Liputan6.com, Jakarta - Di Stade de France, Timnas Prancis membuktikan diri sebagai yang terbaik di Piala Dunia 1998. Malam panjang di rumah sendiri itu, disudahi dengan kemenangan sensasional kontra Brasil dengan skor 3-0.
Kemenangan itu terasa paripurna. Selain menjadi tuan rumah, lawan yang dihadapi Prancis juga tak main-main yakni Brasil.
Baca Juga
Selecao adalah juara bertahan. Pada turnamen di Amerika Serikat, Dunga dan kolega menghancurkan Italia di babak final via adu penalti.
Advertisement
Sebelum ke partai puncak, Brasil adalah satu-satunya negara yang lolos ke final dengan rekor terbanyak. Sejak Piala Dunia terselenggara pada 1930, Brasil enam kali ke final dengan empat di antaranya berujung gelar juara.
Di satu sisi, Prancis sempat menjadi underdog di rumah sendiri. Terlebih usai melaju ke babak gugur.
Oke di awal perjalanan mereka di babak grup, Prancis tampil mengesankan dengan selalu memenangi 3 laga dengan kemenangan. Rekor gol yang mereka catatkan juga ciamik yakni 9 gol dan 1 kebobolan atau tertinggi di turnamen Piala Dunia 1998Â di edisi ke-16 tersebut.
Namun setelahnya, Prancis seperti kesulitan dalam mencatatkan kemenangan. Berkaca di babak 16 besar saja, Les Bleus hanya menang 1-0 kontra Paraguay.
Sialnya, di laga tersebut, Prancis kudu bermain hingga perpanjangan waktu. Beruntung, Laurent Blanc hadir sebagai penyelamat via gol yang dicetaknya di menit ke-113.
Jalan Berliku Prancis
Perjalanan Prancis setelahnya juga tak kalah suram. Bentrok dengan Italia, mereka kewalahan menahan gempuran Gli Azzurri dan bertahan hingga babak adu penalti dengan skor 0-0.
Kemenangan pada akhirnya berpihak pada Prancis. Di babak tos-tosan, dua penendang Italia yakni Demetrio Albertini dan Luigi Di Biagio gagal menuntaskan tugasnya.
Di satu sisi, Bixente Lizarazu juga gagal. Tapi, Laurent Blanc yang jadi eksekutor penentu sukses menyudahi laga dengan kemenangan 4-3.
Setelah menuntaskan perlawanan Paraguay dan Italia, Prancis harus menghadapi Kroasia. Laga ini juga terbilang berat karena lawan mereka juga tampil mengesankan.
Di babak grup, Kroasia menuntaskan 2 kemenangan dan 1 kali kalah. Oke mereka berada di pos runner-up di bawah Argentina, tapi capaian mereka setelahnya bisa dibilang luar biasa.
Di babak 16 besar, mereka menang tipis 1-0 kontra Rumania. Di babak 8 besar, Kroasia meluluhlantakan Jerman dengan skor 3-0.
Berbekal kemenangan sensasional Kroasia, wajar kiranya Prancis harap-harap cemas. Tapi, sekali lagi, dewi fortuna agaknya memang berpihak kepada mereka karena skor akhir rampung dengan kemenangan 2-1 sekaligus mengantarkan mereka ke final.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DIÂ GOOGLE NEWS
Advertisement
Brasil yang Digdaya
Brasil sejatinya tak melalui Piala Dunia 1998 dengan mulus-mulus amat. Di babak grup, mereka sempat kalah 0-1 di laga pemungkas kontra Norwegia setelah dua laga lainnya berujung kemenangan.
Tapi, di babak 16 besar hingga semifinal, Brasil betul-betul menunjukkan kelas mereka. Dari tiga laga yang dijalani, tim besutan Mario Zagallo melaju mulus dua kali dengan margin rata-rata gol pertandingan di atas 2 gol.
Di semifinal, langkah Brasil memang nyaris tersendat. Belanda yang menjadi lawan mereka ketika itu, sukses membuat skor imbang sehingga laga berlanjut ke babak adu penalti.
Pada babak tos-tosan, Brasil keluar sebagai pemenang karena dua eksekutor Belanda yakni Phillip Cocu dan Ronald De Boer gagal menunaikan tugas mereka. Sementara Ronaldo, Rivaldo, Emerson dan Dunga, sukses menjalankan tugas mereka. Skor akhir menjadi 4-2.
Berharap pada Zinedine Zidane
Jelang partai final, publik Prancis sempat gundah gulana. Mereka paham jika lawan mereka tengah berada di level tertinggi dalam penampilan.
Terlebih, Brasil membawa anak muda berusia 21 tahun bernama Ronaldo. Penyerang yang malang melintang di Eropa ini ketika itu tengah trengginas lantaran sudah mengantongi 4 gol jelang partai puncak.
Di satu sisi, Prancis memang punya Stephane Guivarc’h dan Thierry Henry. Tapi, nama yang disebutkan duluan urung mencetak gol meski diplot sebagai penyerang utama.
Satu-satunya sosok yang diharapkan membawa Prancis bersinar jatuh pada Zinedine Zidane. Nama yang barusan disebut memang tengah dalam top performa di kompetisi Liga Italia bersama Juventus.
Tapi, Zidane sempat menjadi pecundang. Jelang babak final, eks Real Madrid ini absen 2 kali karena kartu merah yang diterimanya saat di babak grup.
Zidane, faktanya, sempat absen dua kali di babak pemungkas grup dan babak 16 besar. Dan untuk urusan gol, dia baru mencetak 2 gol di laga normal dan 2 gol di babak adu penalti.
Dan lewat catatan itu pula, publik kian bermuram durja saja pada tim nasional mereka.
Advertisement
Pembuktian Zinedine Zidane
Laga final seolah-olah menakdirkan jika Zidane adalah pemain terbaik di laga itu. Justru, citra buruk yang sudah disematkan kepadanya, perlahan luntur tatkala Ronaldo, yang ketika itu digadang-gadang akan tampil bersinar, malah ketiban apes.
Adapun, kedigdayaan Prancis diawali aat Zidane melepaskan umpan satu-dua sentuhan dengan bomber Stephane Guivarc’h. Hanya, kans dari pemain yang berusan disebut mentah oleh kesigapan bek-bek Brasil.
Sinar lampu Stade de France seakan hanya menyorot Zidane malam itu. Di hadapan 80 ribu penonton, Zidane seolah menjadi pemain paling bersinar di antara kilauan lampu stadion.
Dan benar saja. Tak lama dari umpan terukur terhadap Stephane Guivarc’h, Zidane kembali menciptakan peluang. Kali ini, sodoran umpan lambungnya mengarah pada Youri Djorkaeff yang berdiri tanpa pengawalan di kotak penalti lawan. Sialnya, cerita kembali sama. Sundulan Youri Djorkaeff malah melambung seakan menjauhi gawang.
Nyaris setengah jam laga berjalan, gemuruh penonton mendadak riuh meneriaki nama Zidane. Pada menit ke-27, ia sukses menyudahi umpan lambung Emmanuel Petit dari situasi sepak pojok menjadi gol.
Gol pembuka kian membikin pemilik nama panggung Zizou ini nyaman. Dan saat pertandingan babak pertama rampung, Zidane kembali mencatatkan namanya di papan skor.
Situasinya mirip dengan gol yang pertama. Namun, saat melesakkan gol kedua, Zidane menerima umpan dari sisi kanan pertahanan Brasil.
Usai rehat, Brasil terus mengurung pertahanan Prancis. Dalam beberapa kesempatan, Tim Samba nyaris mempersempit defisit gol.
Namun, dalam situasi terdesak, Zidane bermain luar biasa. Sebelum gol ketiga Prancis tercipta, ia sempat melepaskan dua umpan kunci.
Pertama pada menit ke-82. Lowongnya pertahanan Brasil membuat Zidane leluasa melancarkan umpan matang terhadap Christophe Dugarry. Kedua pada menit-menit akhir pertandingan kepada Petit. Hanya, dari dua kans tersebut, Petit yang sukses mengonversi umpan Zidane menjadi gol.
Cahaya redup Zidane di panggung Piala Dunia 1998 mendadak jadi kilau. Publik Prancis agaknya sepakat bila menyematkan pria keturunan Aljazair ini adalah salah satu kunci sukses tim nasional sepak bola mereka.