Liputan6.com, Jakarta Pemilu tahun ini tampaknya menjadi tantangan besar bagi dunia usaha di Amerika Serikat, dengan dua kandidat presiden yang sangat berbeda dalam pendekatan mereka terhadap pajak dan regulasi.
Mengutip CNN Business, Jumat (25/10/2024) para analis mengungkapkan bahwa kecemasan tentang pemilu telah memaksa bisnis di AS ke dalam pola yang tidak nyaman, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada laba bersih mereka dan ekonomi AS secara keseluruhan.
Baca Juga
Survei yang disusun Federal Reserve baru-baru ini mengungkapkan bahwa hampir sepertiga orang dalam peran pengambilan keputusan keuangan di AS mengatakan mereka menunda dan mengurangi, atau membatalkan secara permanen rencana investasi jangka pendek dan jangka panjang.
Advertisement
Hal ini karena ketidakpastian hasil pemilu tahun ini. Para pemimpin bisnis di AS memperkirakan pendapatan dan pertumbuhan lapangan kerja perusahaan mereka tahun ini akan lebih rendah daripada perusahaan yang rencana investasinya tidak terdampak oleh pemilu.
Panel survei tersebut mencakup para pemimpin dari bisnis-bisnis AS yang lebih kecil serta di perusahaan-perusahaan Fortune 500 di semua industri besar di seluruh negeri.
Daniel Weitz, direktur survei di The Fed Atlanta menyebutkan bahwa skala perusahaan yang rencana investasinya terdampak oleh ketidakpastian pemilu cukup luar biasa" dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.
Ini dapat memberikan dampak yang sangat terlihat pada lintasan ekonomi secara keseluruhan, katanya, meskipun itu bersifat sementara.
Pengusaha di AS Tunda Pemesanan hingga Proyek
Beige Book milik Fed, kumpulan tanggapan survei triwulanan dari bisnis yang disusun oleh 12 bank regional The Fed menyoroti berbagai macam bisnis yang menderita karena ketidakpastian pemilu.
Misalnya, perusahaan manufaktur yang disurvei oleh Fed Cleveland melaporkan beberapa produsen menunda pemesanan baru. Bank regional The Fed juga mencatat bahwa dua pembangun komersial mengatakan, "Banyak perusahaan berencana untuk menunggu hingga setelah pemilihan umum untuk melakukan proyek konstruksi."
Adapun The Fed Richmond yang melaporkan bahwa produsen tekstil yang disurvei memperkirakan permintaan yang lesu karena pelanggan membeli dengan hati-hati hingga tahun baru karena 'periode gugup' menjelang pemilu.
Advertisement