Liputan6.com, Jakarta - Standard Chartered merevisi perkiraan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia dari sebelumnya 5,1 persen menjadi 5 persen pada 2025.
Senior Economist Standard Chartered Indonesia, Aldian Taloputra menuturkan,hal itu mencerminkan momentum yang stabil yang berlanjut dari 2024.
Adapun dampak dari meningkatnya perselisihan tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China diperkirakan bersifat terbatas mengingat ketergantungan Indonesia lebih besar pada permintaan domestik.
Advertisement
"Namun, kebijakan perdagangan baru dari AS dapat menjaga suku bunga AS tetap tinggi, sehingga membatasi ruang untuk stimulus kebijakan dari bank sentral dan pemerintah," ujar Aldian dalam acara Global Research Briefing (GRB) H1 2025, seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa (21/1/2025).
Pengeluaran rumah tangga akan meningkat secara bertahap sebesar 4,9 persen pada 2025 didukung oleh berlanjutnya belanja kesejahterana sosial (social welfare spending), inflasi yang terkendali, pembalikan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan menguatnya pasar tenaga kerja secara berkelanjutan.
“Sementara itu, rata-rata inflasi diperkirakan mencapai 2,4 persen pada 2025, berkat normalisasi harga pangan dan stabilnya harga BBM dan listrik yang disubsidi pemerintah,” kata dia.
Terkait kebijakan moneter, Standard Chartered prediksi Bank Indonesia akan memotong suku bunga hingga 50 basis poin pada semester kedua 2025, asalkan pelonggaran lebih lanjut dari The Fed dan penurunan hasil US Treasury mampu menstabilkan nilai tukar rupiah.
Pada Desember 2024, Bank Indonesia memilih untuk menahan suku bunga meskipun sebelumnya diharapkan untuk melakukan pemotongan karena meningkatnya tekanan pada rupiah. Namun, saat ini Bank Indonesia tengah memperkuat operasi pasar terbuka (OMO) dengan menjaga jarak antara imbal hasil 12M SRBI dan 2Y UST tetap lebar, sambil mempertahankan suku bunga acuan.
Bank Indonesia Perpanjang Insentif
Bank Indonesia juga memperpanjang insentif likuiditas kepada bank-bank yang memberi pinjaman pada sektor padat karya dan siap memperluas insentif tersebut jika pertumbuhan ekonomi menunjukkan kelemahan lebih lanjut atau jika tingkat suku bunga global yang tinggi secara persisten membatasi ruang untuk pemotongan suku bunga tambahan.
Pengembangan infrastruktur dasar antara lain jalan, pelabuhan, dan kereta api untuk meningkatkan konektivitas kemungkinan akan terus berlanjut, namun proyek-proyek tersebut mungkin akan berkaitan dengan prioritas Presiden Prabowo (seperti pangan, energi, dan perumahan).
Dengan ruang fiskal yang terbatas, Standard Chartered memperkirakan pemerintah akan mendorong peran lebih banyak dari sektor swasta. Standard Chartered menilai investasi asing langsung (FDI) akan sangat berperan dalam membawa teknologi yang diperlukan untuk membangun kapasitas industri pengolahan domestik.
"Kami tetap optimis terhadap prospek pertumbuhan perekonomian Indonesia di tahun 2025. Konsumsi domestik yang kuat dan inisiatif pembangunan infrastruktur pemerintah yang sedang berjalan, akan terus mendukung ketahanan ekonomi, bahkan di tengah berbagai faktor ketidakpastian eksternal,” ujar Cluster CEO, Indonesia and ASEAN Markets (Australia, Brunei, and the Philippines) Standard Chartered Rino ‘Donny’ Donosepoetro,.
“Kami percaya bahwa fundamental positif ini akan mampu membantu mendorong pertumbuhan berkelanjutan dan memperkuat kepercayaan investor terhadap potensi Indonesia secara jangka panjang,” ia menambahkan.
Advertisement
Ekonomi ASEAN Bakal Melambat
Di tingkat regional, perekonomian ASEAN diperkirakan mengalami perlambatan ringan pada 2025, akibat kondisi moneter yang lebih ketat dan meredanya permintaan eksternal, terutama bagi negara-negara dengan ketergantungan ekspor yang signifikan antara lain Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Thailand.
Perekonomian negara-negara dengan pasar domestik yang kuat, seperti Indonesia, India, dan Filipina, dinilai akan lebih siap menghadapi hambatan global.
Secara global, Standard Chartered prediksi pertumbuhan sebesar 3,1% pada 2025, dibandingkan dengan 3,2% pada 2024, karena langkah-langkah perdagangan yang bersifat proteksionis, suku bunga yang masih tinggi, dan melambatnya aktivitas di negara-negara maju dalam memberi tekanan pada prospek negara-negara berkembang.
“Pertumbuhan global diperkirakan akan sedikit melambat pada tahun 2025, dan sementara ketidakpastian terkait kebijakan akan tetap tinggi,” kata Chief Economist, ASEAN and South Asia, Standard Chartered, Edward Lee.
“Suku bunga AS yang lebih tinggi dan gesekan perdagangan akan terus menjadi hambatan bagi negara berkembang, meskipun negara-negara dengan faktor domestik yang kuat seperti Indonesia tampaknya akan lebih terlindungi dari guncangan eksternal,” Edward menambahkan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menjelaskan, dalam melihat ke depan pada 2025 dan seterusnya, prospek bagi Indonesia terlihat lebih cerah dari sebelumnya.
“Kami bertekad untuk mencapai pertumbuhan PDB sebesar 8%, atau lebih tinggi daripada sebelumnya. Target ambisius ini didorong oleh komitmen kami terhadap industrialisasi, pertumbuhan industri hilir, dan mencapai kemandirian di sektor-sektor penting seperti pangan, energi, dan air,” kata dia.
Percepat Investasi ke Indonesia
AHY menuturkan, bidang-bidang kritikal ini dipenuhi potensi yang belum tergarap, dan kami siap memanfaatkan potensi tersebut melalui investasi strategis yang melihat ke depan.
Selain itu, AHY Menteri menuturkan, untuk mempercepat investasi ke Indonesia, pihaknya perlu memastikan penggunaan modal yang efisien.
"Kami akan terus meningkatkan rasio ICOR, yang mencerminkan alokasi sumber daya yang lebih optimal, dan semakin tingginya imbal hasil investasi. Kami juga menyadari bahwa tantangan logistik di Indonesia merupakan hambatan sekaligus peluang,” kata dia.
Ia menambahkan, Logistics Performance Index (LPI) terus menunjukkan perbaikan.
Letak geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau memang menghadirkan tantangan tersendiri, tetapi juga membuka kesempatan untuk membangun salah satu pusat logistik paling kompetitif di tingkat regional.
"Dengan berinvestasi secara strategis dalam transportasi antarmoda, yang meliputi pelabuhan, bandara, jalan tol, dan kereta cepat, kami akan meningkatkan mobilitas, menekan biaya transaksi, memperkuat daya saing, dan menempatkan Indonesia sebagai jantung perdagangan di Asia Tenggara,” ujar dia.
Pada akhir sambutannya, Donny menjelaskan, melihat ke depan, pihaknya sangat optimistis terhadap potensi besar Indonesia.
"Di Standard Chartered, kami berharap bisa memanfaatkan peluang tersebut dengan lebih memperkuat segmen affluent kami melalui beragam solusi wealth management yang terus ditingkatkan, memperluas jangkauan bisnis ritel kami melalui digital partnership yang inovatif, dan memperkuat posisi kami yang kuat dalam bidang sustainable finance,” ujar dia.
Donny menuturkan, dengan memanfaatkan jaringan global yang kuat dan begitu luas, pihaknya mampu mendukung para klien kami mengakses pasar-pasar baru dan memanfaatkan aspek perekonomian Indonesia yang begitu dinamis.
"Kami percaya sejumlah prioritas strategis ini akan memampukan kami untuk mendukung Indonesia dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan memberikan added-value secara jangka panjang bagi para klien kami dan masyarakat umum,” kata dia.
Advertisement