Pemerintah Siapkan Mekanisme Transisi Energi

Perlu persiapan matang untuk menerapkan jenis pungutan dengan skema baru seperti pajak karbon.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Sep 2022, 21:33 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2022, 20:15 WIB
Hutan Bakau di Pesisir Marunda Memprihatinkan
Kondisi hutan bakau di pesisir kawasan Marunda, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Tutupan hutan tersebut berakibat bertambahnya emisi karbon dioksida hingga 4,69 kilo ton. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar baru mengenai pengenaan pajak karbon di Indonesia. Setelah terunda beberapa kali, pajak karbon dijanjikan akan rilis sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang berlangsung di Bali Nanrti.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin menjelaskan, pemerintah sangat berkomitmen untuk menjalankan pajak karbon sebelum pertemuan G20 pada November 2022.

Menurutnya, perlu persiapan matang untuk menerapkan jenis pungutan dengan skema baru seperti pajak karbon. Selain itu, pajak karbon tidak signifikan meningkatkan penerimaan pajak. Pemerintah lanjutnya, juga ikut mengeluarkan biaya dalam mengadministrasi pajak karbon.

“Sebetulnya carbon tax dari sisi revenue tidak terlalu besar revenue-nya, kan kalau kita mengeluarkan pajak jenis baru itu ada administrative cost of tax-nya,” ujarnya dikutip dari Belasting.id, Kamis (15/9/2022).

Masyita menyampaikan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk administrative cost dari pengenaan pajak karbon dengan pajak karbonnya hampir seimbang.

Kendati demikian, dia menilai pajak karbon tetap perlu diimplementasikan sebagai bentuk dukungan untuk transisi energi dan ekonomi yang ramah lingkungan, serta untuk mengurangi emisi karbon.

 

Peta Jalan

Hutan Bakau di Pesisir Marunda Memprihatinkan
Warga memancing di dekat hutan bakau yang tersisa di pesisir Marunda, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Tutupan hutan tersebut berakibat bertambahnya emisi karbon dioksida hingga 4,69 kilo ton. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Masyita menerangkan roadmap menuju implementasi pajak karbon tengah disusun. Adapun komponennya mencakup pasar karbon (carbon market), carbon credit, regulasi.

Selain itu, memilah institusi sebagai carbon exchange yang juga secara paralel dipersiapkan pemerintah bersama komponen lainnya.

Sekedar informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa implementasi pajak karbon perlu dikalibrasi ulang lantaran Indonesia sedang dilanda krisis energi dan pangan.

Maysita pun menuturkan hal yang sama. Penerapan pajak karbon, sambungnya, masih perlu dikaji agar tidak terkesan buru-buru dan dengan memperhatikan kondisi perekonomian dalam negeri.

Pasalnya, dalam UU No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pajak karbon dijadwalkan berlaku mulai April 2022. Lalu diumumkan mundur jadi Juli 2022, dan sampai saat ini kembali mundur sampai waktu yang belum jelas.

Usai PLTU, Pajak Karbon Bakal Menyasar Sektor Transportasi

Mengais Rezeki dari Kemacetan di Tol Cipali
Pedagang menawarkan daganganya ke para pemudik di Jalan tol Cikopo - Palimanan KM 73, Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (30/4/2022). Padatnya arus lalu lintas ruas tol trans jawa, membuat pedagang asongan turun ke jalan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, pajak karbon yang tadinya bakal diterapkan pada 1 Juli 2022 kembali ditunda untuk kedua kalinya. Pemerintah melihat adanya faktor ketidakpastian di tingkat global dan menimbang kembali kesiapan pelaku industri dalam menerapkan pajak karbon.

Kementerian ESDM menyatakan bahwa dalam penerapan pajak tersebut, pemerintah akan memfokuskan PLTU berbasis batu bara untuk tahap pertama. Ke depan setelah PLTU batu bara, pajak karbon bakal menyasar ke sektor transportasi.

Menteri ESDM Arifin Tasrif pun meminta masyarakat menggunakan sumber energi bersih untuk kebutuhan transportasi dengan berevolusi dalam kendaraan bermotor. Jika saat ini dominasi kendaraan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dan akan didorong bergeser menggunakan sumber energi listrik.

Pergeseran pola transportasi dibutuhkan dalam jangka panjang. Pasalnya, harga energi fosil akan makin mahal dan ditambah potensi bertambahnya beban pajak untuk penggunaan energi tidak terbarukan.

"Inilah evolusi kendaraan bermotor, yang tadinya bermotor bakar menjadi berlistrik. Apabila tetap menggunakan bahan bakar fosil, akan semakin mahal. Belum lagi ke depannya nanti kena pajak karbon. Jadi memang kita harus beralih ke energi bersih terbarukan yang memang sumbernya di alam," katanya dikutip dari Belasting.id, Selasa (6/9/2022).

 

Transisi

Oleh karena itu, Menteri ESDM mendukung penuh upaya transisi kendaraan bermotor menjadi berbasis baterai listrik.

Menurutnya, pemerintah membuka kesempatan kepada semua pihak dalam upaya transisi energi ramah lingkungan. Hal tersebu berlaku pada sektor transportasi seperti mobil listrik atau motor listrik.

"Jadi memang siapa pun bisa ikut, bagaimana kita bisa mendorong demand kendaraan listrik," terangnya.

 

Infografis Dugaan Suap di Kantor Pajak. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Dugaan Suap di Kantor Pajak. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya