Liputan6.com, Jakarta- Pemerintah RI, melalui Presiden Joko Widodo telah resmi melarang mudik Lebaran 2020, Selasa (21/4/2020). Kebijakan ini diambil lantaran melihat kondisi lapangan selama wabah Corona Covid-19 yang belum kunjung membaik.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona Covid-19 Achmad Yurianto dalam konferensi pers, mengatakan, update hingga Selasa (21/4) ada tambahan 375 kasus baru yang terinfeksi corona di Indonesia, sehingga total menjadi 7.135 kasus.
Dari jumlah tersebut, tercatat yang meninggal akibat virus corona di Indonesia bertambah 26 orang, sehingga totalnya menjadi 616 orang. Sedangkan untuk pasien yang dilaporkan sembuh bertambah menjadi 95 orang, sehingga total menjad 842 orang.
Advertisement
Seperti apakah fakta-fakta atau hal-hal terkait pelaksanaan larangan mudik Lebaran 2020? Berikut ulasan selengkapnya dilansir oleh Liputan6.com dari berbagai sumber.
1. Larangan mudik Lebaran 2020 untuk warga Jabodetabek Zona Merah Corona Covid-19
Larangan mudik Lebaran 2020 diberlakukan untuk warga yang tinggal di wilayah Jabodetabek sebagai zona merah Corona Covid-19. Hingga Selasa (21/4/2020), dilaporkan bahwa kasus positif Corona Covid-19 di Indonesia terbanyak berada di DKI, yaitu 3.097 kasus.
Lalu Jawa Barat dengan 747 kasus positif corona. Hal ini juga mendukung penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk Jabodetabek.
"Pemerintah memutuskan untuk pelarangan mudik saat Ramadan 1441 H maupun Idul Fitri untuk wilayah Jabodetabek maupun wilayah yang PSBB," kata Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan dalam video conference usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Selasa (21/4).
Dikhawatirkan jika para calon pemudik dari Jabodetabek menjadi carier virus tersebut. Sehingga larangan mudik Lebaran 2020 diharapkan bisa efektif dan menekan penyebaran virus corona di Indonesia.
Advertisement
2. Larangan mudik efektif per 24 April 2020
"Larangan mudik berlaku efektif Jumat, 24 April 2020," ungkap Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan dalam video conference usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Selasa (21/4).
Meski mudik dilarang, Luhut menyatakan bahwa transportasi umum commuter line masih akan terus beroperasi. Ia juga menjamin distribusi logistik ke daerah tak akan terganggu akibat adanya kebijakan larangan mudik 2020.
"Kami bersama jajaran Kemenhub, Polri-TNI dan kementerian/lembaga akan lakukan persiapan teknis operasional di lapangan. Termasuk memastikan arus logistik agar jangan sampai terhambat," jelasnya
3. Sanksi larangan mudik akan efektif per 7 Mei 2020
Pengambilan keputusan ini didasari oleh hasil survei Kementerian Perhubungan yang mendapati 24 persen warga masih berkeinginan untuk melaksanakan mudik Lebaran 2020.
“Larangan mudik ini akan berlaku efektif terhitung sejak hari Jumat, 24 April 2020. Namun untuk penerapan sanksi yang sudah disiapkan akan efektif ditegakkan mulai 7 Mei 2020,” tambah Luhut melalui video conference, Selasa (21/4/2020).
Advertisement
4. Langgar larangan mudik denda hingga Rp 100 Juta
Bagi para pemudik yang tetap ngeyel untuk melanggar larangan tersebut, pemerintah sedang menyiapkan sanksi berupa denda hingga Rp 100 juta. Nantinya, pemberian sanksi akan merujuk pada Undang-Undang No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 93.
"Sanksi nya bagi yang mudik ke UU kekarantinaan kan ada," singkat Budi.
Terkait sanksi tersebut masih dalam pembahasan. Namun jika nantinya mendapat lampu hijau, maka setiap pemudik yang ngeyel bisa dikenakan denda.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
5. Akses lalu lintas keluar Jabodetabek dibatasi
Larangan mudik ini nantinya tidak memperbolehkan lalu lintas orang untuk keluar dan masuk dari dan ke wilayah khususnya Jabodetabek. Namun masih memperbolehkan arus lalu lintas orang di dalam Jabodetabek, atau dikenal dengan istilah aglomerasi.
Selain itu transportasi massal di dalam Jabodetabek seperti KRL juga tidak akan ditutup atau dihentikan operasionalnya, hal ini untuk mempermudah masyarakat yang tetap bekerja khususnya tenaga kesehatan, cleaning service rumah sakit, dan sebagainya.
(Mardella Savitri Murtisari)
Advertisement