Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan biaya sekitar Rp 800 triliun per tahun untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, Priyanto Rohmatullah mengatakan, untuk mendukung pengumpulan dana dengan jumlah tersebut pemerintah perlu menyiapkan sejumlah pembiayaan alternatif.
"Pendanaan NZE kita hitung hampir R. 800 triliun per tahun," kata Priyanto dalam kegiatan Katadata Sustainability Action For The Future Economy (SAFE) 2024 di Jakarta, Rabu (7/8/2024).
Advertisement
Priyanto menilai, Rp 800 triliun merupakan nominal yang cukup besar dan perlu menjadi perhatian bersama.
Sementara itu Bappenas mencatat, Indonesia masih kekurangan dana hingga Rp 400 triliun untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
"Masih ada gap untuk sampai 2060, cukup besar lebih dari Rp 400-an triliun," beber Priyanto.
Maka dari itu itu, pemerintah membuat beberapa alternatif pendanaan untuk mewujudkan target NZE pada 2060 atau lebih cepat, salah satunya dengan meluncurkan bursa karbon atau carbon trade pada 2023 lalu.
Adapun mekanisme lainnya, yaitu pemberlakuan pajak karbon.
"Upaya ini akan terus diperjuangkan, termasuk dalam pemerintahan baru nantinya," pungkas Priyanto.
Trenggalek Yakin Capai Net Zero Emission di 2045
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin menargetkan bisa melaksanakan atau mewujudkan Net zero emission lebih cepat dari yang ditargetkan oleh pemerintah pusat.
Jika pemerintah pusat menargetkan Net zero emission paling lambat 2060 maka untuk Trenggalek sendiri yakin hal tersebut bisa terwujud pada 2045.
Arifin bercerita, selama ini seluruh daerah berlomba-lomba menjalankan berbagai program ramah lingkungan. Tetapi ia melihat program yang dijalankan oleh sebagian besar daerah hanya basa basi atau agar terlihat lebih keren.
Padahal jika melihat lebih dalam, konstitusi sudah menuliskan bahwa negara wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Oleh karena itu, dalam pembangunan harus fokus membangun tidak hanya untuk kepentingan saat ini tetapi juga kepentingan generasi mendatang.
Arifin melanjutkan, seluruh ilmuwan sudah sepakat bahwa saat ini bukan hanya sekedar climate change tetapi sudah berada dalam climate crisis. Menurut data yang dipegangnya, sepanjang 2024 terdapat 4 juta orang yang meninggal dunia karena climate crisis.
"termasuk juga di Trenggalek. Kalau baca berita Liputan6.commengenai Trenggalek pasti terkait bencana, banjir, longsor," kata dia dalam diskusi Masa Depan Transportasi Ramah Lingkungan dalam rangkaian acara Liputan6.com Awards yang diselenggarakan Rabu 31 Juli 2024 di Hotel Shangri-la, Jakarta.
Advertisement
Program Trenggalek
Saat ini Trenggalek sudah memiliki sejumlah program untuk menjalankan target Net zero emission. Bahkan Arifin memastikan bahwa jika pemerintah pusat menargetkan paling lambat 2060 maka untuk Trenggalek yakin bisa tercapai 2045.
Optimisme ini karena sebagian besar atau kurang lebih 70% wilayah Trenggalek merupakan kawasan hijau. Saat ini emisi yang dikeluarkan oleh masyarakat Trenggalek setiap tahun hanya 3 juta ton karbon ekuivalen per tahun. Sedangkan serapan dari kawasan hijau yang dimiliki Trenggalek mencapai 27 juta ton karbon ekuivalen per tahun.
"Jadi kita surplus 24 juta ton per tahun," kata dia.
Namun meskipun sudah surplus, Trenggalek tetap menjalankan sejumlah program untuk mengurangi emisi.Salah satu yang paling dekat adalah melakukan konversi seluruh kendaraan dinas utamanya motor dinas ke motor listrik.