Liputan6.com, Jakarta Asian Development Bank (ADB) memperkirakan negara-negara berkembang di Asia akan mengakhiri tahun ini dengan kinerja ekonomi yang lebih baik, dengan pertumbuhan di kawasan ini diperkirakan akan lebih kuat dari perkiraan sebelumnya terutama karena pemulihan ekonomi Tiongkok.
Mengutip US News, Kamis (14/12/2023) ADB menaikkan perkiraan pertumbuhan tahun 2023 untuk negara-negara berkembang di Asia menjadi 4,9 persen dari 4,7 persen yang diproyeksikan pada bulan September.
Namun ADB tetap mempertahankan perkiraan pertumbuhan Asia sebesar 4,8 persen tahun depan.
Advertisement
ADB juga merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok menjadi 5,2 persen dari sebelumnya 4,9 persen, namun tetap mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut sebesar 4,5 persen 2024 mendatang.
Seperti diketahui, ekonomi Tiongkok tumbuh lebih cepat dari perkiraan sebesar 4,9 persen pada kuartal ketiga 2023. Konsumsi dan aktivitas industri pada bulan September juga menunjukkan peningkatan yang mengejutkan, didukung oleh serangkaian langkah kebijakan yang mendukung pemulihan tentatif.
ADB mengatakan, permintaan domestik yang kuat, pengiriman uang yang lebih kuat, dan pulihnya pariwisata mendukung aktivitas ekonomi di kawasan ini, yang terdiri dari 46 negara di Asia-Pasifik dan tidak termasuk Jepang, Australia, dan Selandia Baru.
Prospek untuk sub-kawasan ini beragam, dengan Asia Timur diperkirakan tumbuh lebih cepat sebesar 4,7 persen di sisa 2023 dibandingkan perkiraan pertumbuhan sebesar 4,4 persen pada bulan September.
Adapun Asia Tenggara yang diproyeksikan tumbuh sebesar 4,3 persen, lebih lambat dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar 4,6 persen.
Badan tersebut memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran 5 persen tahun ini hingga kuartal pertama 2024.
Sedangkan ekonomi Malaysia diproyeksi tumbuh kisaran 4.2-4,9 persen di sisa 2023 hingga 2024.
Ekonomi Filipina diperkirakan tumbuh kisaran 5,7-6,2 persen di sisa 2023 hingga 2024.
Asia Selatan juga diperkirakan akan mencatat pertumbuhan yang lebih kuat sebesar 5,7 persen tahun ini dan perekonomian India terlihat tumbuh lebih cepat sebesar 6,7 persen tahun ini.
Tak hanya itu, inflasi di negara-negara berkembang di Asia juga diperkirakan akan turun menjadi 3,5 persne tahun ini, sedikit turun dari ekspektasi ADB sebelumnya, sebelum naik tipis menjadi 3,6 persen pada tahun 2024.
S&P: Ekonomi China Loyo, India Bakal Pimpin Pertumbuhan Asia Pasifik
Ketika perekonomian Tiongkok melambat, mesin utama pertumbuhan Asia-Pasifik diperkirakan akan beralih ke kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Hal itu diungkapkan oleh lembaga pemeringkat S&P Global.
Melansir CNBC International, Jumat (1/12/2023) S&P memperkirakan ekonomi India akan semakin menguat dalam tiga tahun ke depan, memimpin pertumbuhan di kawasan Asia-Pasifik.
S&P meramal, PDB India untuk kuartal pertama 2024 diperkirakan mencapai 6,4 persen, lebih tinggi dari perkiraan mereka sebelumnya sebesar 6 persen.
S&P mengaitkan perubahan ini dengan peningkatan konsumsi domestik India yang menyeimbangkan inflasi pangan yang tinggi dan aktivitas ekspor yang buruk.
Demikian pula, negara-negara berkembang lainnya seperti Indonesia, Malaysia dan Filipina diperkirakan akan mengalami pertumbuhan PDB yang positif pada tahun ini dan tahun depan karena kuatnya permintaan domestik.
Namun, S&P menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi India menjadi 6,5 persen pada tahun fiskal 2025, turun dari prediksi mereka sebelumnya sebesar 6,9 persen.
Ekonomi India diperkirakan akan naik kembali menjadi 7 persen pada tahun fiskal 2026.
Sebagai perbandingan, pertumbuhan Tiongkok diperkirakan sebesar 5,4 oersen pada tahun 2023, 0,6 persen lebih tinggi dari perkiraan S&P sebelumnya.
Sementara pertumbuhan pada tahun 2024 diperkirakan sebesar 4,6 persen, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,4 persen.
"Persetujuan Tiongkok baru-baru ini terhadap penerbitan obligasi negara senilai 1 triliun renminbi Tiongkok (RMB) dan tunjangan bagi pemerintah daerah untuk memenuhi sebagian kuota obligasi tahun 2024, berkontribusi terhadap perkiraan pertumbuhan PDB riil kami," kata S&P dalam catatannya.
Advertisement
Sektor Real Estat
Namun, S&P memperingatkan bahwa gejolak di sektor real estat Tiongkok akan terus menjadi ancaman bagi perekonomiannya.
"Permintaan terhadap properti baru masih lesu, sehingga mempengaruhi arus kas pengembang dan penjualan lahan," kata Eunice Tan, kepala penelitian kredit Asia-Pasifik di S&P Global.
"Di tengah terbatasnya likuiditas, kendaraan pembiayaan pemerintah daerah (LGFV) yang memiliki banyak utang dapat menyebabkan tekanan kredit semakin meningkat dan berdampak pada posisi permodalan bank-bank Tiongkok," jelasnya.
Dampak Konflik Israel-Hamas
Terlepas dari optimisme S&P di Asia-Pasifik, guncangan energi akibat konflik Israel-Hamas dan risiko penurunan ekonomi AS menyebabkan lembaga S&P menurunkan perkiraannya untuk wilayah tersebut (tidak termasuk Tiongkok) tahun depan menjadi 4,2 persen dari 4,4 persen.