Liputan6.com, Jakarta Beberapa waktu lalu Chairman CT Corp Chairul Tanjung mengungkap ada pengusaha dari kalangan perbankan yang memiliki harta hingga triliunan rupiah tapi belum tersentuh pajak. Harta tersebut berasal dari bisnis yang dijalankan namun tidak banyak diketahui orang.
Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui Staf Ahlinya, Yustinus Prastowo meminta Bos Trans Corp itu untuk bersikap persuasif. Memberikan informasi pengusaha yang dimaksud kepada Direktorat Jenderal Pajak agar segera ditindaklanjuti.
Baca Juga
"Terima kasih ke Pak CT (Chairul Tanjung) memberikan informasi untuk datang ke DJP untuk memberitahu siapa sebenarnya itu," kata Yustinus di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (2/8/2022).
Advertisement
Pras, sapaannya menilai, kemungkinan Chairul Tanjung mendapatkan data lama yang mencantumkan nama pengusaha yang dimaksud. Sebab, sejak pelaksanaan Tax Amnesty (TA) pada 2017, pemerintah telah melakukan integrasi data dari perbankan.
"Pak CT punya sumber primer, karena ini perbankan, kemungkinan itu data lama, karena pasca TA sudah diinformasikan dari perbankan," kata dia.
Dia melanjutkan, saat ini sudah ada keterbukaan akses dari perbankan kepada pemerintah. Bila orang yang dimaksud CT seorang nasabah, maka dia pasti memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Potong Pajak Otomatis
Wajib pajak dengan harta miliaran hingga triliunan, kata Pras sudah pasti telah dilakukan pemotongan pajak.
"Deposan dan nasabah atau debitur ini harus punya NPWP, kalau (hartanya) triliunan bunganya dipotong pajak. Tapi kalau dari proyeksi itu kemungkinan kecil nasabah lolos," kata dia.
Pras berharap data yang diungkap CT merupakan data lama. Namun bila sebaliknya, pemerintah berjanji akan menindak orang kaya yang dimaksud CT.
"Mudah-mudahan itu adalah data lama, DJP akan fair menindaklanjuti dan ini jadi trigger yang dapat informasi untuk menyampaikan ke otoritas pajak," pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Penerimaan Pajak Semester II 2022 Diproyeksi Seret, Kenapa?
Kementerian Keuangan memprediksi penerimaan pajak di semester II 2022 tak sekuat perolehan di sementer I 2022. Meski, masih akan tetap tumbuh kedepannya.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menyampaikan pertumbuhan penerimaan pajak akan mengikuti tingkat pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Apalagi, adanya pengaruh dari kenaikan harga beberapa jenis komoditas.
"Penerimaan perpajakan itu hasil dari kegiatan ekonomi, kalau ekonominya bagus, ya penerimaan pajaknya bagus," kata dia dalam Media Briefing di Direktorar Jenderal Pajak, Selasa (2/8/2022).
Untuk diketahui, penerimaan pajak periode Januari-Juni 2022 mencapai Rp 868,3 triliun. Angka ini merupakan 58,5 persen dari target dengan peningkatan 55,7 persen dari periode yang sama di tahun lalu.
Suryo mengungkap, penerimaan pajak di semester II tak akan sekuat paruh pertama. Alasannya, ada beberapa program yang tak akan terulang pada semester II 2022.
Yakni, tak adanya program pengungkapan sukarela (PPS) dan PPh OP atau Badan Tahunan yang tak akan terulang. Sehingga berpengaruh pada volume pendapatan dari pajak.
Kondisi Ekonomi Global
Selain itu, kondisi ekonomi global juga jadi perhatian. Khususnya yang bakal berimbas pada masyarakat di dalam negeri.
"Maka tadi kami sampaikan di awal, kita musti waspada juga pertumbuhan ekonomi dunia situasi ekonomi dunia yang mungkin menjadi titik cerita kemungkinan ada gak yang merembes ke dslam negeri, ini yang mesti diwaspadai," terangnya.
Faktor lainnya, posisi baseline di semester II 2021 tercatat lebih tinggi dari semester I 2021. Bisa dikatakan, hal ini turut mempengaruhi besaran besaran pertumbuhan penerimaan pajak nantinya.
"Kami expect memang akan sedikit kekuatan pertumbuhannya (lebih rendah) mengingat semester I (2021) basisnya lebih rendah, dan semester II (2022) kalau kita bandingkan dengan tahun 2021 memang agak sedikit berbeda," bebernya.
Advertisement