Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menargetkan 10 juta UMKM dapat memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) di tahun 2023. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki dalam acara rapat koordinasi, di Jakarta, Selasa (11/4).
Adapun proses realisasi per 4 April 2023 pada sistem oss.go.id, untuk skala Usaha Menengah (UM) dengan NIB yang sudah diterbitkan sebanyak 18.382 NIB, Usaha Kecil (UK) sebanyak 139.561 NIB atau 72 persen. Sedangkan UMIK sebanyak 3.573.104 atau 5,6 persen dengan total keseluruhan 3.731.047 atau 5,8 persen.
Baca Juga
"Nah saya menawarkan ke pak Bahlil (Menteri Investasi Indonesia atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebenarnya kita bisa mencapai sekitar 10 juta tahun ini karena kita dengan data yang lebih rinci by name by address," ujar Teten kepada Media, Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Advertisement
Dalam kesempatan yang sama, Bahlil pun menyatakan terkait dengan percepatan dan peningkatan volume NIB, ini didasarkan atas perintah dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) dan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"kami sudah bersepakat dengan pak Teten, karena dia sudah punya data valid sekali terkait dengan prospek 10 juta untuk nib tahun ini, pak teten tadi sudah mengklasifikasi," kata Bahlil.
Lebih lanjut, untuk mensukseskan target tersebut, pihaknya akan mempersiapkan sistem secara baik, sebab pelaku UMKM sangatlah penting bagi pergerakan perekonomian negara. "Saya pikir umkm ini penting, jadi kita harus mensupport," tambahnya.
Teten Masduki: Boleh Jualan Pakaian Bekas, Asal Produk Lokal
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki tidak melarang pedagang di tanah air menjual pakaian bekas, asal tidak impor ilegal. Hal itu disampaikan dalam pertemuan dengan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan soal Dampak Impor Pakaian Bekas Ilegal Terhadap UKM.
"Kita sudah sepakat, kita tidak masalahkan pedagang, yang kita atasi adalah ilegalnya jadi clear," kata MenkopUKM Teten Masduki dalam konferensi pers Dampak Impor Pakaian Bekas Ilegal Terhadap UKM, di kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta Selatan, Senin (27/3/2023).
Senada dengan MenkopUKM, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, mengatakan sejak dulu Pemerintah tidak melarang pedagang untuk menjual barang bekas semisal pakaian bekas hingga alat elektronik loak. Dengan catatan, itu merupakan produk lokal, bukan impor.
"Yang terakhir dagang barang bekas itu boleh, bukan nggak boleh dari dulu kan ada pasar loak kan boleh. Yang enggak boleh itu illegalnya saya kira demikian," kata Mendag.
Lebih lanjut, dalam pertemuan tersebut MenkopUKM dan Mendag membahas pentingnya pembatasan impor pakaian bekas utamanya untuk melindungi para produsen UMKM di sektor kecil yang memproduksi tekstil, sehingga produk lokal tidak terganggu.
"Kita juga tadi membicarakan pentingnya juga ada restriksi atas masuknya produk-produk impor, sehingga produk dalam negeri produk UMKM yang memang masuk di pasar lokal yang juga terganggu dengan derasnya produk impor," ujarnya.
Advertisement
Ilegal
KemenkopUKM mencatat terdapat impor alas kaki dan tekstil yang tidak tercatat atau unrecorded import sebanyak 31 persen termasuk pakaian bekas yang saat ini sedang hangat diperbincangkan.
"Kita tadi juga bicarakan dengan pak Mendag, saya juga singgung tadi mengenai unrecorded impor yang mencapai 31 persen tekstil dan alas kaki, dengan yang impor resmi legal menguasai 43 persen pasar dalam negeri, lalu yang unreported impor 31 persen ini yang memang kita perlu tindak lanjut," ujarnya.
Adapun untuk menangani permasalahan maraknya pakaian bekas impor ilegal, KemenkopUKM telah membuat layanan hotline bagi pelaku usaha yang terdampak pelarangan impor pakaian bekas ilegal.
Hingga kini ada sekitar 21 laporan yang masuk, 17 diantaranya laporan tersebut telah terverifikasi, dan 4 laporan lainnya tidak terverifikasi.
"Kita juga sediakan kemarin ada sekitar 21 laporan, 17 laporan terverifikasi dan 4 laporan tanpa identitas tidak terverifikasi. Ini terutama dari Jawa Barat 6, DKI Jakarta 6, Riau 1, DIY 1, Sulut 1, Sulsel 1, Banten 1. Jadi tidak terlalu banyak sebenarnya yang komplain," pungkasnya.Â