Liputan6.com, Jakarta - Asian Games 2018 berakhir, Minggu sore (2/9/2018). Puncak acara ajang multievent empat tahunan se-Asia itu bakal digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan.
Kepingan medali seluruhnya sudah bertuan. Sejumlah rekor juga terpecahkan.
Advertisement
Baca Juga
Tiongkok akhirnya berhasil keluar sebagai juara. Tiongkok tidak tergusur dari puncak klasemen medali Asian Games 2018 dengan 132 emas, 92 perak, dan 65 perunggu.
Sementara Indonesia juga panen emas lewat pencak silat yang baru dipertandingkan tahun ini. Sebanyak 14 emas dari total 16 nomor berhasil disapu atlet-atlet tuan rumah. Kontingen Merah Putih bertengger di urutan ke-4 dengan 31 emas, 24 perak, dan 43 perunggu.
Sang juara berpesta. Bersukacita merayakan pencapaian mereka. Senang karena keringat yang mereka tumpahkan selama latihan dan pertandingan akhirnya berbuah prestasi.
Namun dalam olahraga, pemenang tidak hanya berdiri di atas podium. Semangat pantang menyerah dan sikap sportivitas tidak jarang mengangkat atlet jadi juara tanpa mahkota.
Upaya mereka dalam melewati batas-batas kemampuan fisik seringkali menghadirkan drama yang lebih epik ketimbang perebutan gelar juara. Upaya ini bahkan tidak jarang dibayar mahal. Cedera dan darah yang menetes kadang menjadi taruhannya.
Berikut ini merupakan lima kisah perjuangan 'berdarah-darah' atlet demi kepingan medali Asian Games 2018.
* Saksikan keseruan Upacara Penutupan Asian Games 2018 dan kejutan menarik Closing Ceremony Asian Games 2018 dengan memantau Jadwal Penutupan Asian Games 2018 serta artikel menarik lainnya di sini.
Antony Sinisuka Ginting
Anthony Sinisuka Ginting harus menelan kekalahan atas pebulu tangkis Tiongkok, Shi Yuqi pada final nomor beregu putra. Namun, perjuangan yang diberikan Anthony hingga titik akhir kemampuan fisiknya, menuai apresiasi, bahkan dari Presiden Indonesia, Joko Widodo.
Bertanding pada 22 Agustus itu, Anthony Ginting tampil luar biasa. Memenangi set pertama 21-14, Anthony Ginting kalah di set kedua lewat drama deuce 21-23.
Pada set ketiga, Anthony Ginting mengalami cedera saat kedudukan sama kuat 19-19. Pebulu tangkis berusia 21 tahun ini tak kuasa menahan sakit yang dideritanya.
Namun, keinginan Anthony untuk tetap melanjutkan pertandingan tak terwujud. Anthony kembali cedera dan akhirnya memutuskan mundur dari pertandingan. Shi Yuqi yang menjadi lawan Anthony memberikan apresiasi dengan mendatangi Anthony.
Publik di Istora Senayan pun memberikan tepuk tangan yang meriah kepada Anthony, termasuk Presiden Jokowi yang menyaksikan langsung pertandingan tersebut.
Di dua pertandingan sebelumnya, ketika melawan India di perempat final, dan Jepang di semifinal, Anthony Ginting jadi satu-satunya pemain yang harus bertanding hingga tiga set.
Kekuatan fisik Anthony memang akhirnya berujung kekalahan, tapi perjuangan hingga puncak batas yang ditampilkan oleh Anthony Sinisuka Ginting layak mendapat apresiasi. Atas perjuangannya, Anthony Ginting pun akhirnya meraih perak Asian Games 2018.
Advertisement
Bekmurod Oltiboev
Uzbekistan berusaha menghentikan hegemoni Korea Selatan dan Jepang di ajang judo Asian Games 2018. Salah satunya lewat pertarungan di kelas +100 kg. Di babak perempat final, wakil Uzbekistan, Bekmurod Olbitoev bertemu judoka Jepang, Takeshi Ojitani.
Pertarungan berlangsung sengit. Ojitani unggul teknik, Olbitoev berusaha mengimbangi.
Memasuki menit akhir, pertarungan sempat dihentikan. Sebab, benturan antarpejudo membuat pelipis Olbitoev sobek. Darah pun mengucur dan menetes hingga baju lawan.
Olbitoev tidak menyerah. Wasit kemudian mengarahkan pejudo berusia 22 tahun itu bangku tim medis. Meski menderita luka cukup parah, Olbitoev tidak ingin mundur dari arena. Dengan perban yang melingkar di kepala, Olbitoev akhirnya kembali ke arena duel.
Sayang, perjuangannya gagal menghentikan Ojitani. Dia kalah 1 ippon dan 1 wasari dari pejudo Negeri Matahari Terbit tersebut. Namun perjuangan Olbitoev belum berhenti. Dia merebut perunggu usai mengalahkan Wakil Iran, Javad Mahjoub lewat 1 wasari.
Dushyant
India berhasil merebut tiga medali (1 emas dan perunggu) dari cabang olahraga dayung. Satu dari tiga medali tersebut diraih hingga 'napas terakhir' atlet yang berlaga.
Dushyant, merupakan danalan India di kelas ringan nimor perorangan putra. Di babak final, pria berusia 25 tahun itu berjuang sekuat tenaga. Cuaca terik memanggang para atlet yang bertanding. Mendayung sejauh 500 meter, Dushyant akhirnya finis di urutan ketiga.
Ini merupakan medali pertama India dari cabang dayung pada Asian Games 2018. Kegembiraan tampak di wajah Dushyant. Namun tenaganya terlihat lemah.
Saat pengalungan medali, Duhsyant tumbang. Dia terpaksa ditandu oleh tim medis. Sembari menggenggam medali yang baru diraih, Duhsyant kemudian dilarikan ke rumah sakit.
"Saya mendayung, seolah-olah ini merupakan balapan terakkhir dalam hidup saya. Itu satu-satunya yang ada di pikiran saya. Mungkin saya terlalu memaksakan diri. Tapi itu sepadan. Saya mengalami pilek dan demam saat balapan, mungkin itu juga sebabnya," kata Duhsyant seperti dilansir thesportsrush.com.
Advertisement
Sarah Tria Monita
Pencak silat menjadi tambang emas Indonesia pada Asian Games 2019. Namun bukan berarti, kepingan-kepingan prestasi itu dikumpulkan dengan mudah. Perjuangan ekstra keras harus dijalani para pesilat Tanah Air untuk meraih podium pertama di setiap nomor.
Sekeping emas datang dari pesilat putri, Sarah Tria Monita. Bermain di nomor tarung kelas 55-60 kg putri, Sarah sukses mengalahkan wakil Laos 5-0 pada babak final yang berlangsung di Padepokan Silat Taman Mini Indonesia Indah (TMII), 27 Agustus lalu.
Sarah bertarung dengan luka lebam di mata kanan. Cedera tersebut merupakan 'cinderamata' yang didapat Sarah saat tampil di babak semifinal. Perjuangannya tidak sia-sia, karena Sarah akhirnya berhasil menyumbang sekeping emas bagi Indonesia.
Bayu Prasetyo
Perjuangan Bayu Prasetyo di nomor jalan cepat 20 km putra memang tidak mudah. Panas terik menemani para atlet yang tampil di final, Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).
Saking panasnya, Bayu bahkan sempat mengguyur tubuhnya dengan air mineral saat lomba berlangsung. Di awal lomba, Bayu berada di posisi terakhir. Tapi memasuki kilometer 14 dari total 20 kilometer, Bayu berhasil naik ke posisi delapan.
Bayu akhirnya menyentuh garis finis di urutan ke delapan. Meski gagal meraih medali, Bayu berhasil memperbaiki rekor pribadinya dengan mengukir catatan waktu, 1 jam 42,35 menit.
Meski gagal meraih medali, perjuangan Bayu pantas diapresiasi. Dia tidak menyerah meski tenaganya sudah habis terkuras. Saat tiba di garis finis, pria berusia 20 tahun itu pun langsung merebahkan diri di trotoar jalan dengan posisi telentang.
Sementara posisi pertama ditempati atlet Tiongkok, Kaihua Wang. Disusul di tempat kedua, Toshikazu Yamanishi. Sementara tempat ketiga ditempati oleh Xiangquian Jin.
Usai lomba, Bayu tidak sanggup berdiri. Tim medis segera datang dan memberi pertolongan. Dia pun mendapat bantuan pernapasan saat ditandu ke luar area lomba.
Saksikan juga video menarik di bawah ini:
Advertisement