Indef: Pelarangan Mudik Ganggu Ekonomi, Tapi Harus Ditempuh

Dorongan bagi masyarakat untuk menjalankan tradisi mudik saat ini menurun drastis.

oleh Athika Rahma diperbarui 22 Apr 2020, 13:10 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2020, 13:10 WIB
Suasana Terminal Kalideres Jelang Arus Mudik 2019
Calon penumpang bersiap menaiki bus di Terminal Kalideres, Jakarta, Kamis (30/5/2019). Menurut Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) puncak arus mudik di Terminal Kalideres diprediksi akhir pekan ini, mulai dari Jumat hingga Sabtu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melarang mudik bagi warga Indonesia. Langkah tersebut dilakukan guna menghambat atau menekan penyebaran virus Corona.

Kebijakan ini menuai beragam reaksi, termasuk dampaknya pada ekonomi Indonesia yang saat ini juga sedang tertatih. Selama ini budaya mudik menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi terutama di daerah. 

Direktur Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyatakan, kebijakan pelarangan mudik berpotensi menurunkan ekonomi nasional karena tradisi yang dilakukan tiap tahun ini biasanya menjadi ladang pertumbuhan konsumsi masyarakat.

Namun memang, pelarangan mudik merupakan satu-satunya cara yang harus ditempuh pemerintah untuk menekan penyebaran virus Corona.

"Mudik ini biasanya jadi amunisi pertumbuhan ekonomi, mobilitas orang akan diikuti pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Tapi sekarang kan fokus kita ke Covid-19, kalau kondusif, mudah-mudahan Mei bisa selesai," kata Enny dalam diskusi daring, Rabu (22/4/2020).

Di sisi lain, dorongan bagi masyarakat untuk menjalankan tradisi mudik saat ini menurun drastis. Ada beberapa faktor penyebabnya.

Pertama, pegawai negeri sipil (PNS) sudah dilarang mudik pada libur Hari Raya Idul Fitri nanti. Selain itu, pemerintah juga telah merelokasi cuti bersama ke akhir tahun.  

Di luar itu, pekerja sektor informal sudah curi start melakukan mudik terlebih dahulu sebelum aturan pemerintah dikeluarkan.

Ditambah lagi, transportasi umum mengalami pembatasan operasional dan kapasitas penumpang, membuat masyarakat mengurungkan niat untuk mudik.

Enny berkata, untuk saat ini fokus pemerintah harus benar-benar tertuju pada pembatasan pergerakan manusia untuk bepergian, karena di situlah masalah utamanya.

Jika kebijakan ini tidak segera diperketat, maka ditakutkan pandemi ini tidak akan berakhir meskipun sudah melewati bulan Mei atau Juni, seperti yang diprediksi.

"Kalau pemerintah tidak fokus, ambigu, khawatir kita, Mei, Juni aja tidak akan selesai, kalau tidak selesai tidak ada yang bisa bertahan hidup tanpa penghasilan untuk 2-3 bulan ke depannya," kata Enny.

Jokowi Putuskan Semua Warga Dilarang Mudik Lebaran 2020

Tol Cikampek Macet Parah di Puncak Arus Mudik
Antrean kendaraan melintasi ruas Tol Jakarta-Cikampek, Bekasi, Rabu (13/6). Pada H-2 Lebaran, kepadatan di ruas tol Jakarta-Cikampek disebabkan karena penyempitan jalur, lantaran ada proyek pembangunan LRT dan Tol Elevated. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan larangan mudik Lebaran 2020 untuk semua masyarakat. Sebelumnya, larangan mudik hanya ditujukan untuk ASN, TNI-Polri dan pegawai BUMN.

"Setelah larangan mudik bagi ASN, TNI-Polri dan pegawai BUMN sudah kita lakukan pada minggu yang lalu pada rapat hari ini readyviewed saya ingin menyampaikan juga bahwa mudik semuanya akan kita larang," jelas Jokowi saat memimpin rapat terbatas, pada Selasa 21 April 2020.

Larangan mudik ini dikeluarkan Jokowi demi mencegah penyebaran virus corona semakin meluas. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, readyviewed Jokowi menyatakan bahwa ada 24 persen masyarakat yang masih bersikeras untuk mudik.

"Oleh sebab itu saya minta persiapan-persiapan yang berkaitan dengan ini mulai disiapkan," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya