Survei OJK: Tingkat Inklusi Keuangan Tembus 85,10 Persen, Literasi Keuangan 49,68 Persen

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis tingkat inklusi keuangan dan literasi keuangan terbaru tahun ini.

oleh Arief Rahman H diperbarui 29 Okt 2022, 15:54 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2022, 15:54 WIB
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam Puncak Bulan Inklusi Keuangan 2022 di Central Park, Jakarta, Sabtu (29/10/2022) (dok: Arief)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis tingkat inklusi keuangan dan literasi keuangan terbaru tahun ini. Angkanya menunjukkan peningkatan yang signifikan dari tiga tahun lalu.

Mengacu survei OJK, indeks inklusi keuangan berhasil tembus 85,10 persen dan indeks literasi keuangan berhasil tembus 49,68 persen di 2022. Besarnya angka ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi OJK dan seluruh pemangu kepentingan untuk menyusun strateg dan merancang produk ataupun layanan keuangan sesuai kebutuhan konsumen.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkap angka literasi dan inklusi telah mendekati rasio 3 banding 5. Artinya, 3 dari 5 orang yang mengakses produk keuangan telah mengerti betul tentang produk tersebut.

Dia mengatakan, kalau sebelumnya rasionya hanya 1 banding 2. Dimana tiap 2 orang yang mengakses keuangan, salah satuny belum betul-betul mengerti soal produk atau layanan yang diambil.

"Hasil dari survei nasional literasi inklusi keuangan angka itu sudah naik, sudah lebih mendekati 3 dari 5 yang mengerti literasinya," kata dia dalam Puncak Bulan Inklusi Keuangan 2022 di Central Park, Jakarta, Sabtu (29/10/2022).

Informasi, mengacu survei pada 2019 OJK mencatat, tingkat literasi dan inklusi keuangan nasional masih memiliki gap yang besar. Inklusi keuangan memang sudah mencapai 76,19 persen, namun literasi keuangan baru sekitar 38,03 persen.

Dengan begitu, ada peningkatan sekitar 8,91 persen untuk inklusi keuangan, dan peningkatan sekitar 11,65 persen. Angka ini cukup signifikan untuk peningkatan daalam 3 tahun terakhir.

 

Tantangan

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sering dan berulang kali menyebutkan ekonomi dunia akan gelap di 2023. Tidak ada yang memprediksi apa yang akan terjadi tahun depan.

Kendati demikian, Mahendra memandang ada tantangan yang perlu dihadapi seiring dengan peningkatan tingkat inklusi dan literasi keuangan ini. Utamanya dari sisi utilisasi produk atau layanan keuangan di masyarakat.

"Setelah literasinya naik, utilisasinya untuk ditawarkan berbagai akses kepada produk jasa keuangan harus terus ditingkatkan," kata dia.

"Kalau tidak maka tidak akan optimal itu mengapa kita perlu keluar dan reach out lebih banyak lagi di daerah-daerah yang justru masih memerlukan pendekatan yang lebih baik untuk program literasi, inklusi dan edukasi," tambahnya.

 

Target 90 Persen Inklusi Keuangan di 2024

Bank Indonesia Nobatkan BRI  Sebagai Bank Pendukung UMKM Terbaik
Ilustrasi pelayanan Bank Rakyat Indonesia.

Diberitakan sebelumnya, Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi optimistis bisa mengejar target inklusi keuangan di 2024 mendatang. Targetnya adalah 90 persen tingkat inklusi keuangan.

Mengacu pada target itu, berarti ada jarak yang perlu digenjot sekitar 5 persen dari tingkat inklusi keuangan saat ini dengan 85,10 persen.

Menurut dia, OJK berkomitmen penuh untuk mengejar target inklusi keuangan 90 persen di akhir 2024 sesuai arahan Jokowi. Hasilnya pun tak sia-sia, dimana pihak otoritas mengklaim program itu bisa membuat lebih banyak masyarakat paham soal produk dan jasa keuangan.

"Terus bagaimana kalau kita melihat tingkat literasi dan inklusi Indonesia, yang mana untuk 2022 segera kita sampaikan. Dan, bocorannya sangat menggembirakan kalau kita lihat pertumbuhannya," ungkapnya beberapa waktu lalu.

 

Minta Dilakukan Tiap Tahun

FOTO: Pengembangan Sistem Digital Perbankan di Tahun 2021
Teller menghitung uang di salah satu kantor cabang digital Bank BNI di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Regulator dinilai perlu mengawasi transaksi digital yang terjadi di Indonesia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Adapun survei literasi dan inklusi keuangan nasional ini sudah digawangi OJK sejak 2013, dengan waktu pelaksanaan setiap 3 tahun sekali. Namun, Friderica ingin ke depan itu bisa dilakukan setiap tahun.

"Tapi ketika saya masuk ke OJK, kalau bikin survei jangan tiap 3 tahun, khawatirnya pertumbuhan tiap tahunnya tidak sesuai target, nanti kita miss. Tahun depan kita akan lakukan survei setiap tahun," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya