Liputan6.com, Jakarta Mayoritas anak buah kapal (ABK) atau awak kapal perikanan yang bekerja di kapal ikan dalam negeri belum memiliki sertifikat yang menjadi prasayarat bekerja di laut dan kapal ikan.
Destructive Fishing Watch (DFW) menilai, hal ini sungguh ironis karena akan berdampak pada aspek keselamatan dan kesejahteraan awak kapal perikanan.
Baca Juga
Otoritas terkait yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) perlu melakukan koordinasi, pengawasan bersama atau inspeksi, dan memberikan sanksi kepada pemilik kapal dan perusahaan yang mempekerjakan awak kapal perikanan yang tidak memiliki sertifikat.
Advertisement
Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan, hasil kajian yang dilakukan pihaknya di Pelabuhan Perikanan Samudera Muara Baru Jakarta menemukan rendahnya tingkat kepemilikan sertifikat dasar ABK.
"Sebagian besar atau 94 persen awak kapal perikanan yang kami survey tidak memiliki sertifikat dasar sebagai ABK kapal ikan," kata Abdi, Rabu (1/6/2022). Sertifikat yang dimaksud adalah Sertifikat Keselamatan Dasar Perikanan atau BST-Fisheries.
Kondisi ini tidak sesuai dengan ketentuan PP 27/2021 tentang Penyelenggaran Bidang Kelautan dan Permen KP Nomor 33/2021 tentang Tata Kelola Pengawakan Kapal Perikanan.
"Ketentuan pasal 118, Permen KP No 33/2021 menyebutkan AKP yang bekerja di kapal ikan ukuran 30-300 GT wajib memiliki BST-F," ujar Abdi.
Â
Tak Paham Sertifikasi
Survei ini juga menemukan bahwa 27 persen ABK tidak mengetahui manfaat sertifikasi. "Padahal sertfikasi ini penting sebagai bukti eksistensi mereka sebagai awak kapal perikanan," imbuhnya.
Selain itu, ia juga menyoroti tidak sinkronnya kebijakan sertifikat kepelautan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Perhubungan.
"Untuk memperoleh sertifikat Keselamatan Dasar, ABK bisa mengikuti program pada dua kementerian namun standar biaya yang berbeda dan tidak sama antara KKP dan Kemenhub," bebernya.
Â
Advertisement
Risiko
Bahkan, ada program sertifikat ABK gratis oleh Kemenhub dalam rangka pemberdayaan masyarakat. "Akhirnya semacam ada persaingan antara KKP dan Kemenhub dalam program sertifikasi ABK," ungkap Abdi.
Peneliti DFW Indonesia, Imam Trihatmadja mencermati risiko kerja akibat ABK yang belum bersertifikasi. Menurut data Organisasi Buruh Internasional, setidaknya 24.000 orang meninggal dan 24 juta orang terluka setiap tahun di kapal penangkap ikan komersial.
"Di Indonesia setiap tahun kurang lebih 100 orang nelayan dan ABK yang mengalami kecelakaan kerja ketika melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut," tutur Imam.