Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menolak pengenaan bea keluar yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6 Tahun 2014 perihal bea keluar (BK) untuk tambang mineral olahan yang diekspor.
Ketua Satuan Tugas Hilirisasi Mineral Kadin Indonesia, Didie W Soewondho meminta pemerintah meninjau ulang PMK tersebut karena tidak memperhatikan asas kejelasan tujuan, keterbukaan.
"Kami meminta pemerintah untuk meninjau kembali besaran BK dengan memperhatikan, pertama struktur biaya dan profit margin perusahaan tambang. Kedua memahami proses, teknologi, pengusahaan, dan kapitalisasi industri tambang," kata Didie, di Menara Kadin Jakarta, Rabu (5/2/2014).
Selain itu, KADIN juga meminta pemerintah untuk menganalisa beban pajak dan non pajak yang masih tumpang tindih.
"Masih adanya ekonomi biaya tinggi, masih banyaknya beban-beban pengutan liar dan korupsi secara komprehensif," ungkapnya.
Selain itu menurut Didie, PMK tersebut akan menimbulkan Pemutusan Hubungan kerja (PHK) besar besaran, penurunan drastis penerimaan negara dan daerah. Kemudian memburuknya neraca perdagangan dan pelemahan nilai tukar rupiah.
"KADIN Indonesia meminta pemerintah untuk meneruskan dan menyempurnakan konsep batas minimum untuk ekspor," pungkasnya. (Pew/Nrm)
Ketua Satuan Tugas Hilirisasi Mineral Kadin Indonesia, Didie W Soewondho meminta pemerintah meninjau ulang PMK tersebut karena tidak memperhatikan asas kejelasan tujuan, keterbukaan.
"Kami meminta pemerintah untuk meninjau kembali besaran BK dengan memperhatikan, pertama struktur biaya dan profit margin perusahaan tambang. Kedua memahami proses, teknologi, pengusahaan, dan kapitalisasi industri tambang," kata Didie, di Menara Kadin Jakarta, Rabu (5/2/2014).
Selain itu, KADIN juga meminta pemerintah untuk menganalisa beban pajak dan non pajak yang masih tumpang tindih.
"Masih adanya ekonomi biaya tinggi, masih banyaknya beban-beban pengutan liar dan korupsi secara komprehensif," ungkapnya.
Selain itu menurut Didie, PMK tersebut akan menimbulkan Pemutusan Hubungan kerja (PHK) besar besaran, penurunan drastis penerimaan negara dan daerah. Kemudian memburuknya neraca perdagangan dan pelemahan nilai tukar rupiah.
"KADIN Indonesia meminta pemerintah untuk meneruskan dan menyempurnakan konsep batas minimum untuk ekspor," pungkasnya. (Pew/Nrm)