28 Negara Minta Tolong ke IMF, Pedagang Pasar Minta Pemerintah Jaga Pangan

28 negara sudah meminta bantuan ke Dana Moneter Internasional (IMF). Hal ini karena ekonomi negara-negara tersebut sudah mengalami pelemahan dalam.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 12 Okt 2022, 18:36 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2022, 18:35 WIB
Selama PPKM, Inflasi Agustus 2021 Diperkirakan 0,04 Persen
Pedagang melayani pembeli kebutuhan pokok di kiosnya di Pasar Lembang, Tangerang, Selasa (24/8/2021). Bank Indonesia (BI) memperkirakan, Indeks Harga Konsumen (IHK) alias inflasi akan berlanjut pada bulan Agustus 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri, meminta pemerintah mengencangkan ikat pinggang guna menghadapi prospek ekonomi gelap akibat berbagai krisis yang menghadang. Utamanya, dengan menjaga stok dan harga pangan di tingkat nasional.

Seperti diketahui, 28 negara sudah meminta bantuan ke Dana Moneter Internasional (IMF). Hal ini karena ekonomi negara-negara tersebut sudah mengalami pelemahan dalam.

Abdullah mengatakan, meskipun pemerintah masih cenderung percaya diri dalam menghadapi krisis ekonomi ke depan, ia melihat potensi pedagang pasar terimbas sangat besar.

"Mungkin saat ini kita harus fokus di persoalan pangan, karena di negeri ini persoalan pangan kan seringkali jadi masalah. Ada lonjakan, ada kekurangan, ada berhentinya pasokan," kata Abdullah kepada Liputan6.com, Rabu (12/10/2022).

Terlebih di musim hujan, dimana harga komoditas pangan cenderung fluktuatif. Kendati begitu, ia tak memungkiri harga pangan saat ini relatif stabil, lantaran secara permintaan tidak terlalu tinggi dan produksinya aman.

"Yang bahaya adalah di musim penghujan, musim dimana banyak komoditas yang memang kesulitan. Itu yang perlu membuat kita mewaspadai, mempersiapkan pangan kita ke depan, sampai kuartal akhir (2022) dan kuartal pertama 2023. Ini yang harus dipikirkan pemerintah saat ini," pintanya.

Abdullah mengaku masih pesimistis dengan persiapan pemerintah terkait pangan, lantaran kecukupan stok komoditas utama seperti beras masih dipertanyakan. Dia pun tak ingin secara pasokan dan harga itu kembali terganggu, khususnya mendekati periode Natal dan Tahun Baru 2023 (Nataru) mendatang.

"Contoh, serapan Bulog terhadap beras itu lebih rendah dibanding tahun kemarin. Artinya apa, memang stok yang dimiliki Bulog menipis," keluh Abdullah.

Apabila stok cadangan Bulog menipis, otomatis harga beras disebutnya akan makin mahal. Sehingga beras yang jadi bahan pangan wajib sebagian besar masyarakat Indonesia bisa mengganggu pergerakan ekonomi.

"Penyumbang terbesar inflasi itu di pangan. Jadi itu yang harus diwaspadai pemerintah di bulan-bulan yang akan datang," tegas Abdullah.

28 Negara Antre Minta Bantuan IMF, Indonesia Bisa Masuk Barisan Juga?

FOTO: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Presiden Joko Widodo mengungkap ada sekitar 28 negara yang antre ke Dana Moneter Internasional (IMF) karena kondisi ekonominya. Indonesia diprediksi bisa ikut dalam antrean tersebut.

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita menilai, Indonesia bisa saja masuk menjadi salah satu pasien IMF. Itu bisa terjadi jika Indonesia tak mampu memitigasi potensi resesi sejak dini.

"Dengan kondisi global dan domestik saat ini, tak menutup kemungkinan Indonesia akan masuk barisan antrian jika tak serius memitigasi resesi global ini di level domestik," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (12/10/2022).

Dalam langkah mitigasi tersebut, Ronny menyebut salah satunya bisa dilakukan melalui bantuan sosial. Apalagi, pemerintah sudah mengurangi porsi subsidi emergi, sehingga bansos lainnya bisa dialokasikan dari uang negara.

Dengan pengurangan subsidi energi, disambung dengan menurunnya harga minyak dunia, Ronny memandang kalau ruang fiskal untuk menopang bansos di masyarakat. Bansos ini, bisa diprioritaskan ke aspek-aspek penting guna menambah daya tahan masyarakat.

"Biasanya, pemerintah akan bersedia memberikan ruang fiskal yang cukup lebar untuk tambalan sosial ekonomi, jika ruang fiskal untuk cicilan dan bunga utang juga lebar," terangnya.

"Sebagaimana kita lihat tahun ini, pemerintah memilih mengurangi subsidi dan kompensasi energi, karena membebani anggaran terlalu besar, hampir sama besar dengan cicilan dan bunga utang, sehinga ruang untuk bermanuver secara fiskal menjadi sangat sempit," tambah dia.

 

Ruang Fiskal Cukup

FOTO: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dia menilai, ketika pemerintah mengurangi subsidi dan kompensasi energi, terdapat ruang fiskal yang cukup untuk mengalirkan anggaran ke belanja lain. Terutama belanja sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT).

Kendati begitu, dia meminta pemerintah memberikan bansos tak sebatas pada bantuan tunai. Tapi bisa diberikan dalam bentuk pelatihan.

"Nah, di tahun depan, dengan peningkatan penerimaan pajak, berkurangnya belanja subsidi energi, dan turunnya harga minyak dunia, saya kira, ruang fiskal untuk bansos akan semakin lebar. Bahkan seharusnya bentuk dan jenisnya harus diperbanyak, tidak melulu berjenis cash transfer, tapi pemberdayaan atau empowerment," bebernya.

Bahlil Percaya Diri

FOTO: IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengaku telah mendengar perihal 28 negara yang kini tengah menjadi pasien IMF, atau Dana Moneter Internasional.

Itu menjadi bukti bahwa situasi ekonomi global kini tengah dalam keadaan gelap. Namun, dia meyakini Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa memimpin Indonesia keluar dari kegelapan tersebut.

"Jadi ekonomi global ini lagi dalam keadaan gelap.Bagaimana Indonesia? Di balik kegelapan itu, ini pertarungan leadership pemimpin. Pak Jokowi, Presiden RI, sudah teruji dalam proses bagaimana mengendalikan Covid-19 dan ekonomi," ujarnya di Fairmont Hotel, Jakarta, Rabu (12/10/2022).

Dunia yang kini dirundung awan gelap itu lantaran adanya ancaman resesi yang tengah dihadapi banyak negara.Tapi kembali, ia optimistis Jokowi bakal jadi juru selamat.

"Tentu resesi itu menjadi suatu momok. Tapi kalau saya confident, karena pak Presiden sangat hati-hati dalam membuat policy-nya. Sudah terbukti pada saat Covid-19, orang bahkan menganggap kita bukan siapa-siapa, bukan apa-apa," tuturnya.

Punya Banyak Sumber Daya

"Tanpa bermaksud sombong, saya pikir kita punya resources yang banyak. Pasarnya juga baik. Insya Allah daya dukung populasi yang banyak ini membuat kita bisa mempertahankan diri dalam resesi ini," sambung Bahlil.

Supaya Indonesia tak ikut terjerumus dalam lubang resesi, pemerintah disebutnya terus berupaya untuk memperkuat ketahanan ekonomi di dalam negeri. Caranya, dengan membangkitkan potensi-potensi ekonomi mulai dari sektor terkecil seperti UMKM.

"Saya berterimakasih, saya di Kementerian Investasi itu bekerjasama dengan kementerian lain dalam membangun akses-akses infrastruktur untuk membangun pertumbuhan kawasan ekonomi baru," pungkas Bahlil.

  

Infografis Ragam Tanggapan 28 Negara Antre Jadi Pasien IMF. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Ragam Tanggapan 28 Negara Antre Jadi Pasien IMF. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya