Liputan6.com, Jakarta Badan Pangan Nasional (NFA) melaporkan, cadangan beras Bulog saat ini hanya tersisa 494,2 ribu ton. Angka itu jauh di bawah target yang ditetapkan, yakni 1,2 juta ton sampai akhir 2022.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menjelaskan, stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang digunakan untuk operasi pasar hanya 295,3 ribu ton saja. Sementara sisa 198,8 ribu ton merupakan beras komersial.
Gara-gara stok CBP untuk operasi pasar kian surut, pemerintah disebutnya bakal mengambil sikap untuk melakukan konversi stok beras komersial di Bulog menjadi CBP. Sehingga seluruh cadangan beras di Bulog dapat digunakan untuk operasi pasar.
Advertisement
"Kami sudah bersurat untuk mendorong stok komersial itu bisa dikonversi menjadi CBP, sehingga bisa melakukan intervensi," kata Arief dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR, Rabu (7/12/2022).
Lebih lanjut, ia menuturkan, hasil operasi pasar beras sejak Agustus 2022 memang cukup besar, mencapai 150-200 ribu ton per bulan. Itu lebih besar dari kisaran sebelumnya yang kurang dari 50 ribu ton.
Adapun hingga 5 Desember 2022, volume penyaluran beras dalam operasi pasar sudah mencapai 32 ribu ton.
Melihat situasi tersebut, Ketua Komisi IV Sudin lantas mempertanyakan janji Kementerian Pertanian (Kementan) yang akan menyediakan beras sebanyak 600 ribu ton dalam 6 hari untuk Bulog.
"Berarti yang Anda (Kementerian Pertanian) katakan ini tidak valid. Waktu itu saya berikan ke Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Anda maunya apa," singgungnya.
Menjawab pertanyaan Sudin, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi bersikukuh, data 600 ribu ton beras itu tersedia dan telah divalidasi ke 2.200 penggilingan.
Menurut dia, Kementan telah memastikan kepada setiap penggilingan stok serta rencana giling hingga akhir Desember 2022. Sehingga diperoleh total data sebanyak 600 ribu ton.
Ungkap Kebenaran Data Stok Beras, Buwas Siap Tempuh Jalur Hukum
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas), buka-bukaan terkait hasil pengecekan di lapangan soal ketersediaan beras di penggilingan. Hal ini guna menjawab laporan data Kementerian Pertanian (Kementan), yang mengklaim ketersediaan 600 ribu ton beras yang siap diserap Bulog.
Pria yang akrab disapa Buwas itu mengatakan, berdasarkan hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas), Bulog mendapat tugas untuk menjaga ketersediaan beras sebanyak 1,2 juta ton. Buwas mengaku telah berupaya segala cara untuk bisa menyerap tambahan 600 ribu ton itu, tapi yang didapat hanya 196 ribu ton saja sampai 5 Desember 2022.
"Kalau saya bilang 600 ribu ton, dari mana? Karena barangnya memang enggak ada. Sampai hari ini dengan kontrak kita sampai Desember di penggilingan, sama persis 1.000 persen datanya sama, itu hanya 196 ribu ton yang kita dapat. Mungkin tambahannya sedikit," ujarnya dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR RI, Rabu (7/12/2022).
Buwas menyatakan, data 600 ribu ton beras yang terdapat pada penggilingan di 24 provinsi itu 1.000 persen sama persis dengan yang ia pegang. Tapi, berdasarkan hasil pengecekan lapangan bersama Satgas Pangan, stok beras di penggilingan tidak ada sebanyak itu.
"Tentunya sebagian besar saya sudah kontrak dengan yang ada di data itu. Jadi pengecekan itu yang kita dapat data banyak, tapi sementara dia tidak berani kontrak sebanyak itu dengan Bulog. Jadi kita cek ulang, tapi kita hadirkan semua, supaya tahu, jangan-jangan dia yang bohong," ungkapnya.
Advertisement
Cuma Data Ketersediaan
Menurut dia, langkah pengecekan ini sengaja dilakukannya meskipun berada di luar tugas Perum Bulog selaku pihak penyerap beras. Pasalnya, Bulog sejauh ini hanya dikirimkan data terkait kesediaan, bukan barangnya.
"Jadi, yang tadinya ada 30.000 ton, padahal orang ini (penggilingan) kontrak sama kita, itu hanya adanya 3.000 ton. Tapi dalam data yang ada pada kita, dia memiliki 30.000 ton. Kontrak sama kita itu harganya Rp 10.200 per kg. Begitu yang 30.000 ton itu dia mintanya Rp 11.000. Dicek di lapangan, barangnya tidak ada sebanyak itu," paparnya.
"Bahkan harganya juga enggak masuk akal, karena di penggilingan itu ditanya, loh kan kamu kontrak sama kita. Kemarin harganya Rp 10.200, kenapa hari ini Rp 11.000? Disuruh naikan harga itu. Ini fakta, jadi saya bukan ngarang-ngarang," imbuh Buwas.
Menyikapi situasi ini, Buwas akhirnya memutuskan untuk hendak membawa kasus kebohongan publik terkait stok beras ini ke ranah hukum.
"Rekaman sudah ada. Ini saya minta diselesaikan secara hukum, karena apa, jangan pembohongan publik seenaknya aja. Ini menyangkut masalah perut masyarakat Indonesia. Jadi saya enggak berani bermain-main," tegas Buwas.
Pengalaman dengan Rini Soemarno
Pasalnya, ia tak ingin kasus seperti ini terus berulang. Buwas lantas menceritakan pengalamannya saat melakukan RDP dengan Menteri BUMN terdahulu, Rini Soemarno, dan mendapatkan laporan bahwa stok jagung di Garut surplus. Sementara Bulog dituding tidak mau membelinya.
"Pulang RDP ini saya berangkat ke Garut, sampai di Garut jam 1 malam. Yang ditunjuk itu sama sekali enggak ada. Ini fakta. Tapi kalau terus didiamkan dengan tidak secara hukum, ini akan diulangi lagi, percaya sama saya. Ini juga jangan sampai jadi masalah terus yang berlarut-larut," pungkas Buwas.
Advertisement