Pengelola Hotel Diminta Tak Pasang Tarif Kamar Pakai Dolar AS

Ketua Himbara Gatot M Suwondo menghimbau para pengelola hotel di Indonesia supaya tidak memasang tarif kamar dalam mata uang dolar AS.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 10 Sep 2013, 20:22 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2013, 20:22 WIB
butuh-dolar-banyak-130828c.jpg
Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Gatot M Suwondo menghimbau kepada seluruh pemilik atau pengelola hotel di Indonesia supaya tidak memasang tarif (rate) kamar dalam bentuk denominasi dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini akan menyebabkan adanya transaksi pertukaran rupiah ke dolar AS.

"Semaksimal mungkin pakailah rupiah dalam setiap transaksi di dalam negeri, seperti transaksi di pelabuhan, penjualan properti sampai pemasangan rate kamar hotel. Cintailah rupiah," ungkap dia saat ditemui usai acara Danareksa Macro Forum di Jakarta, Selasa (11/9/2013).

Gatot menilai, kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk meredam gejolak pasar keuangan, termasuk menaikkan suku bunga acuan BI (BI Rate) 50 basis poin menjadi 7% dari sebelumnya 6,50%.

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk ini juga mengartikan bahwa Quantitative Easing dalam bahasa sederhana merupakan pengurangan pencetakan uang di AS.

"Analisa kami, mereka (AS) sebelumnya terlampau banyak mencetak uang sehingga bertebaran ke sana kemari. Hasilnya banyak yang membeli portofolio di sini, dan begitu mau dikurangi (tappering off) semua ramai-ramai menjual portofolionya," terang dia.

Sayangnya, lebih jauh Gatot menjelaskan, portofolio tersebut laris manis dijual namun kurang pembeli, sehingga inilah yang menyebabkan harga saham di Indonesia terjun bebas.

"Begitu mereka jual, lalu dapatlah rupiah. Namun untuk pergi ke AS harus membeli dolar, dan akhirnya ramai-ramai datang ke bank untuk membeli dolar. Meski begitu pasokan dolar ada, tapi kami tidak ingin lepas (dolar) dulu," ujarnya.

Dengan begitu, pihak perbankan terpaksa membatasi pembelian dolar AS dan menghimbau kepada investor untuk kembali membeli dolar beberapa bulan ke depan.

"Balik lah lagi setelah satu sampai tiga bulan ke depan, karena Indonesia masih menjadi beautiful country," pungkasnya. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya