Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri BUMN Kartika Wairjoatmodjo mengaku masih mengkaji penggabungan BTN Syariah dengan Bank Syariah Indonesia (BSI). Menyusul rencana spin-off anak usaha BTN tersebut yang ditarget terjadi pada akhir tahun 2023 ini.
Pria yang karib disapa Tiko mengatakan, sebelum masuk ke rencana penggabungan, BTN akan lebih dulu melepas Unit Usaha Syariah (UUS) atau BTN Syariah melalui skema spin-off. Menurutnya, soal ini juga masih dalam proses diskusi di Kementerian BUMN dan pihak terkait.
Baca Juga
"Nah kalau BTN Syariah, kan ini masih dalam diskusi, tapi salah satu konsep yang kita ajukan adalah tetap BTN men-spin off dulu dengan bentuk nanti mereka menggunakan lisence bank yang sudah ada syariahnya. itu lagi digagas," ujarnya saat ditemui di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Advertisement
Setelah proses itu, baru kemudian berbicara mengenai upaya untuk BSI masuk sebagai pemegang saham dari BTN Syariah. Tiko menyebut, langkah ini bisa berjalan dengan catatan BTN Syariah lebih dulu menjadi satu perusahaan dan melalukan pemindahan aset.
"Nanti kemudian BSI masuk sebagai pemegang saham juga. jadi two step (dua tahapan)," jelasnya.
Baru Sebatas Konsep
Kendati begitu, Tiko belum berbicara banyak mengenai status BSI nantinya dalam porsi di BTN Syariah. Dia juga tak memastikan kalau BSI akan menjadi pengendali, mengingat ini baru sebatas konsep yang sedang dirumuskan.
"Jadi ini yang saya sampaikan ini sebagai informasi dalam rangka konteks rencana, kajian yah, karena ini kan dua-duanya perusahaan publik, jadi mereka harus melakukan announcement secara publik dulu," papar Wamen BUMN.
Â
BSI Kaji Spin Off BTN Syariah
Diberitakan sebelumnya, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) angkat suara terkait rencana pemisahan atau spin off Unit Usaha Syariah (UUS) milik PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN).
Sekretaris Perusahaan PT Bank Syariah Indonesia Tbk, Gunawan A. Hartoyo mengungkapkan perseroan masih terus mengkaji dan belum mengambil keputusan apapun terkait rencana aksi korporasi tersebut.
"Sehubungan dengan pemberitaan di media tentang aksi korporasi yang akan dilakukan terhadap UUS BTN yang melibatkan BSI, kami sampaikan bahwa hingga saat ini kami belum membuat keputusan apapun terkait hal tersebut," kata Gunawan dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (9/8/2023).
Sebelumnya, BTN menyatakan siap mengakuisisi salah satu bank sebagai strategi pemisahan atau spin off UUS BTN. Rencananya, strategi spin off bakal diikuti oleh penggabungan BTN dengan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI). Namun sebagai perusahaan terbuka, BSI senantiasa tunduk pada ketentuan Pasar Modal.
Di mana informasi material baru akan dipublikasikan jika telah ada kepastian, dalam rangka mendukung prinsip keterbukaan informasi bagi pemegang saham. "Saat ini BSI sedang fokus untuk memperkuat bisnis secara organic guna mendukung visi menjadikan BSI sebagai salah satu top ten global Islamic Bank.
Langkah spin off oleh BTN ini diambil diambil setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Peraturan OJK (POJK) 12/2023 terkait spin off Unit Usaha Syariah.
Regulasi tersebut mewajibkan UUS dengan nilai aset 50 persen dari bank umum konvensional (BUK) atau memiliki jumlah aset minimal Rp 50 triliun menyampaikan permohonan izin atau persetujuan paling lama 2 tahun setelah POJK diterbikan untuk menjadi entitas sendiri. Di sisi lain, nilai aset BTN Syariah terpantau mengalami pertumbuhan. Pada semester I 2023, aset perbankan melonjak 14,69 persen menjadi Rp 46,27 triliun.
Pada periode sama tahun sebelumnya, nilai aset BTN Syariah tercatat sebesar Rp 40,35 triliun. Mulanya, UUS BTN Syariah ditarget bisa melakukan aksi spin off pada akhir tahun ini. Namun, aksi korporasi ini tak lantas mempermudah BTN Syariah bergabung atau merger ke Bank Syariah Indonesia (BSI).
Â
Advertisement
Tak Bisa Langsung Merger
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengungkapkan, langkah merger melalui skema pengalihan aset tidak lantas bisa langsung diterapkan oleh BTN Syariah. Lantaran , ada sejumlah hal kompleks yang perlu diselesaikan.
"Karena kalau pengalihan aset nanti ada banyak sekali harus di-akad ulang semua, karena dulu jual belinya kan sama BTN, ini jadi ribet," kata dia, mengutip pemberitaan Liputan6.com sebelumnya.
Kedua, ada tantangan dari sisi administrasi juga yang perlu diperhatikan.
Misalnya, menyoal akad kredit pemilikan rumah (KPR) yang juga dilayani BTN Syariah. Panjangnya tenor kontrak KPR ini menjadi tantangan, seperti urusan penerbitan sertifikatnya. Ketiga, ada aspek pajak yang juga jadi perhatian penting Nixon. Dia menilai, biaya pajak yang harus dibayarkan ketika melakukan akse merger dengan pengalihan aset bakal merogoh kocek yang cukup dalam.
"Nah itungan kita itu sampai Rp 5-6 T, padahal transaksi kita cuma berapa. Nah ini yang akhirnya dengan (kementerian) BUMN disepakati, ya ini spin off dulu, lagi POJK nya juga mendorong itu, baru nanti akan ada kerja sama dengan BSI dalam bentuk equity, bukan lagi mindahin aset gitu yang berisiko cukup tinggi," ujar dia.
Sehingga, solusi yang akan diambil setelah BTN Syariah menjadi entitas bank umum syariah (BUS) adalah kerja sama ekuitas dengan Bank Syariah Indonesia. Ini sama halnya dengan yang sudah dilakukan perbankan syariah di lingkungan BUMN sebelumnya. "Jadi solusinya clear dan itu lebih baik. Karena yang 3 syariah sebelumnya juga kan bahkan equity bukan pengalihan aset. Jadi pakemnya miripin dulu," tegas Nixon.
Â
Rampung Akhir Tahun
Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Nixon LP Napitupulu menargetkan proses spin-off atau pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) bisa rampung akhir tahun ini. Menyusul adanya aturan terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoal spin-off UUS.
"Spin off UUS kan kita dapat mandat dari pemerintah untuk bisa selesaikannya secepat mungkin, sebisa mungkin akhir tahun, kita udah ketemu solusinya dan mungkin juga POJK-nya udah keluar juga," kata dia saat ditemui di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Aturan yang dimaksud merujuk pada POJK Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (UUS) yang diterbitkan pada 12 Juli 2023 lalu. Salah satu syarat untuk melakukan pemisahan entitas adalah menguasai aset senilai Rp 50 triliun.
"Udah ada syarat, memenuhi syarat nanti begitu udah Rp 50 triliun, BTN Syariah harus spin off. Kita sih kalau ditanya timing-nya kapan sih ya kita kejar akhir tahun, semeleset-melesetnya Maret 2024. Tapi kita akan berupaya akhir tahun ada perjanjian untuk melakukan satu akuisisi baru sebagai vehicle syariah," jelasnya.
Kendati sudah ada sinyal untuk spin-off, Nixon belum berencana untuk nantinya BTN Syariah langsung bergabung dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) melalui skema merger. Dia lebih dulu berfokus pada pembentukan entitas baru sebagai Bank Umum Syariah (BUS).
"Spin-off itu jadi BUS sendiri dulu. Karena kemarin kita sudah ketemu (dengan pemegang saham), kalau pengalihan aset itu dampak finansialnya terlalu berat," katanya.
"Jadi dengan (kementerian) BUMN kita diskusi, yaudah nih dicari dulu, vehicle dulu, baru nanti BSI masuk kerja sama equity, jadi kerja samanya enggak pengalihan aset tapi lebih ke arah kepemilikan equity," imbuhnya.
Menurutnya kerja sama ekuitas ini sejalan dengan langkah yang lebih dulu dilakukan di BSI. Diantaranya, ada kerja sama skema ekuitas dari Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah yang kemudian terbentuk BSI.
Advertisement