Pengakuan Bos Bank Indonesia: BI Rate Harusnya Turun sejak April 2024

Pada Juli lalu Bank Indonesia mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 7,00% pada RDG Mei-Juli 2024.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Agu 2024, 18:14 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2024, 16:20 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers KSSK di Kantor Pusat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers KSSK di Kantor Pusat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, seharusnya suku bunga acuan Indonesia atau BI Rate turun dari beberapa bulan lalu. Namun, pada April BI-Rate terpaksa harus dinaikkan dan kemudian ditahan pada level 6,25 persen sampai sekarang.

"Untuk BI rate kenapa April tadi dinaikkan, menjadi 6,25% itu kami tahan? karena mestinya BI rate itu turun," kata Perry dalam konferensi pers KSSK di Kantor Pusat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, Bank Indonesia mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 7,00% pada RDG Mei-Juli 2024.

Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter yang pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.

Perry menjelaskan, alasan BI menaikkan suku bunga adalah inflasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, IHK Juli 2024 tercatat deflasi sebesar 0,18% (mtm), sehingga secara tahunan inflasi IHK menurun menjadi 2,13% (yoy) dari realisasi bulan sebelumnya sebesar 2,51% (yoy).

"Karena BI rate ditentukan bagaimana proyeksi inflasi, dan inflasi tahun ini rendah dan tahun depan juga rendah. Masih di target 2,5 plus minus 1%,," ujarnya.

Disamping itu, alasan lainnya yakni terkait kondisi pasar keuangan, utamanya menyangkut pelemahan nilai tukar rupiah. Lantaran nilai tukar rupiah melemah ke level Rp16.000, sehingga BI rate sulit turun.

Menurutnya, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh situasi global yang dipenuhi dengan ketidakpastian, utamanya Amerika Serikat dalam menentukan kebijakan suku bunga acuan atau Fed fund rate (FFR).

"Sehingga, kami harus pastikan risk global terkendali dulu," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


BI Tahan Bunga Acuan 6,25% di Juni 2024 Meski Rupiah Terus Tertekan

BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5 Persen
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di angka 6,25 persen. Keputusan suku bunga itu diambil setelah hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Juni 2024.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19 dan 20 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25 persen, suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 5,50 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 7 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers, disiarkan pada Kamis (20/6/2024).

Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter yang pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1% pada 2024 dan 2025.

Kebijakan ini didukung dengan penguatan operasi moneter untuk memperkuat efektifitas stabilisasi nilai tukar Rupiah dan masuknya aliran masuk modal asing, jelas Perry.

 


Bauran Kebijakan

BPS Catat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 5,31 Persen
Ratusan kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (10/2/2023). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV tahun 2022 mencapai 5,31 persen secara tahunan (yoy), angka tersebut sesuai dengan target APBN 2022 yang dipatok pemerintah sebesar 5,1-5,3 persen (yoy). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," lanjutnya.

Perry juga memastikan, Bank Indonesia juga terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dan sistem pembayaranuntuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah masih tingginta ketidakpastian pasar keuangan global. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya