S&P Kembali Pertahankan Peringkat Indonesia di Posisi BBB, Ini Respons BI

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menanggapi lembaga pemeringkat S&P kembali mengafirmasi Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB, satu tingkat di atas investment grade.

oleh Agustina Melani diperbarui 31 Jul 2024, 05:30 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2024, 05:30 WIB
S&P Kembali Pertahankan Peringkat Indonesia di Posisi BBB, Ini Respons BI
Lembaga pemeringkat S&P kembali mengafirmasi Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB, satu tingkat di atas investment grade(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat S&P kembali mengafirmasi Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB, satu tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil pada 30 Juli 2024.

S&P meyakini, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap solid, ketahanan eksternal dan beban utang Pemerintah yang terjaga, didukung oleh kerangka kebijakan moneter dan fiskal yang kredibel.

“Afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB oleh S&P memperkuat keyakinan lembaga pemeringkat utama seperti Fitch dan Moody's yang terlebih dahulu memberikan afirmasi atas rating Indonesia pada awal tahun ini,” ujar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo seperti dikutip dari laman Bank Indonesia,ditulis Rabu (31/7/2024).

Afirmasi ini juga mencerminkan kepercayaan dunia internasional terhadap prospek perekonomian Indonesia yang baik, serta keyakinan terhadap langkah-langkah sinergi kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dan Bank Indonesia.

“Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di tengah tantangan ketidakpastian global,” Perry menambahkan.

S&P prediksi rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tiga sampai empat tahun ke depan akan tetap terjaga sekitar 5,0%.

Perry menuturkan, pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh permintaan domestik yang tetap kuat, serta belanja Pemerintah dan investasi swasta yang meningkat. Sementara itu, lembaga pemeringkat S&P memandang ketahanan sektor eksternal akan tetap terjaga pada jangka menengah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


S&P Yakin Pemerintah Tetap Jaga Defisit Fiskal

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2022
Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kinerja sektor eksternal tersebut didukung oleh prakiraan kenaikan ekspor sejalan dengan implementasi kebijakan hilirisasi di tengah pelemahan harga komoditas. Lebih lanjut, S&P juga mengapresiasi komitmen Pemerintah Indonesia untuk menjaga inflasi yang terjaga sejak 2010.

S&P memproyeksikan inflasi pada 2024-2025 akan berada pada kisaran target 2,5%+1%, masing-masing sebesar 2,8% dan 3,0%. Selain itu, inovasi strategi operasi moneter yang pro-market dengan penggunaan instrumen berbasis pasar dinilai semakin meningkatkan fleksibilitas kebijakan moneter.    

Pada sektor fiskal, S&P memandang Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga defisit fiskal di bawah 3% dari PDB. Secara umum, S&P meyakini Pemerintahan baru akan memperhatikan aspek keberlanjutan kebijakan guna menjaga kredibilitas serta menghindari disrupsi ekonomi dan keuangan yang signifikan.

S&P sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 4 Juli 2023.


S&P: Ekonomi China Loyo, India Bakal Pimpin Pertumbuhan Asia Pasifik

China Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di Tahun 2023
Komuter yang memakai masker berjalan melintasi persimpangan di kawasan pusat bisnis pada hari dengan tingkat polusi udara yang tinggi di Beijing, China, Senin (6/3/2023). Pejabat ekonomi China menyatakan keyakinannya bahwa mereka dapat memenuhi target pertumbuhan tahun ini sekitar 5 persen dengan menghasilkan 12 juta pekerjaan baru dan mendorong pengeluaran konsumen setelah berakhirnya kontrol antivirus yang membuat jutaan orang tetap di rumah. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Sebelumnya, letika perekonomian Tiongkok melambat, mesin utama pertumbuhan Asia-Pasifik diperkirakan akan beralih ke kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Hal itu diungkapkan oleh lembaga pemeringkat S&P Global. Melansir CNBC International, Jumat (1/12/2023) S&P memperkirakan ekonomi India akan semakin menguat dalam tiga tahun ke depan, memimpin pertumbuhan di kawasan Asia-Pasifik.

S&P meramal, PDB India untuk kuartal pertama 2024 diperkirakan mencapai 6,4 persen, lebih tinggi dari perkiraan mereka sebelumnya sebesar 6 persen.

S&P mengaitkan perubahan ini dengan peningkatan konsumsi domestik India yang menyeimbangkan inflasi pangan yang tinggi dan aktivitas ekspor yang buruk.

Demikian pula, negara-negara berkembang lainnya seperti Indonesia, Malaysia dan Filipina diperkirakan akan mengalami pertumbuhan PDB yang positif pada tahun ini dan tahun depan karena kuatnya permintaan domestik.

Namun, S&P menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi India menjadi 6,5 persen pada tahun fiskal 2025, turun dari prediksi mereka sebelumnya sebesar 6,9 persen.

Ekonomi India diperkirakan akan naik kembali menjadi 7 persen pada tahun fiskal 2026.

Sebagai perbandingan, pertumbuhan Tiongkok diperkirakan sebesar 5,4 oersen pada tahun 2023, 0,6 persen lebih tinggi dari perkiraan S&P sebelumnya.

Sementara pertumbuhan pada tahun 2024 diperkirakan sebesar 4,6 persen, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,4 persen.

"Persetujuan Tiongkok baru-baru ini terhadap penerbitan obligasi negara senilai 1 triliun renminbi Tiongkok (RMB) dan tunjangan bagi pemerintah daerah untuk memenuhi sebagian kuota obligasi tahun 2024, berkontribusi terhadap perkiraan pertumbuhan PDB riil kami," kata S&P dalam catatannya.

 

 


Sektor Real Estat

China Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di Tahun 2023
Komuter yang memakai masker berjalan melintasi persimpangan di kawasan pusat bisnis pada hari dengan tingkat polusi udara yang tinggi di Beijing, China, Senin (6/3/2023). Pejabat ekonomi China menyatakan keyakinannya bahwa mereka dapat memenuhi target pertumbuhan tahun ini sekitar 5 persen dengan menghasilkan 12 juta pekerjaan baru dan mendorong pengeluaran konsumen setelah berakhirnya kontrol antivirus yang membuat jutaan orang tetap di rumah. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Namun, S&P memperingatkan bahwa gejolak di sektor real estat Tiongkok akan terus menjadi ancaman bagi perekonomiannya.

"Permintaan terhadap properti baru masih lesu, sehingga mempengaruhi arus kas pengembang dan penjualan lahan," kata Eunice Tan, kepala penelitian kredit Asia-Pasifik di S&P Global.

"Di tengah terbatasnya likuiditas, kendaraan pembiayaan pemerintah daerah (LGFV) yang memiliki banyak utang dapat menyebabkan tekanan kredit semakin meningkat dan berdampak pada posisi permodalan bank-bank Tiongkok," jelasnya.

Dampak Konflik Israel-Hamas

Terlepas dari optimisme S&P di Asia-Pasifik, guncangan energi akibat konflik Israel-Hamas dan risiko penurunan ekonomi AS menyebabkan lembaga S&P menurunkan perkiraannya untuk wilayah tersebut (tidak termasuk Tiongkok) tahun depan menjadi 4,2 persen dari 4,4 persen.

 

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya