Negara Terlilit Utang Jumbo, Warga AS Siap-Siap Rasakan Hal Ini

Amerika Serikat dicekam dengan utang terlampau besar. Per Maret 2023, utang Amerika tembus USD31,45 triliun, dan terancam gagal bayar.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mei 2023, 17:45 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2023, 17:45 WIB
Indeks harga konsumen Amerika Serikat
Pelanggan menelusuri kios makanan di dalam Grand Central Market di pusat kota Los Angeles, California, Jumat (11/3/2022). Laju inflasi Amerika Serikat (AS) pada Februari 2022 melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun. Ini didorong naiknya harga bensin, makanan dan perumahan. (Patrick T. FALLON/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Amerika Serikat dicekam dengan utang terlampau besar. Per Maret 2023, utang Amerika Serikat tembus USD31,45 triliun, dan terancam gagal bayar.

Pada Forbes, E. Napoleatno merinci setidaknya ada 6 dampak yang dirasakan warga Amerika Serikat karena negara memiliki utang sangat besar.

1. Suku Bunga Meningkat

Ketika pemerintah perlu meminjam lebih banyak uang, mereka tentu akan meningkatkan imbal hasil terhadap surat utang negara, obligasi dan instrumen pendapatan tetap lainnya, agar investasi tersebut tetap menarik bagi investor. Dengan demikian, masyarakat harus membayar bunga lebih tinggi pada cicilan mereka.

2. Inflasi

Kondisi negara dengan utang besar dapat menyebabkan tren inflasi terus berlanjut. Hal ini efek dari meningkatnya imbal hasil obligasi.

Di kondisi ini pula, akan semakin banyak perusahaan dalam kondisi tertekan karena harus membayar utang mereka agar tetap dalam keadaan baik. Berada di kondisi tertekan, mau tidak mau perusahaan akan menaikkan harga produk yang lebih tinggi agar dapat membayar kewajiban utangnya.

Sebagaimana meningkatnya tingkat suku bunga, peluang masyarakat akan semakin sedikit untuk dapat mengajukan cicilan rumah. Hal ini disebabkan porsi kewajiban membayar utang lebih besar dibanding utang pokok dari rumah tersebut.

Jika kondisi ini terjadi, dipastikan harga rumah mengalami tekanan yang dapat berdampak pada ekuitas semua pemilik rumah.

4. Belanja Pemerintah Menurun

Pemerintah akan sangat terpaksa mengurangi belanja untuk kebutuhan masyarakat. Sebab, fokus negara saat ini yaitu melunasi utang atau membayar utang.

 

Dampak Selanjutnya

Indeks harga konsumen Amerika Serikat
Pejalan kaki melewati papan nama yang menawarkan uang tunai untuk barang berharga di luar toko gadai di Los Angeles, Jumat (11/3/2022). Laju inflasi AS pada Februari 2022 melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun didorong naiknya harga bensin, makanan dan perumahan. (Patrick T. FALLON/AFP)

5. Stabilitas Keamanan Nasional

Menurunnya belanja negara untuk kebutuhan masyarakat karena fokus membayar utang dapat berujung ancaman stabilitas keuangan.

6. Imbal Hasil Investasi Rendah

Para investor akan berhati-hati dalam menaruh uang mereka pada instrumen investasi. Meski tingkat suku bunga naik, hal ini tidak cukup menarik minat masyarakat menaruh investasi dengan imbal hasil tinggi.

Suramnya ekonomi negara adidaya itu disampaikan oleh Menteri Keuangan Amerika Serikat, Janet Yellen. Ia memperingatkan adanya malapetaka ekonomi jika Amerika Serikat gagal menaikkan plafon utangnya dalam beberapa minggu mendatang.

"Itu adalah sesuatu yang dapat menghasilkan kekacauan keuangan, itu akan secara drastis mengurangi jumlah pengeluaran dan berarti penerima Jaminan Sosial dan veteran dan orang-orang yang mengandalkan uang dari pemerintah yang mereka berutang, kontraktor, kita tidak akan punya cukup uang untuk membayar tagihan," ujar Yellen dikutip dari CNBC, Selasa (9/5).

Departemen Keuangan dan Kantor Anggaran Kongres pun sama-sama merilis laporan baru pada pekan lalu, yang memprediksi bahwa langkah-langkah luar biasa dapat dilakukan paling cepat 1 Juni, yang lebih cepat dari perkiraan Wall Street atau Gedung Putih. Tanggal baru yang lebih awal adalah hasil dari pendapatan pajak federal yang lebih rendah dari perkiraan pada bulan April.

Presiden AS Joe Biden akan menjadi tuan rumah pertemuan berisiko tinggi di Gedung Putih dengan empat pemimpin tertinggi Kongres yakni Ketua DPR Kevin McCarthy, R-Calif , Pemimpin Minoritas DPR Hakeem Jeffries, DN.Y, Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer, DN.Y, dan Pemimpin Minoritas Senat Mitch McConnell, R-Ky.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

 

Bukan Utang AS, Kebijakan The Fed yang Berdampak terhadap Ekonomi Indonesia

Resesi
Warga berjalan melewati dealer mobil BMW di Manhattan, New York City, Amerika Serikat, 7 Februari 2023. Dengan tingkat pengangguran yang rendah secara historis, penurunan harga inflasi dan kenaikan upah, banyak yang percaya bahwa ekonomi Amerika Serikat sekarang tidak akan mengalami resesi. (Spencer Platt/Getty Images/AFP)

Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen mengatakan, kegagalan menaikan plafon utang atau batas utang akan menyebabkan “penurunan ekonomi yang tajam” di Amerika Serikat.

Janet Yellen juga kembali memperingatkan kalau Departmen Keuangan mungkin kehabisan langkah untuk membayar kewajiban utang pada Juni 2023.

“Proyeksi kami saat ini adalah pada awal Juni, suatu hari akan tiba ketika kami tidak dapat membayar tagihan kami kecuali Kongres menaikkan plafon utang, dan itu adalah sesuatu yang sangat mendesak Kongkres untuk melakukannya,” ujar Yellen dikutip dari CNBC, Senin, 8 Mei 2023.

Yellen menuturkan, AS telah memakai “langkah luar biasa” untuk hindari gagal bayar. Hal itu bukan sesuatu yang dapat terus dilakukan Departemen Keuangan. Ia menuturkan, Kongres perlu mengambil tindakan untuk hindari “malapetaka ekonomi”. “Disepakati secara luas kekacauan finansial dan ekonomi akan terjadi,” ujar Yellen.

 

 

Dampak ke Ekonomi Indonesia

Data Pertumbuhan Ekonomi G20 per Kuartal III 2022
Suasana gedung pencakar langit di Jakarta, Selasa (15/11/2022). Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi salah satu yang terbaik di antara negara G20. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di tengah isu plafon utang AS tersebut, bagaimana dampaknya terhadap ekonomi Indonesia?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P.Sasmita menuturkan, debt ceiling atau pagu utang pemerintah AS bukan isu baru. Saat era Presiden AS Barack Obama, isu debt ceiling menyebakan shut down atau penutupan sementara pemerintahan federal karena kesepakatan antara Republik dan Demokrat gagal didapat.

“Hal ini bisa terjadi karena Partai Demokrat tidak lagi menjadi partai dengan kursi mayoritas di House of Representative, sehingga pemerintahan Joe Biden tidak bisa lagi memaksakan kebijakan fiskal ekspansif yang diback up oleh penambahan penerbitan surat utang pemerintah,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, ditulis Selasa (9/5/2023).

Ia menambahkan, saat era Obama pada 2011, negosiasi antara Partai Republik dan Demokrat menghasilkan kesepakatan yang dikenal dengan fiscal cliff. Kedua pihak sama-sama mengam bil jalan tengah.

“Obama bersedia mengurangi belanja pemerintahan federal untuk menekan utang. Sementara Partai Republik bersedia menerima kebijakan kenaikan pajak untuk kelompok kaya,” tutur dia.

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya