Liputan6.com, Jakarta - Donald Trump baru saja dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS). Donald Trump mengatakan bahwa tarif impor baru dapat dikenakan terhadap Meksiko dan Kanada paling cepat awal Februari mendatang.
"Kami berpikir dalam hal (pungutan tarif impor) 25% terhadap Meksiko dan Kanada, karena mereka mengizinkan sejumlah orang melintasi perbatasan,” kata Trump, dikutip dari CNBC International, Selasa (21/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
“Saya kira (berlaku) mulai 1 Februari,” ungkapnya.
Advertisement
Selain berupaya melindungi kepentingan bisnis AS, Trump mengatakan bahwa ia ingin menggunakan pungutan tersebut sebagai cara untuk mendorong Kanada dan Meksiko memberantas perdagangan fentanil yang menjadi bahan dasar narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba).
Pernyataan tersebut disampaikan kepada anggota pers saat kepala eksekutif yang baru dilantik menawarkan serangkaian perintah eksekutif yang ditujukan untuk segala hal mulai dari regulasi hingga kebebasan berbicara dan imigrasi.
Meskipun bukan rahasia lagi bahwa Trump berencana untuk menerapkan bea masuk menyeluruh terhadap mitra dagang AS, waktu pemberlakuan dan tingkatnya belum diumumkan secara menyeluruh.
Ada beberapa spekulasi bahwa tarif dapat ditunda dan mungkin ditargetkan pada barang-barang penting tertentu.
Sebelumnya, Bank Dunia mengungkapkan perekonomian global akan stagnan tahun ini, di tengah kekhawatiran termasuk tarif impor baru yang dikenakan pemerintahan presiden terpilih AS Donald Trump.
Dikutip dari BBC, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan stagnan di kisaran 2,7% di 2025.
Angka tersebut merupakan kinerja terlemah sejak 2019, selain dari kontraksi tajam yang terlihat pada puncak pandemi Covid-19.
Wakil Kepala Ekonom Bank Dunia, Ayhan Kose mengatakan, tarif perdagangan, yang akan diberlakukan Donald Trump dapat memiliki konsekuensi ekonomi di seluruh dunia.
Kose mengatakan, meningkatnya ketegangan perdagangan antara negara-negara ekonomi utama merupakan salah satu kekhawatiran terbesar terhadap ekonomi global pada 2025.
Kekhawatiran lainnya termasuk suku bunga yang tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama dan meningkatnya ketidakpastian kebijakan yang merusak kepercayaan bisnis dan investasi.
China Bakal Tambah Utang dan Pangkas Suku Bunga Buntut Tarif Impor Donald Trump
China akan meningkatkan defisit anggaran, menambah utang, dan melonggarkan kebijakan moneter untuk mempertahankan pertumbuhan ekonominya.
Keputusan ini diumumkan dalam keterangan pemerintah China mengenai pertemuan tahunan para pemimpin utama negara itu, yang dikenal sebagai Konferensi Kerja Ekonomi Pusat (CEWC) yang diadakan pada 11-12 Desember 2024.
Langkah itu dilakukan untuk bersiap menghadapi dampak ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat, di mana Presiden Terpilih Donald Trump berencana menaikkan tarif impor pada barang impor dari China.
"Dampak buruk yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan eksternal telah semakin dalam,” kata kantor berita nasional China CCTV dalam laporannya, dikutip dari Channel News Asia.
Pertemuan CEWC tahun ini berlangsung ketika negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu tersendat krisis pasar properti, utang pemerintah daerah yang tinggi, dan permintaan domestik yang lemah.
Laporan terpisah dari kantor berita pemerintah Xinhua, yang diawasi oleh pasar keuangan untuk referensi mata uang yuan, mengungkapkan China tengah berupaya mempertahankan stabilitas dasar nilai tukar pada tingkat yang wajar dan seimbang.
Ringkasan keterangan CEWC menandai defisit anggaran yang lebih tinggi dan lebih banyak penerbitan utang di tingkat pemerintah pusat dan daerah.
Di CEWC, Beijing menetapkan target pertumbuhan ekonomi, defisit anggaran, penerbitan utang, dan variabel lain untuk tahun mendatang.
Target tersebut disetujui pada pertemuan tersebut, tetapi tidak akan dirilis secara resmi hingga pertemuan parlemen tahunan pada bulan Maret.
Advertisement
Menjadi Tantangan
Laporan CEWC mengatakan "perlu untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil," tetapi tidak menyebutkan angka tertentu.
"Mempertahankan 5% akan menjadi tantangan yang cukup besar pada tahun 2025, mengingat 'kejutan Trump' tambahan akan memengaruhi ekspor dan belanja modal”, kata Xu Tianchen, ekonom senior di Economist Intelligence Unit.
"Namun, tingkat stimulus yang baik akan mencegah kejatuhan bebas, dan saya tidak berpikir pertumbuhan akan turun di bawah 4,5%,” ia menambahkan.