Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan segera menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait Tunjangan Hari Raya (THR) bagi para driver ojek online (ojol) pada akhir pekan ini.
"Untuk ojol, kita usahakan akhir minggu ini," ungkap Menteri Ketenagakerjaan Yassierli di Istana Kepresidenan Jakarta dikutip Rabu (5/3/2025).
Baca Juga
Di sisi lain, SE mengenai THR untuk karyawan swasta dan Aparatur Sipil Negara (ASN) direncanakan akan dikeluarkan pada Rabu, 5 Maret 2025.
Advertisement
"Sama skemanya. Besok (hari ini) kita launching THR-nya. Iya, SE-nya di Kemnaker yang untuk karyawan swasta," jelas Yassierli.
Dalam peristiwa yang terjadi sebelumnya, puluhan driver ojol melakukan demonstrasi pada 17 Februari 2025 di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan. Mereka mendesak agar pihak aplikator memberikan THR menjelang Hari Raya.
Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, menemui para pengemudi dan memberikan ultimatum kepada aplikator untuk memenuhi hak-hak para ojol.
Kementerian Ketenagakerjaan menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk memastikan aplikator memberikan THR ojol. Yang perlu ditekankan adalah bahwa THR yang diberikan harus berupa uang tunai, bukan dalam bentuk sembako, meskipun beberapa aplikator sempat mengusulkan alternatif tersebut.
Apakah Ojol Berhak Dapat THR Lebaran? Simak Penjelasannya
Sebelumnya, polemik terkait status mitra pengemudi dan permintaan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada perusahaan aplikasi transportasi daring atau ojek online (ojol) masih menjadi sorotan di Indonesia.
Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Aloysius Uwiyono, mengatakan dalam era ekonomi digital yang semakin berkembang, muncul perdebatan tentang apakah mitra pengemudi harus dianggap sebagai pekerja tetap atau tetap berada dalam hubungan kemitraan yang ada saat ini.
Aloysius, menjelaskan, perubahan regulasi yang berpotensi mengubah status mitra ini tidak hanya akan berdampak pada industri ride-hailing, namun juga pada ekosistem investasi, keberlanjutan ekonomi digital di Indonesia, serta kesejahteraan jutaan mitra pengemudi beserta keluarga mereka.
Lebih jauh lagi, perubahan ini bisa mempengaruhi sektor-sektor lain yang bergantung pada layanan ride-hailing, seperti UMKM, pariwisata, dan logistik, yang kesemuanya memiliki peran krusial dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
"Secara yuridis, hubungan antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi merupakan hubungan kemitraan, bukan hubungan kerja," kata Aloysius dalam catatannya, dikutip Liputan6.com, Selasa (25/2/2025).
Hal ini dipertegas oleh Pasal 15 Ayat (1), Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa hubungan antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi adalah hubungan kemitraan.
Sehingga, secara politis, kewenangan Kementerian Tenaga Kerja hanya terbatas pada hubungan pekerja dengan Perusahaan Swasta atau BUMN yang disebut hubungan kerja.
Hubungan kemitraan ini berarti mitra pengemudi memiliki keleluasaan dalam menentukan jam kerja, menerima atau menolak pesanan, serta bekerja untuk lebih dari satu platform.
"Ini berbeda dengan hubungan kerja yang mensyaratkan adanya pekerjaan tetap, upah, dan perintah dari pemberi kerja, yang mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain," ujarnya.
Advertisement
Status Kerja Pengemudi Ojol
Penting untuk dicatat bahwa status kepegawaian para pengemudi ojek online (ojol) bervariasi. Hal ini tergantung pada platform ojol yang mereka pilih serta jenis kesepakatan kerja yang telah mereka buat.
Beberapa platform mungkin menerapkan sistem kerja yang lebih formal dan terikat, sedangkan yang lainnya cenderung menggunakan sistem kemitraan yang lebih fleksibel. Perbedaan tersebut memiliki dampak yang cukup besar terhadap hak-hak para pekerja, termasuk hak atas Tunjangan Hari Raya (THR). Oleh karena itu, tidak ada jawaban yang definitif mengenai apakah semua pengemudi ojol berhak menerima THR. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam, perlu untuk melihat lebih jauh pada setiap platform dan perjanjian kerja yang berlaku.
Peraturan THR di Indonesia
Di Indonesia, ketentuan mengenai Tunjangan Hari Raya (THR) biasanya berlaku bagi pekerja yang memiliki status formal dan hubungan kerja tetap, seperti karyawan tetap di perusahaan. Besaran THR yang diterima umumnya setara dengan satu bulan gaji bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih. Sementara itu, bagi mereka yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, THR dihitung secara proporsional sesuai dengan durasi kerja yang telah dijalani. Ketentuan ini diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku dan berada di bawah pengawasan pemerintah.
Namun, situasi berbeda terjadi pada pengemudi ojek online (ojol) yang umumnya tidak memiliki status sebagai pekerja tetap. Oleh karena itu, regulasi mengenai THR ini tidak bisa diterapkan secara langsung kepada mereka. Hal ini menciptakan kompleksitas dalam pengaturan THR bagi pengemudi ojol, sehingga memerlukan penjelasan yang lebih mendalam. Seperti yang diungkapkan oleh reporter Muhammad Genantan Saputra dari Merdeka, "Inilah yang membuat situasi THR ojol menjadi kompleks dan membutuhkan penjelasan lebih lanjut."
Advertisement
