Waspada Risiko Melonjaknya Harga Minyak Dunia, Apa Saja?

Berbagai gejolak geopolitik di Eropa, ditambah dengan rencana Teh Fed soal kenaikan suku bunga, membuat harga minyak dunia terus terkerek.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Jan 2022, 14:11 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2022, 14:11 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, Jakarta Berbagai gejolak geopolitik di Eropa, ditambah dengan rencana Teh Fed soal kenaikan suku bunga, membuat harga minyak dunia terus terkerek.

Saat ini harga minyak dunia telah mencapai USD 88 per barel. Secara tahunan, harga ini mengalami kenaikan hingga 64 persen.

"Perlu diperhatikan efek harga minyak dunia yang naik dan volatilitas nilai tukar," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Senin (31/1/2022).

Kenaikan harga minyak dunia ini bisa memengaruhi biaya logistik untuk impor bahan baku/penolong ke Indonesia. Naiknya biaya logistik tersebut bisa menyebabkan produsen menaikkan harga di tingkat konsumen.

"Biaya logistik yang mahal untuk impor akan sebabkan produsen menyesuaikan harga di level konsumen," kata dia.

Bhima melanjutkan, cepat atau lambat, biaya di sisi produsen akan diteruskan ke harga jual produk akhir. Khususnya elektronik, makanan minuman dan sparepart otomotif.

Gangguan rantai pasok global juga sangat dipengaruhi merebaknya kasus varian omicron di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Belum lagi ketegangan yang terjadi di Ukraina, menjadi pemicu lainnya kenaikan harga minyak dunia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Dampak ke Inflasi

Ilustrasi Tambang Minyak (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Tambang Minyak (Liputan6.com/M.Iqbal)

Untuk itu Bhima menilai berbagai risiko global juga harus diperhatikan karena bisa memengaruhi spekulasi di pasar komoditas energi.

"Semoga tidak terjadi all out war ya dengan proxy Ukraina. Kalau sampai harga minyak mentah menembus USD 100 per barel, maka inflasi akan liar disertai depresiasi nilai tukar dan dampak ke Indonesia terjadi imported inflation," tutur Bhima.

Namun, sejauh ini keberadaan energi masih dijaga pemerintah dengan cara subsidi dan DMO. Tetapi hal ini tidak bisa dikesampingkan karena adanya kekhawatiran naiknya harga BBM, subsidi tarif listrik hingga LPG yang bisa memicu inflasi pada semester II.

"Banyak hal yang perlu jadi perhatian dari sisi energi karena harga minyak dunia terus naik signifikan," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya