Liputan6.com, Jakarta ASEAN saat ini menjadi kawasan tujuan investasi global terbesar pasca pandemi COVID-19. Di saat arus investasi dunia menurun drastis, turun 33% dari USD 2 triliun pada 2015 menjadi USD 1,3 triliun pada 2023, Asia Tenggara justru mencatatkan pertumbuhan signifikan sebesar 92%, dari USD 120 miliar menjadi USD 230 miliar di periode yang sama.
Meski demikian, di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh perang tarif yang masih berlangsung, Indonesia harus proaktif.
Baca Juga
“Negara tetangga sudah menjemput bola, Indonesia jangan sampai ketinggalan. Pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk mendorong masuknya arus investasi asing. Tidak hanya fokus kepada tujuan jangka panjang, tetapi juga capaian jangka pendek yang bisa diraih melalui deregulasi yang tepat sasaran,” ujar Center for Market Education (CME) Chief Economist Alvin Desfiandi dalam keterangan tertulis, Kamis (16/4/2025).
Advertisement
Bukan sekedar angka, arus modal yang masuk ke Indonesia berdampak langsung dan nyata terhadap masyarakat luas, mulai dari pelaku UMKM hingga jaringan pemasok lokal.Indonesia sejatinya tidak tinggal diam.
Indonesia sudah menjalankan sejumlah fundamental reforms. Namun, meminjam istilah Bank Dunia, tantangan ke depan ada pada efficiency reforms: reformasi yang mendorong produktivitas dan daya saing. Menurut Bank Dunia, inilah jalan krusial agar Indonesia bisa naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi sesuai visi Indonesia Emas 2045.
Saat ini, kontribusi FDI terhadap PDB Indonesia masih di bawah 2%, dibawah negara tetangga seperti Vietnam yang sudah mencapai 4–5%. Yang lebih mengkhawatirkan, sebagian besar FDI ke Indonesia masih bersifat market-seeking, yang mengandalkan demografi raksasa Indonesiasemata tanpa mendorong produktivitas atau ekspor.
Lapangan Kerja
FDI yang bersifat market seeking cenderung menghasilkan pertumbuhan rendah dan upah rendah, alih-alih efficiency-seeking, investasi yang berorientasi pada efisiensi biaya, optimalisasi produksi, dan penciptaan lapangan kerja berkualitas.
Berbeda dengan korporasi multinasional yang kerap hanya berorientasi pasar domestik, UKM global (global SMEs)cenderung lebih agile dan adaptif.
Alvin menambahkan, untuk memperkaya ekosistem investasi dan membuka ruang bagi pelaku yang lebih beragam dan berdampak, kebijakan yang lebih inklusif, termasuk peninjauan ulang persyaratan modal minimum, perlu dipertimbangkan secara serius.
Advertisement
Gapai Pertumbuhan Ekonomi 8%, Indonesia Butuh Investasi Rp 13.446 Triliun dalam 5 Tahun
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 8% dibutuhkan investasi sebesar USD 800 miliar atau Rp 13.446 triliun (kurs Rp 16.808).
"Mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2028, dan menargetkan investasi sekitar USD800 miliar dalam lima tahun ke depan," kata Airlangga dalam acara Indonesia-Rusia Business Forum, Jakarta, Senin (14/4).
Airlangga menyebut strategi utama pemerintah adalah melanjutkan penguatan nilai tambah di sektor manufaktur serta pendalaman rantai pasok industri, yang lebih dikenal dengan istilah hilirisasi industri.
Adappun yang dimaksud dengan Fokus hilirisasi industri antara lain pada mineral-mineral penting seperti nikel, tembaga, bauksit, dan juga produk pertanian seperti kelapa sawit, agar memiliki nilai tambah tinggi sebelum diekspor.
"Dalam sektor mineral, Indonesia dapat bekerja sama dengan Rusia dalam hal teknologi, bahan baku, serta pasar," jelas Airlangga.
Kerja Sama Energi dengan Rusia
Dia mengaku pemerintah juga telah membahas kerja sama energi dengan Rusia melalui perusahaan Gazprom, Novatek, dan Rosatom, termasuk untuk reaktor modular kecil, teknologi hidrogen, baterai, dan penangkapan karbon.
Selain itu, dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pemerintah memerlukan keahlian industri berat, alat berat, mobilitas untuk pertambangan, serta teknik lanjutan untuk baja dan aluminium.
"Di bidang pertanian, kami terbuka untuk kerja sama di bidang smart agriculture, pengelolaan food estate skala besar, dan penggunaan mesin pertanian," tutup dia.
Reporter: Siti Ayu Rachma
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
