Indonesia Bakal Masuk Negara Menengah Atas di 2022, tapi Banyak Tantangan

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa percaya tren pemulihan ekonomi nasional sedang berada dalam jalur positif.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 21 Feb 2022, 15:28 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2022, 15:20 WIB
FOTO: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa percaya, tren pemulihan ekonomi nasional sedang berada dalam jalur positif. Dengan demikian, ia berharap Indonesia bisa kembali masuk menjadi negara berpendapatan menengah ke atas, atau upper middle income country.

"Sehingga 2023 menjadi penting untuk sebagai titik percepatan pertumbuhan ekonomi lagi. Sehingga dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 yang diharapkan minimum di 5,3 persen dapat mengembalikan status Indonesia ke upper middle income di tahun 2022," tutur Kepala Bappenas dalam sesi bincang virtual, Senin (21/2/2022).

Pada tahun ini, pemerintah memproyeksikan momentum pemulihan ekonomi Indonesia dengan sasaran pertumbuhan 5,2-5,5 persen, baik secara nasional maupun daerah.

"Meskipun demikian, ada beberapa tantangan yang perlu dijawab, yaitu recovery gap dalam pemulihan ekonomi Indonesia," imbuh Suharso.

Pertama, ia melihat adanya kesenjangan pertumbuhan ekonomi di tiap wilayah. Seperti diketahui, ekonomi di Maluku Utara, Papua hingga Sulawesi Tengah berhasil tumbuh double digit pada 2021 lalu. Sementara Bali dan Papua Barat masih terkontraksi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Industri Masih Terkontraksi

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2017  Optimis Capai 5,3 Persen
Pemandangan gedung-gedung bertingkat di Ibukota Jakarta, Sabtu (14/1). Hal tersebut tercermin dari perbaikan harga komoditas di pasar global. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Begitu pun pertumbuhan di beberapa subsektor industri yang masih terkontraksi, di antaranya subsektor industri pengolahan, barang logam, hingga kertas.

"Kemudian PDB riil kita per kapita memang belum kembali ke level prakrisis. Tapi PDB nominal per kapita tahun 2021 sudah di atas level practices. Pada saat yang sama, kita masih mengalami efek lupa (scarring effect) pasca-Covid-19 pada sisi ekonomi dan sosial," bebernya.

Selain itu, terjadi juga penurunan produktivitas akibat pembatasan sosial, hilangnya pengetahuan (learning loss) di tingkat pelajar, hingga maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) atau job loss akibat pemulihan dunia usaha yang lambat.

"Yang penting juga, sebenarnya terkait dengan pembenahan sistem kesehatan nasional kita yang sampai sekarang ini sedang mengalami perbaikan," tukas Suharso.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya