Liputan6.com, Jakarta Kesabaran para petinggi AC Milan ternyata ada batasnya juga. Sehari setelah hanya bermain imbang tanpa gol dengan Torino, allenatore Vincenzo Montella diberhentikan, 27 November lalu. Maklum saja, Milan masih berkutat di papan tengah classifica Serie A selama delapan pekan.
Itu sungguh di luar ekspektasi. Awal musim ini, dengan belanja pemain senilai 194,5 juta euro, Montella diharapkan bisa membawa I Rossoneri kembali ke habitat lamanya sebagai jawara Italia. Namun, alih-alih menjadi tim yang perkasa luar biasa, mereka justru labil, tak ubahnya tim semenjana. Kadang bagus, seringnya malah menjemukan.
Advertisement
Baca Juga
Menariknya, walaupun kecewa terhadap kinerja sang allenatore, AC Milan tak lantas berhenti berjudi. Buktinya, mereka mengangkat Gennaro Gattuso sebagai pelatih sementara. Ini langkah klasik yang menunjukkan ketidaksiapan dalam melakukan perubahan.
Gattuso memang dipuji banyak pihak. Sebagai orang yang pernah lama bermain di San Siro, dia dianggap tahu betul hal yang diperlukan I Rossoneri. Dia pun dinilai sebagai sosok yang bisa membangkitkan mentalitas Leonardo Bonucci dkk.
Akan tetapi, rekam jejaknya sebagai pelatih tidaklah mentereng. Di tim-tim utama yang pernah dilatihnya, statistik Gattuso memprihatinkan. Di Sion, OFI Crete, dan Pisa, rata-rata poin yang direbutnya tak mencapai angka 1,50. Tertinggi hanya 1,39 poin dalam 84 laga bersama Pisa. Padahal, Montella yang digantikannya mengemas rerata poin 1,75.
Memang benar, di tim U-19 AC Milan, dia mampu mengemas rerata 1,88 poin per laga pada musim ini. Namun, apalah artinya kompetisi Primavera dibandingkan Serie A atau Serie B. Bekal bagus di tim U-19 bukan jaminan. Tengok saja Filippo Inzaghi yang hanya bertahan semusim pada 2014-15 meski datang dengan bekal nilai 2,00 per laga semasa menangani tim Primavera I Rossoneri.
Bagi banyak orang, Gattuso tak lebih dari perjudian dan keterkungkungan Milan pada masa lalu. Mereka peseimistis karena hal serupa pernah dilakukan terhadap Clarence Seedorf dan Inzaghi, tapi hasilnya nol besar. Soal pemahaman terhadap karakter dan tradisi Milan, keduanya pun jelas tak lebih buruk dari Gattuso.
Hal yang jadi pertanyaan besar, pemecatan Montella seperti sebuah keterpaksaan sehingga mereka dengan mudahnya memilih pelatih tim Primavera yang baru bertugas seumur jagung sebagai solusi sementara. Padahal, keraguan terhadap sang allenatore sudah muncul sejak berminggu-minggu lalu. Mengapa tidak ada pendekatan terhadap pelatih berpengalaman untuk jadi solusi alternatif pelatih AC Milan?
Â
Â
Transfer Gegabah
Keterpurukan Milan sesungguhnya bukan hanya karena Montella semata. Ada andil para petinggi klub juga di sana. Terutama di bursa transfer. Sang pemilik baru terlalu gegabah memberikan uang ratusan juta euro tanpa meminta rencana detail skuat yang ingin dibangun untuk musim ini.
Hasilnya, meski sanggup mendatangkan banyak pemain baru, tak satu pun yang berlabel superstar. Tak ada penggawa anyar Milan yang bisa menjadi protagonista, seorang pengubah nasib di lapangan dengan aksi-aksi menawan.
Sebaliknya, pemain-pemain bagus yang didatangkan justru menurun. Paling mudah, lihat saja performa kapten Bonucci, Hakan Calhanoglu, Ricardo Rodriguez, dan tentu saja Andre Silva. Bahkan, nama terakhir selalu disebut Montella belum siap mengarungi Serie A.
Milan tak seperti Paris Saint-Germain. Meskipun hanya mendapatkan satu pemain dengan uang 222 juta euro, Les Parisiens meningkat pesat. Tim arahan Unai Emery belum tersentuh kekalahan sepanjang musim ini di berbagai ajang. Dari 20 pertandingan, hanya dua kali mereka gagal menuai angka penuh.
Itu karena Les Parisiens mendapatkan seorang megabintang yang secara nyata mendongkrak permainan mereka. Neymar yang didatangkan sebagai pemain termahal dunia memang tak lantas jadi yang tertajam. Kedatangannya pun terus saja disorot dari sisi negatif. Namun, kontribusinya di lapangan sangat nyata. Sebanyak 14 gol dan 10 assist dibuatnya dalam 15 pertandingan.
Milan seolah lupa bahwa kebesaran mereka pada dekade-dekade lampau adalah berkat kehadiran pemain-pemain seperti itu. Secara psikologis, keberadaan bintang atau figur besar akan membuat nyali lawan ciut. Mereka sudah minder sebelum bertarung.
Sebetulnya bukan langkah keliru ketika I Rossoneri mengedepankan perekrutan pemain-pemain muda. Namun, kehadiran figur dengan nama besar tetaplah penting. Bukan hanya di lapangan, melainkan juga di luar lapangan. Bagaimanapun, sosok besar bisa mendatangkan keuntungan finansial yang secara otomatis mempercepat kembalinya modal yang dikeluarkan di bursa transfer.
Â
Advertisement
Tanpa Skema
Adapun kesalahan terbesar Montella adalah tak menyiapkan rencana pasti memasuki musim ini. Semestinya, dia terlebih dahulu menentukan skema dan gaya main yang akan diusung. Setelah itu, barulah dia meminta Marco Fassone dan Massimiliano Mirabelli mendatangkan pemain-pemain yang mendukung rencananya itu.
Kesan yang muncul, pada awal musim, I Rossoneri memiliki daftar pemain yang diinginkan, lengkap dengan alternatifnya. Namun, mereka melupakan faktor kebutuhan sehingga alpa menetapkan prioritas. Berbekal banyak uang, mereka seperti hendak membongkar tim secara keseluruhan.
Montella seperti pasrah menerima siapa saja yang didapatkan Fassone. Dia pun tak bisa memaksa saat menyadari timnya tak punya striker ulung. Andrea Belotti atau Pierre-Emerick Aubameyang hanya sebatas angan. Timnya pun tetap saja pincang.
Itu jadi bumerang saat kompetisi bergulir. Buktinya, mantan pelatih Fiorentina itu tak henti mengubah formasi. Dari 4-3-3 pada awal musim, dia mengubahnya menjadi 3-5-2, lalu 3-4-2-1, dan kembali ke 3-5-2. Hingga hampir separuh musim, dia tak jua menemukan racikan tepat.
Memang betul, apalah arti sebuah formasi. Namun, ketika ada ketidakajegan yang terkesan coba-coba, bukan demi menyesuaikan dengan strategi dan materi lawan, itu tetap saja menunjukkan kegamangan dan keragu-raguan.
Gattuso rupanya tahu betul bahwa inilah salah satu tantangan utamanya. Dia dengan tegas mengatakan, timnya akan bermain dengan tiga pemain belakang. Dia pun sudah menetapkan empat gelandang dan permainan yang lebih direct, tak berlama-lama dengan bola.
Hal yang patut ditunggu, tentu saja keberanian Gattuso menentukan pemain-pemain yang sesuai dengan kebutuhannya. Dia harus berani menentukan pilihan pasti di setiap posisi dan mengorbankan siapa pun yang tak masuk dalam kriterianya.
Di kandang Benevento, Minggu (3/12/2017), hal itulah yang ditunggu dari Gattuso. Pasalnya, siapa pun rasanya tak akan menyangsikan I Rossoneri bakal menangguk poin penuh karena Benevento selalu kalah sepanjang musim ini.
*Penulis adalah jurnalis dan pengamat sepak bola. Tanggapi kolom ini @seppginz.