Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro melihat kontribusi jumbo dari industri hulu minyak dan gas bumi (hulu migas). Ini termasuk sumbangan ke APBN hingga kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Dia mencatat ada tiga aspek yang cukup besar dikontribusikan oleh industri hulu migas. Yakni, sumbangan ke APBN, mendatangkan investasi, hingga kontribusi untuk membentuk PDB Indonesia.
Baca Juga
"Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, industri hulu migas rata-rata telah menyumbang sekitar Rp 2.035 triliun untuk APBN, mendatangkan investasi sekitar Rp 2.086 triliun, dan berkontribusi dalam membentuk PDB Indonesia sekitar Rp 4.132 triliun," jelas Komaidi dalam keterangannya, Rabu (9/10/2024).
Advertisement
Angka jumbo tersebut nyatanya tidak menghindarkan dari sejumlah tantangan. Paling terlihat adalah adanya penurunan produksi migas nasional dalam kurun waktu 2013 hingga 2023.
"Di tengah peran penting dan posisi strategisnya tersebut, kinerja industri hulu migas dalam beberapa tahun terakhir tercatat cenderung menurun," katanya.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pada 2013-2023 rata-rata produksi minyak turun 3,06 persen dan gas bumi Indonesia sebesar 1,87 persen per tahun.
"Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, rata-rata cadangan minyak dan gas bumi Indonesia masing-masing mengalami penurunan sekitar 5,34 persen dan 7,49 persen per tahun," ucap dia.
Strategi Kejar Produksi
Komaidi juga mencatat upaya pemerintah hingga pelaku usaha untuk mencegah penurunan produksi itu berlanjut. Ini dilakukan antara Kementerian ESDM, SKK Migas, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau pengusaha migas.
Aspek Regulasi
Beberapa upayanya yakni, pertama, penemuan cadangan migas baru di Geng North (Kutai). Kedua, penemuan cadangan baru di South Andaman. Ketiga, dilakukan kegiatan pengembangan pada proyek Forel dan Bronang (Natuna). Keempat dijalankannya kegiatan optimalisasi sumur-sumur yang sudah beroperasi melalui infill clastic.
"Dari aspek regulasi, pemerintah juga terpantau telah berupaya bagaimana agar kinerja industri hulu migas nasional dapat ditingkatkan kembali," kata dia.
Hal itu tercermin dari dimasukkannya sejumlah proyek industri hulu migas masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diantaranya diatur melalui Perpres No.58/2017, Perpres No.56/2018, dan Perpres No.109/2020. Sejumlah Perpres tersebut kemudian dilengkapi dengan PP No.42/2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional.
Advertisement
Perizinan Masih Jadi Kendala
Sementara itu, kata Komaidi, meskipun telah dimasukkan dalam PSN, kompleksitas perizinan kemungkinan masih akan menjadi kendala utama yang harus diselesaikan oleh pelaku usaha pada industri hulu migas.
"Penyelesaian masalah perizinan harus dihadapi oleh pelaku usaha baik pada tahap survei dan eksplorasi, pengembangan dan konstruksi, produksi, dan pasca operasi. Perizinan pada kegiatan hulu migas setidaknya melibatkan sekitar 19 Kementerian/Lembaga," urainya.
Terkait dengan peran penting dan posisi strategisnya tersebut, dia menilai masalah kompleksitas dan kerumitan perizinan pada kegiatan usaha industri hulu migas mendesak untuk segera diselesaikan.
Mengacu pada filosofi Production Sharing Contract (PSC) yang digunakan sebagai sistem pengusahaan hulu migas di Indonesia, pengurusan dan penyelesaian perizinan semestinya menjadi domain atau tanggung jawab negara melalui pemerintah sebagai pemilik sumber daya.
"Sementara tugas KKKS sebagai mitra dari negara yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah selaku pemilik sumber daya adalah lebih fokus pada upaya mencari dan memproduksikan migas," pungkasnya.
Kontribusi Hulu Migas
Sebelumnya, Pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto diminta untuk menaruh perhatian pada industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Lantaran, ada potensi risiko hingga kehilangan Rp 830 triliun jika sektor itu tidak diperhatikan.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notogenoro mengatakan, industri hulu migas jadi salah satu tumpuan dalam mengejar visi Asta Cita Prabowo-Gibran. Mengingat peranannya terhadap perekonomian nasional yang cukup besar.
"Peran penting industri hulu migas Indonesia tercermin dari potensi risiko ekonomi yang akan ditimbulkan jika industri tersebut tidak ada lagi," ujar Komaidi dalam keterangannya, Rabu (9/10/2024).
Dalam hitungannya, negara berpotensi kehilangan pendapatan hingga Rp 830 triliun jika industri hulu migas berhenti beroperasi. Bahkan, kebutuhan devisa impor migas RI juga diprediksi naik hingga Rp 3.500 triliun pada 2050.
"Jika industri hulu migas berhenti beroperasi, potensi risiko yang akan dihadapi oleh perekonomian Indonesia diantaranya adalah: (1) kehilangan PDB sekitar Rp 420 triliun, (2) kehilangan penerimaan negara sekitar Rp 200 triliun, (3) kehilangan investasi sekitar Rp 210 triliun, dan (4) kebutuhan devisa impor migas pada 2050 berpotensi meningkat antara Rp 2.500 triliun-Rp 3.500 triliun," urai Komaidi.
Advertisement
Program Prioritas
Dia menyebut, Asta Cita dan program prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran, terutama terkait prioritas utama dari 17 program prioritas yaitu mencapai ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketahanan air. Industri hulu migas masuk pada kuadran tersebut.
Melihat pada besaran kontribusinya, hingga 2023 porsi minyak dan gas bumi dalam bauran energi Indonesia tercatat masih sebesar 47 persen. Pada periode yang sama porsi migas dalam bauran energi global justru tercatat lebih besar yaitu sekitar 55,1 persen dari total konsumsi energi global.
"Meskipun pengembangan EBET (Energi Baru dan Energi Terbarukan) diberikan ruang yang cukup besar, sampai beberapa tahun ke depan (bahkan sampai 2050), sebagian besar bauran energi global diproyeksikan masih akan dipenuhi dari minyak dan gas bumi. Permasalahan teknis terutama masalah intermiten dan tingkat harga yang belum kompetitif menjadi penyebab utama EBET masih belum akan berkontribusi signifikan dalam bauran energi global," beber dia.