Kemenkeu Bikin Aturan TPP untuk Produk Pakaian Jadi, Ini Alasannya

Kementerian Keuangan akan koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk memberlakukan tindakan pengamanan perdagangan terhadap produk impor pakaian jadi.

oleh Tim Bisnis diperbarui 09 Nov 2024, 15:13 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2024, 15:13 WIB
Kemenkeu Bikin Aturan TPP untuk Produk Pakaian Jadi, Ini Alasannya
Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Kementerian dan lembaga lain untuk melindungi produk dalam negeri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bekerja sama dengan Kementerian dan lembaga lain untuk melindungi produk dalam negeri. Salah satunya mempersiapkan aturan pemberlakuan tindakan pengamanan perdagangan atau safeguard measures terhadap produk impor pakaian jadi.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu, Jumat, 9 November 2024.

Langkah ini dilakukan untuk melindungi industri lokal dari lonjakan impor yang dapat mengancam daya saing produk dalam negeri.

"Ini adalah produk hilirnya, yaitu pakaian jadi. Ini sedang kita kerjasama dengan cepat dengan berbagai KL," ujar dia, Jakarta, seperti dikutip Sabtu (9/11/2024).

Febrio menuturkan, keputusan penerapan kebijakan ini akan dikoordinasikan langsung oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 

"Ini dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto)," ujar dia.

Ia mengatakan, kebijakan ini akan segera diputuskan untuk menyelamatkan industri pakaian jadi dalam negeri yang terancam oleh membanjirnya produk impor. 

"Dengan adanya kondisi global yang persaingan perdagangannya semakin menantang. Saat ini juga terutama Tiongkok itu banyak sekali mengekspor barang-barang dengan harga yang cukup murah," ujar Febrio.

Sebelumnya, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia telah memulai penyelidikan perpanjangan safeguard measures terhadap impor pakaian dan aksesori pakaian pada Kamis, 7 November 2024.

Penyelidikan ini mencakup produk yang diimpor dari berbagai negara seperti Tiongkok, Bangladesh, Turki, Singapura, Vietnam, Kamboja, Maroko, dan India.

Menurut data yang dihimpun, Tiongkok merupakan negara asal impor terbesar dengan pangsa 35,27 persen, diikuti oleh Bangladesh sebesar 16,11 persen, dan Singapura sebesar 9,25 persen.

Negara lain yang juga memiliki kontribusi signifikan adalah Vietnam 9,08 persen, Turki 5,82 persen, Kamboja 5,08 persen, India 4,79 persen, dan Maroko 3,31 persen. Sedangkan untuk impor dari negara berkembang lainnya masih berada di bawah 3 persen dari total impor sepanjang 2023.

 

Reporter: Siti Ayu

Sumber: Merdeka.com

KPPI Mulai Selidiki Perpanjangan TPP Produk Impor Pakaian dan Aksesori Pakaian

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Sebuah kapal bersandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Penyebab kinerja ekspor sedikit melambat karena dipengaruhi penurunan aktivitas manufaktur dan mitra dagang utama, seperti AS, China, dan Jepang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) memulai penyelidikan perpanjangan tindakan pengamanan perdagangan/TPP (safeguard measures) terhadap impor barang pakaian dan aksesori pakaian pada Kamis, 7 November 2024.

Komoditas yang dimaksud berasal dari Tiongkok, Bangladesh, Singapura, Vietnam, Turki, Kamboja, India, dan Maroko.Ketua KPPI Franciska Simanjuntak mengungkapkan, penyelidikan tersebut didasarkan pada permohonan Asosiasi Pertekstilan Indonesa (API).

API mengajukan penyelidikan perpanjangan TPP mewakili industri dalam negeri untuk 131 nomor Harmonized System (HS) delapan digit sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) Tahun 2022.

Selain itu, keputusan penyelidikan perpanjangan tersebut juga didasarkan pada keputusan pemerintah berdasarkan kepentingan nasional yang menyepakati dimulainya penyelidikan perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) produk pakaian dan aksesori pakaian.

"Dari bukti awal permohonan penyelidikan perpanjangan yang disampaikan, KPPI mengindikasikan bahwa masih terjadi kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami pemohon, serta belum optimalnya penyesuaian struktural yang baru mencapai 63 persen. Oleh karena itu, pemohon masih membutuhkan waktu tambahan untuk menyelesaikan program penyesuaian struktur," ujar Franciska, seperti dikutip dari keterangan resmi, Sabtu (9/11/2024).

KPPI mencatat, impor utama pakaian dan aksesori pakaian berasal dari beberapa negara, di antaranya Tiongkok sebesar 35,27 persen, Bangladesh sebesar 16,11 persen, Singapura sebesar 9,25 persen.

Selanjutnya Vietnam sebesar 9,08 persen, Turki sebesar 5,82 persen, Kamboja sebesar 5,08 persen, India sebesar 4,79 persen, dan Maroko sebesar 3,31 persen. Selain delapan negara tersebut, pangsa impor negara berkembang masih di bawah 3 persen dari total impor 2023.

KPPI mengundang semua pihak yang memiliki kepentingan untuk mendaftarkan diri sebagai interested parties selambat-lambatnya pada 15 November 2024. Pendaftaran dapat disampaikan secara tertulis kepada KPPI dengan kontak dan alamat sebagai berikut:

KOMITE PENGAMANAN PERDAGANGAN INDONESIA

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Jl. M. I. Ridwan Rais No. 5

Gedung I Lantai 5 Jakarta 10110

Telp/Fax (021) 3857758

E-mail: kppi@kemendag.go.id

Website: kppi.kemendag.go.id

 

Kementerian Perdagangan Telusuri Kembalinya Perdagangan Pakaian Bekas Impor

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mendapatkan informasi mengenai kembali maraknya perdagangan pakaian bekas impor di pusat perbelanjaan. Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun sedang menyelidiki mengenai hal tersebut.

Zulkifli menuturkan, Kementerian Perdagangan tidak hanya diam melihat peredaran pakaian bekas asal impor yang dapat ditemui antara lain di Pasar Senen, Pasar Tanah Abang dan lewat perdagangan digital atau e-commerce.

"Saya dapat informasi, ini lagi diselidiki yah. Tunggu tanggal mainnya,” tutur Zulkifli Hasan di Bogor, Jawa Barat, seperti dikutip dari Antara, Kamis (28/3/2024).

Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Dirjen PKTN) Moga Simatupang menuturkan, Kemendag terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta kepolisian.

Moga mengatakan, barang-barang bekas memang boleh diperdagangkan asalkan tidak berasal dari luar negeri atau impor dan dijual kembali.

"Ketentuannya masih, impornya yang dilarang, perdagangannya enggak dilarang. Seperti saya berkali-kali bilang, dagang mobil bekas boleh, motor bekas boleh," ujar dia.

Para importir barang-barang bekas asal impor disebut sedang diproses di kepolisian. Sementara PKTN, bertugas untuk memberikan sanksi administratif kepada importir-importir yang melanggar ketentuan.

"Kita tegur agar tidak mengulanginya lagi terhadap barang yang kita musnahkan, kalau mereka berbuat lagi nanti kita cabut izinnya," kata Moga.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat sepanjang 2023 telah melakukan pemusnahan alas kaki dan pakaian bekas asal impor senilai Rp174,8 miliar.

 

Pemeriksaan dan Pengawasan Diatur dalam Permendag

Larangan tentang barang-barang bekas yang dilarang impor tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang barang dilarang ekspor dan barang dilarang impor. Pemeriksaan dan pengawasannya pun diatur dalam Permendag Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan dan Pengawasan Tata Niaga Impor setelah melalui Kawasan Pabean (Post Border).

Jadi, bila terdapat penjualan produk-produk bekas asal impor, sudah tentu hal tersebut ilegal karena melanggar aturan. Kemendag bersama Kementerian Koperasi dan UKM, Ditjen Bea dan Cukai, Kejaksaan Agung, hingga Polri bekerja sama untuk melakukan penyitaan barang-barang di gudang maupun di Kawasan Pabean, menutup tempat-tempat berjualan pakaian bekas, serta menghapus tautan yang berkaitan dengan perdagangan pakaian bekas impor.

 

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya