Liputan6.com, Jakarta Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Sumsel-8 berkapasitas terpasang 2x660 MW menggunakan teknologi khusus untuk menekan emisi. Pembangkit ini dikembangkan, dibangun dan dioperasikan oleh PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP) yang merupakan kerja sama strategis antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan China Huadian Hongkong Company Ltd (CHDHK).
Pembangkit yang juga dikenal dengan sebutan PLTU Tanjung Lalang ini memakai teknologi super critical.
Baca Juga
Wakil Direktur Utama HBAP, Dody Arsadian mengatakan dengan teknologi super critical dan sesuai jenis batu bara yang tersedia, uap air dipanaskan pada suhu dan tekanan yang sangat tinggi pada kondisi super critical.
Advertisement
"Kondisi ini menyebabkan tidak adanya proses perubahan fase yang jelas (dari air ke uap) dikarenakan air selalu berada dalam keadaan superkritikal, yang artinya proses pemanasan dan penguapan terjadi secara terus-menerus. Teknologi super critical dapat mengurangi jumlah bahan bakar batu bara yang digunakan dan emisi yang dihasilkan. Ini menjadikannya lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan PLTU berteknologi konvensional, sebab PLTU berteknologi super critical mampu menghasilkan lebih banyak energi dengan jumlah bahan bakar yang lebih sedikit," kata Dody Arsadian.
Penggunaan teknologi khusus tersebut sejalan dengan visi jangka panjang HBAP menjadi penyedia tenaga listrik kelas dunia yang terpercaya dan berorientasi kepada nilai-nilai keberlanjutan.
Lebih lanjut, Dody berharap PLTU Tanjung Lalang dapat beroperasi lebih baik dan memberikan dampak positif yang luas bagi masyarakat, serta mendukung pemenuhan kebutuhan energi di Sistem Kelistrikan Sumatera.
Sejumlah Teknologi Canggih di PLTU Tanjung Lalang
PLTU Tanjung Lalang juga dilengkapi dengan Electrostatic Precipitator (ESP), yaitu peralatan untuk menangkap partikel (debu gas buang/sisa pembakaran) dengan menggunakan prinsip elektrostatis.
Selain itu, PLTU Tanjung Lalang menerapkan teknologi Flue Gas Desulphurization (FGD) yang mencampur emisi gas hasil pembakaran batu bara dengan reaksi kimia, dengan bahan pengikat berupa kapur basah (CaCO3) sehingga kandungan sulfur dioksida (SO2) yang dilepaskan ke atmosfer menjadi rendah.
Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau abu sisa proses pembakaran batu bara di PLTU Tanjung Lalang pun tengah dikembangkan pemanfaatannya untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dalam sirkular ekonomi. FABA tersebut saat ini telah dimanfaatkan untuk bahan baku semen. Pemanfaatan lainnya yang tengah dikembangkan, yakni untuk bahan baku material bangunan, material pencegah air asam tambang, media tanam, dan sebagainya.
(*)
Advertisement