HKPD perlu dipahami sebagai upaya bersama dalam meningkatkan desentralisasi fiskal.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement