Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat modal asing mengalir keluar pada pekan ketiga Januari 2025. Sepanjang 2025, tercatat masih banyak modal asing yang keluar dari Indonesia.
Direktur Eksekutif Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, berdasarkan data transaksi 13 - 16 Januari 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 9,57 triliun
Baca Juga
“Nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 9,57 triliun, terdiri dari beli neto Rp 0,01 triliun di pasar saham, jual neto Rp 4,17 triliun di pasar SBN, dan jual neto Rp 5,41 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).” kata Ramdan dikutip dari situs resmi Bank Indonesia.
Advertisement
Terkait arus keluar modal asing ini, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin mengatakan secara pragmatis, ada tiga penyebab utama yang menonjol dalam pergerakan aliran modal asing tersebut.
Perubahan Pemerintahan di Negara-Negara Besar
Salah satu faktor yang mempengaruhi aliran modal asing keluar adalah perubahan pemerintahan di beberapa negara besar. Di Amerika Serikat, misalnya, pelantikan Donald Trump pada 20 Januari 2025 membawa berbagai kebijakan ekonomi yang pro bisnis, seperti pemotongan pajak (tax cuts), tarif impor (tariffs), dan deregulasi yang menarik banyak investasi.
“Hal serupa juga terjadi di Inggris dan Jerman, di mana kepemimpinan baru dapat memengaruhi kebijakan ekonomi yang menguntungkan bagi para investor,” kata Eddy kepada Liputan6.com.
Perubahan ini menciptakan daya tarik bagi investor global untuk mengalihkan dana mereka ke negara-negara tersebut, dengan mempertimbangkan potensi imbal hasil yang lebih tinggi seiring dengan pengurangan risiko.
Neraca Perdagangan Indonesia yang Surplus
Eddy menambahkan, meskipun Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan dalam beberapa bulan terakhir, hal ini justru berdampak pada defisit neraca finansial negara.
‘Surplus perdagangan, yang biasanya berhubungan dengan meningkatnya cadangan devisa, pada gilirannya bisa menyebabkan aliran dana keluar, baik dalam bentuk investasi portofolio maupun investasi langsung asing (FDI),” ujarnya.
Adapun sebagian besar investor global cenderung memindahkan dananya ke negara dengan prospek keuntungan yang lebih tinggi, yang menyebabkan lebih banyak modal asing keluar dari Indonesia.
Perbaikan Regulasi dan Keamanan EkonomiKendala lainnya yang disebutkan adalah perlunya harmonisasi regulasi, kenyamanan, serta jaminan keamanan baik dari sisi ekonomi maupun hukum untuk para investor.
Meskipun Indonesia terus berupaya memperbaiki iklim investasi, masih ada tantangan dalam menciptakan kepastian hukum dan kemudahan bagi para investor dalam berbisnis di Indonesia, terutama dalam jangka panjang.
Secara keseluruhan, meskipun Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar, faktor-faktor eksternal dan internal tersebut memengaruhi keputusan investor untuk menarik modal mereka dan berinvestasi di negara lain yang dianggap lebih menguntungkan atau aman.
Pemerintah diharapkan untuk segera merumuskan kebijakan yang bisa memperbaiki kondisi ini dan menjaga stabilitas aliran modal asing ke Indonesia.
Advertisement
Penurunan Suku Bunga BI
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen pada Rabu, 15 Januari 2025. Keputusan ini menandai penurunan pertama suku bunga BI pada 2025.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menuturkan, pemangkasan suku bunga acuan diputuskan sesuai dengan pandangan bank sentral yang 'pro stability dan pro growth'. Penurunan tersebut juga sejalan dengan masih terbukanya ruang penurunan suku bunga.
"Waktunya tentu saja (pangkas suku bunga) sesuai dengan dinamika yang terjadi di global dan internasional, Dan itu terus kami terus ulang-ulang dari bulan ke bulan," ujar Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bank IndonesiaJanuari 2025, yang disiarkan pada Rabu (15/1/2025).
Perry lebih lanjut mengatakan, pihaknya terus memperhatikan arah kebijakan yang ditempuh bank sentral Amerika Setikat terhadap Fed Fund Rate (FFR).
"Hal itu yang kemudian menjelaskan kepada kita ada ruang ada kita manfaatkan tapi karena arah pemerintahan AS setelah Pemilihan Presiden Trump dan arah kebijakan FFR," tutur dia.
"Bulan ini uncertainty masih ada tapi kami bisa menakar arah kebijakan fiskal AS sudah mulai kelihatan dan besarnya dampak terhadap kenaikan US Treasury," Perry menambahkan.
Sementara dari sisi domestik, BI melihat inflasi Indonesia masih cukup rendah dan akan bertahan selama beberapa waktu ke depan.