Liputan6.com, Jakarta - MUNDURNYA Errol Spance Jr dari jadwal tarung dua pekan jelang laga yang sudah dijadwal melawan Manny Pacquiao, bukan hal yang aneh. Apalagi dokter tim menemukan ada cedera robek di mata sang juara dunia kelas welter WBC dan IBF.
Dari segi bisnis, batalnya Spance Jr membuat value bisnis, menurun secara otomatis. Maklum, sudah lebih dari tiga bulan woro-woro perang bintang mulai. Tapi seperti kata pepatah, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, semua berantakan. Beruntung Pacquiao tetap mau manggung dengan mengganti lawan, Yordenis Ugas, juara dunia kelas welter versi WBA.
Baca Juga
Selain itu, kisah mundur atau digantinya lawan dalam laga tinju pro, ya biasa saja. Ada banyak petinju yang demikian, meski ada beberapa yang berani melawan keputusan dokternya. Sugar Ray Leonard dan Evander Holyfield, misalnya. Mereka tetap maju dan hingga hari ini tetap sehat.
Advertisement
Leonard, member of the Fabulous Four, dinyatakan cedera berat di matanya selepas melawan Thomas Hearns, di Caecars Palace, Las Vegas, Nevada (12/6/1989). Duel itu berakhir draw, dan masing-masing gelar super middleweight WBC tetap milik Leonard, dan WBO juga tetap milik Hearns.
Leonard, kecewa berat. Semua anggota tim meminta sang jagoan mengikuti pendapat dokter. Keputusan sangat berani dan mengejutkan dilakukan Leonard. Laga ke-38 nya melawan Roberto Duran, juga anggota the Fabulous Four yang sudah dijadwal (7/12/1989) di The Mirage, Paradise, Las Vegas, Nevada, tidak dibatalkan. Dan di laga itu, Leonard menang angka.
Begitu juga dengan Holyfield, juara dunia kelas berat WBA/IBF. Jelang pertarungan pertamanya melawan Lennox Lewis (13/3/199) di Madison Square Garden, New York, dokternya menyatakan ada masalah besar di jantung Holyfield. Serupa dengan Leonard, ketika semua anggota tim dan manajemen memintanya berhenti, the Real Deal menolaknya. Di laga unifikasi dengan gelar Lewis, WBC, berakhir draw.
Saya tidak ingin mengatakan Spance Jr cengeng apalagi takut. Setiap orang tentu punya perhitungan masing-masing, dan itu harus kita hormati. Dua contoh di atas hanya penjabaran fakta saja.
Mirip akan halnya Ugas, juara dunia kelas welter versi WBA, dipilih menggantikan Spance Jr, dua minggu sebelum laga, justru mengingatkan saya pada Pacman, 20 tahun silam. Bedanya Ugas saat ini juara dunia, sementara Pacman saat itu menyandang mantan juara dunia.
Â
Jejak Pacquiao
Setelah kehilangan gelar juara dunia kelas terbang versi WBC dari petinju Thailand, Midgoen Singsurat (18/12/1999), Pacquiao seperti frustasi. Padahal laga melawan petinju Thai itu bukan kejuaraan, tetapi karena kalah KO-2, secara otomatis gelar dicabut.
Enam kemenangan berturut-turut selepas laga itu, seluruhnya ia menangkan dengan KO/TKO, tapi tetap tak mampu menghapus bayang menyakitkan. Maka terbanglah ia ke Amerika, tepatnya ke San Francisco, California.
Singkatnya ia mendatangi Freddie Roach, pelatih top di Los Angeles. Niatnya ia ingin berlatih di sana. Tapi Roach mengacuhkannya. Modal mantan juara kelas terbang WBC, tidak membuat sang pelatih para juara itu mau menerimanya. Tapi karena kesungguhannya, Roach akhirnya mau juga menampungnya di the Wild Card Gym, West Hollywood, California.
Suatu hari, tepat dua minggu setelah Pacquiao bermukim di WCG, dan belum ditangani oleh Roach, tiba-tiba ia diberi tahu akan bertanding. Kaget? Pasti, apalagi ia akan menantang juara dunia asal Afrika Selatan, Lehlohonolo Ledwaba. Sang juara dunia kelas super bantam IBF ini sudah mempertahankan gelar lima kali, 4 dengan KO/TKO, di MGM Garden Arena, Las Vegas, Nevada (23/6/2001).
Catatan, Bob Arum, pemilik Top-Rank, sedang menggadang-gadangkan Ledwaba untuk menjadi pendamping si Golden Boy, Oscar De La Hoya yang sejak amatir berada di bawah Arum.
Makanya, ketika petinju Martinez, cedera, Arum 'meminta' Roach untuk mencari pengganti. Intinya bukan lawan yang berat agar mudah dikalahkan Ledwaba.
Sang pemilik WGC langsung menyanggupi. "Ada nih," kira-kira begitu. "Baru datang dari Filipina dua minggu lalu. Belum sempat saya tangani, " katanya lagi.
Arum pun senang. Pasar taruhan saat itu 9-1 untuk Ledwaba. Ledwaba vs Pacquiao merupakan partai tambahan Oscar De La Hoya vs Javier Castillejo. Saat itu, tak seorang pun yang peduli pada Pacman. Semua mata tertuju untuk De La Hoya dan Ledwaba.
Now or Bever, itu yang membuncah di dadanya. "Ya, sekarang atau tidak sama sekali," kata hatinya.
Tak ada pesan apa pun, Pacquiao turun sebagai nobody. Tapi di atas ring, Pacman menjelma menjadi macan yang lapar. Ia mengaum sangat keras, mengejutkan 22 ribu penonton MGM Grand, 15 juta penonton yang melalui PPV (Pay Per View) alias tv berbayar dan ratusan juta pasang mata di dunia. Ledwaba bukan hanya kalah dan kehilangan gelar, tapi juara bertahan itu dibuat lintang-pukang.
Roach, kaget. Ia gelisah. Tapi, alih-alih Arum marah, kehilangan Ledwaba, ia justru mengatakan sebaliknya. "Kok petinju sebagus itu tidak dipasarkan?"
Mata dan hati Arum tidak keliru. Bahkan ketika Golden Boy yang sejak amatir sudah mengajukan pilihan pada Bo Arum: "Aku atau dia (Pacquiao)?", Arum tak ragu menjawab: "Pacman!"
Sejak itu De La Hoya lepas dari Arum. Mantan peraih medali emas Olimpiade 1984 itu segera mendirikan Golden Boy Promotions yang kemudian menjadi pesaing utama Top Rank milik Arum.
Advertisement
Bisa Seperti Pacman
Kembali ke Pacquiao saat ini. Secara teknis dan pengalaman, Ugas pasti tidak sebanding dengan Pacman yang menjadi satu-satunya petinju yang menjadi juara dunia di delapan kelas berbeda. Bahkan nilai jual Ugas pun tak seimbang dengan Spance Jr.
Tapi, semua bukan jaminan Ugas, petinju asal Kuba itu pasti kalah. Semangat juara dunia kelas welter WBA, yang tahun lalu (26/9/2020) merebut gelar kosong dengan mengalahkan Abel Ramos, sedang tinggi-tingginya. Hampir sama, petinju Kuba dengan Meksiko, berani dan pantang menyerah.
Apalagi kasusnya mirip dengan Pacman vs Ledwaba. Ia petinju yang menggantikan Spance Jr, Pacman saat itu menggantikan Martinez. Malah dulu Pacman bukan siapa-siapa, tapi bisa berhasil. Sementara Ugas adalah juara dunia.
Sedikitnya ada tiga motivasi Ugas, pertama, ya now or never seperti Pacman dulu. Inilah kesempatannya. Kedua, ia ingin menutup buku Pacman dengan mencatatkan diri sebagai pemenang. Kabarnya santer, Pacquiao akan pensiun setelah laga ini. Terakhir, ia beruntung menjadi underdog, bebannya lebih ringan.
"Merupakan sebuah kehormatan melawan juara dunia multi-divisi yang hebat, Manny Pacquiao. Saya lebih dari siap untuk menghadapi tantangan ini," tutur Ugas.
"Saya sangat menghormati Pacquiao, tetapi saya datang untuk memenangkan pertarungan ini," lanjut Ugas.
Pacman Bisa Kerepotan
Jadi, secara teknik Ugas memang kalah, tetapi jika kubu Ugas mau mengulur permainan, bukan tidak mungkin Pacman akan kerepotan. Selisih delapan tahun, Ugas (35) dan Pacquiao (43) bisa jadi kendala. Dari data ring terlihat Ugas bukan petarung yangau cepat-cepat menyelesaikan pertarungan. Dari 30 kali tampil, Ugas menang 26 kali dengan hanya 12 menang KO/TKO dan 4 kali kalah.
Dan Pacquiao sendiri bukan supermen. Ia kehilangan gelar juaranya saat dikalahkan petinju tuan rumah, Jeff Horn (12/7/2017) di Brisbane, Australia. Kekalagan itu mrnyebabkan gelar juara dunia kelas welter versi WBO lepas. Jeff Horn, bukan siapa-siapa.
Sekali lagi, Ugas memang tidak sehebat Spance Jr, tapi di atas ring, Pacquiao pasti tidak akan mudah untuk dikalahkan.
Selamat menyaksikan...
Â
M. Nigara
Wartawan olahraga senior
Komentator tinju tvone
Mantan Wakil Sekjen PWI
Advertisement