Serikat Pekerja PLN Dukung Pemerintah Hapus Kewenangan Swasta Jual Listrik Langsung

Serikat Pekerja PLN mendukung keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan skema Power Wheeling dari daftar inventaris masalah (DIM)

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 25 Jan 2023, 13:11 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2023, 13:11 WIB
PT PLN (Persero) membeli pasokan listrik yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Surakarta. Dok PLN
PT PLN (Persero) membeli pasokan listrik yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Surakarta. Dok PLN

Liputan6.com, Jakarta Serikat Pekerja PLN mendukung keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan skema Power Wheeling dari daftar inventaris masalah (DIM) dari Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Ketua Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Pusat, Abrar Ali menyatakan, haram hukumnya kembali memasukkan power wheeling dalam RUU tersebut, karena sebelumnya Presiden RI telah mengeluarkan skema tersebut dari daftar inventaris masalah (DIM).

“Haram hukumnya kembali memasukkan power wheeling dalam RUU EBET tersebut. Presiden RI Joko Widodo telah mengeluarkannya dari DIM, karena skema ini dinilai sangat membebani pemerintah dari sisi keuangan. Itu sebabnya Presiden Joko Widodo mengeluarkannya,” kata Abrar dalam siaran pers, di Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Adapun skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik milik PLN. Skema ini diklaim memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit non-PLN ke fasilitas operasi perusahaan dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN

Abrar juga meminta kepada seluruh stake holder PLN, untuk terus mengawal pembahasan RUU EBET tersebut. Pasalnya, dalam hal pengadaan energi listrik, konsep multi buyer-single seller (MBSS) yang diberlakukan saat ini, juga dinilai sangat merugikan negara.

Menurut Abrar konsep ini sesungguhnya merupakan pola unbundling, padahal pola unbundling itu sendiri sudah dibatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD Pasal 33. Kemudian UU tersebut diganti dengan UU No.30/2009 tentang ketenagalistrikan, dengan menghilangkan unbundling.

Abrar menilai, sikap Presiden RI Joko Widodo menolak memasukkan power wheeling dalam DIM RUU EBET, sudah sangat tepat. Dia pun mengapresiasi sikap pemerintah ini. Pasalnya, di negara lain power wheeling itu ada yang sukses penerapannya. Tapi tidak dapat langsung diimplementasikan di negara ini, karena jelas berbeda karakter dalam segala hal, termasuk sejarah keberadaan perusahaan listrik nasional di tanah air.

"Kita harus ingat juga bahwa perusahaan ini (PLN) adalah salah satu aset bangsa yang terbesar, sehingga pengelolaannya harus murni dilakukan putra putri bangsa ini juga,” tandas Abrar.

Konsumsi Listrik 2022 Naik 6,15 Persen, Sinyal Pertumbuhan Ekonomi Membaik

FOTO: Tahun Depan, Tarif Listrik Non Subsidi Bakal Naik
Warga melakukan pengisian listrik di rumah susun kawasan Jakarta, Selasa (30/11/2021). Kementerian ESDM bersama Banggar DPR RI berencana menerapkan kembali tariff adjustment (tarif penyesuaian) bagi 13 golongan pelanggan listrik PT PLN (Persero) non subsidi tahun 2022. (Liputan6 com/Angga Yuniar)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memandang, peningkatan konsumsi listrik pada 2022 lalu jadi sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun lalu semakin membaik.

Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, konsumsi listrik yang disediakan PT PLN (Persero) pada 2022 silam meningkat sekitar 6,15 persen.

"Pertumbuhan listrik sudah sangat baik, sebagai respon bahwa ekonomi kita tumbuh dengan baik. Tahun 2022 angkanya 6,15 persen pertumbuhan listrik. Ini angka konsolidasi lewat PLN," ujar Dadan, Selasa (24/1/2023).

Dadan pun meyakini, angka konsumsi listrik di luar yang disediakan PLN pun sama. Pemerintah disebutnya berkomitmen untuk terus memperluas penyediaan layanan listrik, dengan memastikan harga tetap terjangkau.

"Pertumbuhan ekonomi pun kita lihat sama-sama, menghadapi kondisi menantang. Memastikan penyediaan listrik tetap handal, dan harga listrik tetap terjangkau di masyarakat.

Menurut dia, itu jadi salah satu background untuk mendesain pengaturan perdagangan karbon pada sektor ketenagalistrikan. Dengan tujuan, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sembari memastikan penyediaan listrik dan pertumbuhan ekonomi tetap berjalan lancar.

Target Emisi Karbon

Hadapi Global Warming, Mesin Penghisap Emisi Karbon Kini Dibangun
Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Seperti diketahui, pemerintah telah merevisi target emisi karbon menjadi 31,89 persen pada 2030 mendatang. Angka ini naik sekitar 2 persen dari target sebelumnya, 29 persen.

Ketentuan ini tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Itu kemudian diturunkan melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 16 Tahun 2022, tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (perdagangan karbon) pada PLTU berbasis batubara.

"Tentunya (target penurunan emisi GRK) naik itu dilatarbelakangi adanya keyakinan bahwa kita ini bisa memenuhi. Kan tidak mungkin juga, kita tambah naik tapi di sisi lain sebetulnya kondisi terbalik," sebut Dadan.

"Itu jadi salah satu kontributor kita mampu memenuhi target dari 29 jadi 31,8 persen itu. Kita sudah sampai situ dari sisi pengaturan. Permennya sudah ada. Bagaimana kaitannya nanti dengan pengelolaan nilai ekonomi karbon secara nasional," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya